Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini bukan kisah ibu tiri yang kejam. Tapi, nasib wilayah di luar Jawa-Bali memang mirip cerita yang sangat populer pada tahun 1970-an itu. Tengok saja soal penyediaan listrik. Berbeda dengan Jawa-Bali, yang sangat diperhatikan pemerintah, daerah di luar Jawa-Bali bisa dibilang sangat tertinggal. Paling tidak, saat ini ada 13 wilayah di Sumatera dan Kalimantan yang lebih banyak gelapnya ketimbang terangnya. Daerah-daerah itu antara lain Sigli di Aceh, Dumai dan Rengat di Riau, atau Singkawang dan Sambas di Kalimantan Barat.
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yang dirilis pada pertengahan April lalu, menyebutkan bahwa hingga tahun 2010 sistem kelistrikan di luar Jawa-Bali membutuhkan tambahan daya sangat besar, yakni sampai 7.000 megawatt. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dana yang dibutuhkan juga sangat besar, mencapai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 60 triliun. Sialnya, sejauh ini rencana pemerintah untuk memenuhi kekurangan listrik di luar Jawa-Bali belum juga kelihatan.
Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Yogo Pratomo, membantah bahwa pemerintah tak punya rencana menutup kekurangan pasokan listrik di luar Jawa-Bali. Yogo mengungkapkan, mulai tahun 2005 pemerintah sudah menganggarkan dana Rp 100 miliar untuk membangun pembangkit skala mikro atau kecil yang memanfaatkan tenaga surya atau angin. ?Fokus kita di Indonesia Timur, yang wilayahnya tersebar di pulau-pulau kecil, di antaranya di Nusa Tenggara,? kata Yogo.
Yogo berharap, percepatan pembangunan pembangkit ini akan bisa menaikkan rasio kelistrikan yang saat ini baru 52 persen. Pemerintah menargetkan dapat menaikkan rasio kelistrikan sampai 90 persen pada tahun 2020. Itu berarti pemerintah harus menambah daya dan jaringan listrik untuk satu juta rumah tangga setiap tahunnya. Terang bukan pekerjaan yang mudah. Tapi, jika tidak dilakukan, kawasan di luar Jawa-Bali akan tetap merasa sebagai anak tiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo