Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri tengah mengusut kasus investasi bodong Guardian Capital Grup atau GCG Asia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, GCG Asia tidak terdaftar dalam Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappepti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Unit IV Sub Direktorat Pajak, Asuransi, dan Investasi Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri Komisaris Setyo Bimo Anggoro mengatakan, modus yang dilakukan investasi GCG Asia adalah dengan mengadakan seminar-seminar di hotel mewah. GCG Asia bahkan turut mengundang tokoh pemerintahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta penawaran bonus jika bergabung dalam investasi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bonus itu bisa seperti barang-barang mewah kapal pesiar, mobil, bonus keuntungan yang akan didapatkan. Itu yang membuat masyarakat tergugah dan menempatkan dananya untuk investasi," kata Bimo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 2 Agustus 2019.
Bimo menuturkan, korban atas investasi bodong tersebut telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia. “Korban GCG ini tidak hanya di satu tempat, yang paling besar memang di wilayah Sumatera Utara dan beberapa polda lainnya seperti Polda Riau segala macam,” kata dia.
Lebih lanjut, saat ini, Direktur GCG Asia diketahui sedang menjalani proses hukum di Kamboja. Bimo mengatakan Direktur Utama GCG Asia itu terjerat kasus kejahatan manipulasi data untuk mengeruk keuntungan atau dikenal dengan kejahatan fraud.
Selain itu, Polri mengklaim telah mengantongi beberapa nama lain yang terlibat sebagai petinggi GCG Asia. Namun ia tidak dapat membeberkannya saat ini.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi OJK, Tongam L. Tobing menilai, masyarakat yang menjadi korban investasi bodong karena tergiur dengan bunga besar yang ditawarkan. Jika korban sudah banyak tertipu, para pelaku yang kebanyakan orang asing akan melarikan diri ke luar negeri.
Untuk itu, ia pun mengimbau agar masyarakat untuk selalu berpedoman dengan istilah 2 L yakni legal dan logis sebelum terjun ke dunia investasi.
"Tanyakan dulu izin dari Bappebti. Kalau tidak ada jangan diikuti. Lalu pakai logika kalau ada yang memberi bunga besar. Dengan bunga 15 persen sampai 30 persen per bulan dan ini tidak masuk akal," kata Tobing.
Dari data yang OJK himpun, angka investigasi bodong meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2017, tercatat ada 80 investasi bodong. Tahun 2018 meningkat menjadi 108 investasi bodong dan tahun ini sebanyak 177 investasi bodong.
Ia menuturkan, informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang dapat diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id.
"Jika menemukan tawaran investasi yang mencurigakan ataupun fintech lending ilegal, masyarakat dapat mengkonsultasikan atau melaporkan kepada Kontak OJK 157, email [email protected] atau [email protected]," ujar Tobing.