Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Main Mata Bursa Timah

Bursa Komoditi dan Derivatif dinilai menganakemaskan segelintir eksportir. Ada upaya memonopoli ekspor timah.

22 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Layar Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) tak mencatat satu pun transaksi perdagangan timah sejak akhir Agustus hingga minggu kedua September. Penyebabnya: harga timah di bursa timah London (LME) menukik tajam hingga US$ 20.897 per ton, sementara harga di BKDI masih saja bertengger di angka US$ 21.880.

Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim mengatakan situasi itu membuat pembeli anggota BKDI ketar-ketir. Mereka mayoritas adalah trader yang akan menjual kembali timahnya. Masalahnya, pembeli di luar negeri berpatokan pada harga LME. "Jika mereka tetap bertransaksi di BKDI akan rugi," katanya Kamis dua pekan lalu.

Sutomo Gunawan, salah satu anggota BKDI, mengatakan nihilnya transaksi di BKDI bukan sekali ini saja. Kejadian serupa terjadi selama 28 hari pada Januari-Februari lalu. Penyebabnya sama: harga BKDI lebih tinggi dibanding harga LME. "Terjadilah deadlock."

Menurut Sutomo, anggota bursa menyiasati tingginya harga LME dengan transaksi pura-pura. Caranya, eksportir mendirikan perusahaan importir di Singapura. Perusahaan terafiliasi ini akan membeli timah dari perusahaan mereka sendiri. "Ini transaksi bohong-bohongan," ujarnya.

Sutomo mengatakan praktek terafiliasi itu terjadi antara PT Timah Tbk dan Indometal (London) Ltd, PT Refined Bangka Tin dan Westin Trade Global Ltd, PT Bukit Timah dan Eco Tropical Resources PTE Ltd, serta PT Tinindo Inter Nusa dan Lomasasta Singapore PTE Ltd.

Transaksi abal-abal diungkap Sutomo saat Kementerian Perdagangan menggelar sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2014 di Hotel Novotel, Pangkalpinang, pada 11 Agustus lalu. Aturan itu menguatkan ketentuan lama, Nomor 32 Tahun 2013, yang mewajibkan ekspor timah diperdagangkan di BKDI lebih dulu mulai September tahun lalu.

Semula pengusaha yang kerap dipanggil Atung itu ingin melawan aturan yang mewajibkan ekspor timah wajib diperdagangkan di BKDI tersebut. Namun, karena tidak ada pilihan, perusahaannya akhirnya mendaftar sebagai anggota bursa pada April lalu.

Kendati sudah menjadi anggota, dia tetap kesulitan bertransaksi karena lelang di BKDI dibuka dengan harga lebih mahal ketimbang LME. "Satu ton pun belum pernah saya beli di bursa," katanya. Ia mencium praktek tak beres sampai menemukan praktek penjual-pembeli terafiliasi.

Kekesalan inilah yang membuat warga negara Indonesia yang kini bermukim di Singapura itu merasa perlu mendatangi sosialisasi yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan. Ia ingin menyampaikan unek-uneknya. Apalagi sosialisasi itu dihadiri Presiden Komisaris BKDI Fenny Widjaja.

Sutomo mengatakan transaksi antarperusahaan terafiliasi itu didukung dengan sistem pembayaran menggunakan alternative delivery procedure (ADP) dan fasilitas bonafide trade. Melalui sistem ADP, pembayaran sebuah transaksi cukup dilakukan dengan mencantumkan keterangan bahwa penjual dan pembeli telah bersepakat.

Adapun fasilitas bonafide trade adalah transaksi yang komoditasnya tidak perlu dimasukkan ke gudang BKDI alias langsung dari penjual ke pembeli. "Pencatatannya dilakukan belakangan."

Modus itu membuat transaksi tidak terawasi, terutama soal apakah harga yang digunakan mengacu pada BKDI atau bukan. Dia menduga harga tidak mengacu pada bursa. "Fasilitas jalan tol itu hanya untuk segelintir anggota," ucap Sutomo, yang mengaku sempat dijanjikan fasilitas ini.

Bonafide trade terjadi pada Kamis dua pekan lalu. Transaksi mereka ditulis dalam situs International Tin Research Institute, yang menyebutkan ada penjualan 1.150 ton dari eksportir anggota BKDI pada 11 September. Sampai Kamis pekan lalu, penjualan ini belum tercatatkan di BKDI.

Soal sistem ADP dan fasilitas bonafide trade, Fenny membenarkan, tapi membantah jika itu disebut permainan kotor. "Siapa saja bisa mendapatkan bonafide trade asalkan memenuhi syarat," ujarnya. Ia menegaskan keberadaan BKDI agar Indonesia menjadi referensi harga timah dunia, bukan lagi LME.

Ibrahim mengatakan tidak adanya transaksi karena otoritas bursa tak mampu membuka harga lelang timah dengan tepat. Harga di BKDI ditentukan oleh Komite Timah, yang beranggotakan penjual kelas kakap, di antaranya PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Mitra Stania Prima, PT Inti Stania Prima, dan PT Bukit Timah.

Menurut dia, tidak adanya tim independen di Komite Timah membuat harga timah tak wajar. "Komite hanya menghitung pasokan dan permintaan, tidak mempertimbangkan faktor ekonomi makro dunia," kata Ibrahim, yang pernah bekerja sebagai analis di BKDI.

Ketua Komite Timah yang juga mantan Direktur Utama PT Timah, Wachid Usman, tidak menjawab pertanyaan Tempo. Fenny menampik kabar bahwa tugas Komite Timah menentukan harga timah. "Komite hanya membahas persoalan."

Ketidaktransparanan BKDI itu menimbulkan kecurigaan di kalangan eksportir. Mereka yang menolak bursa berkumpul di bawah Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI), yang dipimpin Ismiryadi. Kendati menolak, sebagian anggota AITI ikut mendaftar di bursa.

Menurut dia, beragam biaya yang dibebankan otoritas bursa tidak menjamin timah mereka laku. "Kami diminta mencari pembeli sendiri," ujarnya. Untuk mendaftar ke BKDI, anggota baru dipungut US$ 44.110 atau setara dengan Rp 526 juta, dikenai tarif 0,06 persen untuk setiap transaksi, dan dipungut biaya sewa gudang.

Ismiryadi mencontohkan perusahaan anggota AITI, PT Bangka Putra Karya. Perusahaan ini memasukkan 625 ton ke gudang BKDI, tapi yang terjual hanya 5 ton. Inilah yang membuat dia curiga BKDI sengaja mematikan eksportir yang bukan kelompoknya. "Mereka mau memonopoli," kata mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangka Belitung itu.

Seorang eksportir AITI mengatakan yang dituding Ismiryadi adalah salah satu eksportir terbesar di BKDI, seperti PT Refined Bangka Tin. Meily Tanoto, Direktur Refined, menyangkal tudingan itu. Menurut dia, keikutsertaan di bursa bukan untuk memonopoli, melainkan mendukung pemerintah menjadikan harga timah Indonesia sebagai rujukan dunia. "Kami harus dilindungi pemerintah."

Ibrahim juga menyorot restu pemerintah kepada BKDI, yang diberikan tanpa seleksi ketat. Dia merujuk pada penunjukan BKDI sebagai otoritas bursa timah yang janggal. Surat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan yang menunjuk BKDI sebagai otoritas bursa timah diterbitkan setelah BKDI diluncurkan lebih dulu pada 31 Agustus tahun lalu.

Kepala Biro Analis Pasar Bappebti Mardjoko mengatakan BKDI ditunjuk karena mereka yang paling siap. "Kalau ada kekurangan kita perbaiki. Bursa ini baru berjalan satu tahun." Masalahnya, layar BKDI acap hidup-mati sehingga cita-cita menjadi acuan pasar timah dunia dan menggusur bursa London tak ubahnya pepesan kosong.

Akbar Tri Kurniawan


Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
Berdiri: 2009 (ditunjuk sebagai otoritas bursa timah pada 2013)
Markas: Jakarta, Indonesia
Komoditas: Timah, minyak sawit (CPO)

Volume Transaksi (Ton)

2014BKDILME
Januari3.795832.490
Februari4.080747.900
Maret2.665895.205
April6.2151.018.930
Mei7.8101.025.780
Juni4.6601.091.460
Juli3.8101.091.510

Harga BKDI Vs LME (US$ per Ton)

PeriodeBKDILME
28 Agustus 201422.19521.805
5 September21.99521.405
9 September21.88020.897
Tertinggi setahun terakhir23.87523.849
Terendah setahun terakhir21.50020.897

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus