Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, mengatakan penangkapan ikan secara ilegal di laut Indonesia oleh kapal asing mengakibatkan kerusakan terhadap ekologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kerugiannya tidak main-main. Dan kerugian itu dampaknya lebih kepada kerugian ekologi," kata Pung di kawasan Kementerian KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Juni 2024. Jaring trawl adalah alat tangkap yang ditarik dari belakang saat kapal sambil berjalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pung mengatakan, penangkapan kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia rata-rata menggunakan jaring trawl. Menurut dia, saat kapal-kapal asing itu sekali beroperasi menggunakan trawl dapat merusak ekosistem di laut. "Terumbu karang rusak," ujar dia.
Menurut Pung, saat terumbu karang rusak di situ akan menyangkut dengan ekosistem laut. Ketika kerusakan ekosistem laut terjadi, akan berdampak terhadap ekologi laut. "Kerugian ekonomi itu lebih kecil dari kerugian ekologi," tutur dia.
Dalam menjelaskan kerugian ekonomi maupun ekologi, Pung mengatakan, kapal-kapal asing itu bisa melakukan pencurian dalam satu kali pengangkutan sebanyak 100 ton ikan. Namun dampak ekologi dari kerusakan terumbu karang puluhan tahun. "Kerusakan ekologi bisa setinggi itu," tutur dia.
Dia menjelaskan, saat terumbu karang rusak atau kehancuran pada ekologi laut, ikan akan menyingkir ke terumbu karang lain yang lebih bagus. Itulah alasannya mengapa nelayan asing seperti Vietnam mencuri ikan di laut Indonesia. "Ekologi laut mereka sudah rusak," tutur Pung.
Penjelasan Pung ini dilatari oleh beberapa kasus pencurian ikan di laut yang berhasil ditangkap KKP. Terakhir KKP menangkap sebuah kapal berbendera Rusia di laut Arafura, Maluku. Operasi penangkapan dipimpin langsung oleh Pung. Saat itu mereka menangkap warga asing 30 orang dan 12 orang warga Indonesia. Operasi penangkapan dilakukan pada Ahad, 19 Mei 2024. "Kebanyakan yang kami tangkap itu menggunakan trawl," tutur dia.
Dia menjelaskan, saat kapal pencurian ikan ini menggunakan alat tangkap trawl, maka dampak kerusakan tak terhitung lamanya. "Saat menggunakan trawl, sudahlah tinggal menunggu nasib, hitung hari, tahun, anak cucu kita hanya mendengar cerita apa itu ikan kembung, apa itu ikan hiu," ujar dia.
Dampak itu sangat merusak ekosistem laut. Saat ekosistem rusak, habitat laut akan terdampak. "Kalau bicara ekosistem, bicara ekologi. Kalau itu tidak kita jaga, tunggu saja...," ucap dia.
Pilihan Editor: FNKSDA Minta Nahdliyin Tidak Ikut PBNU Terima Izin Tambang