Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Ramai Di Pesayangan

Para pandai besi di desa pesayangan dan desa ceper (ja-teng) masih asyik membuat knalpot, tromol dan sock. mereka tak peduli dengan penciutan merk mobil produknya bersaing dengan bikinan taiwan.

17 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUNYI drum dipalu dan denting martil masih riuh di dukuh Pesayangan, bagian barat kota Purbalingga, Jawa Tengah. Desa berpenghuni 500 jiwa dan terkenal dengan industri ragam metal. terutama membuat knalpot mobil, seakan tak peduli dengan keputusan pemerintah yang di akhir April mencoret daftar merek mobil dari 72 menjadi hanya 30. "Penciutan merk itu belum terasa pengaruhnya," kata Sodik Alma'ruf, 42 tahun pengusaha knalpot dan sprayer di sana. Adapun tenaga kerja yang diserap sekitar- 108 orang, tersebar di 37 industri kecil ragam metal. Upah mereka antara Rp 500-Rp 2.000 sehari. Dan yang khusus bikinknalpor ada 17 unit. "Produksi seriap bulan berkisar 3.000 buah knalpot," kata Mangadi. Ini belum terhitung sprayer, kompor, emposan tikus, wajan dan gamelan. Dan Sadik, yang merangkap Ketua Koperasi Ragam Metal Pesayangan yakin pemasaran knalpot dari desa itu akan semakin meluas. Disebutnya beberapa kota besar di Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, bahkan Irian Jaya biasa membeli knalpot dari Pesayangan. Yang merintis bengkel knalpot di Pesayangan boleh disebut Sultoni, 56 tahun, masih saudara Sodik, yang di tahun 1956 mulai menerima pesanan dari seorang pengusaha Cina. Tapi kerajinan ragam metal itu sendiri sudah dikenal sejak zaman Jepang. Kini tak kurang dari 2000 drum, belum termauk plat, yang rata-rata setiap bulan disulap menjadi knalpot di Pesayangan. Melulu membuat knalpor kendaraan niaga, desa pengrajin itu rerutama melayani permintaan untuk truk Jepang, seperti Kolt, yang dijual antara Rp 1.800-Rp 2.s00 sepasang. Untuk Ford, Fuso dan Thames berkisar antara Rp 2.500-Rp 4.000. "Tapi kualitas tinggi bisa mencapai Rp 10.000," kata Ashadi, 32 tahun, seorang pengusaha knalpot di sana. Yang dimaksud kualitas tinggi adalah knalpot yang dibuat-dari bekas drum oli, sedang yang kualitas murahan dibuat dari bekas drum minyak kelapa, yang memang lebih tipis itu. Suasana serupa juga nampak di Desa satur Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Ja-Teng. Haji Sayuti, 45 tahun, pimpinan dan pemilik CV Sidomukti terkenal membuat 2 jenis suku cadang mobil tromol dan foring (sock), terutama untuk kolt dan truk Daihatsu. Untuk tromol produksi sebulan rata-rata 2.000 biji begitu juga untuk sock. "Saya melayani bengkel-bengkel besar di Jakarta," ujar H. Sajuti yang punya 50 buruh. Perusahaan warisan ayah Sajuti itu memang tak membubuhi cap atau merk pada produksinya, sama halnya dengan knalpot made in Pesayangan itu. Sebab untuk itu harus minta izin lagi dan konon membayar ini-itu. Berani Diadu Lalu mutunya? "Kalau dibandingkan barang bikinan Taiwan wah, berani adu," kata Sajuti sambil memperbaiki sarungnya. Wak Haji itu menunjuk pada bengkel besar Tjokro dan Candi Jaya di Jakarta sebagai langganannya. "Tromol bis kota yang ada di Jakarta hampir semuanya dari sini," katanya. Dia mengakui produksinya itu masih harus dihaluskan lagi di Jakarta. Sebuah tromol keluaran Sidomukti Rp 6.000, dan toko onderdil atau bengkel menjualnya Rp 8.000-Rp 9.000 sebelum kenaikan harga BBM. Sedang untuk sock keluarannya sekitar Rp 2.500 sebuah. Tapi di Jakarta juga ada bengkel onderdil. Seperti PT Ambarukmo Bolzano Motor di Jl. Bungur Besar, yang ahli membuat knalpot. Dengan 30 pekerja, bengkel itu sebulan sanggup membuat 1.000 set knalpot (depan-belakang). Untuk knalpot bagian depan yang terbuat dari drum tipis, harganya tak boleh kurang dari Rp 12.000, sedang dari drum bekas oli, menjelang kenaikan BBM tak mau mundur dari Rp 20.000 berikut ongkos pasang. Kios-kios di Proyek Senen dan Jl. Sawah Besar, Jakarta, biasa mengambil dari Ambarukmo yang nampak semakin mekar itu. Menurut Netty Herawaty, sekretaris PT Ambarukmo, majikannya sedang membangun pabrik knalpot dengan tenaga mesin di Cakung, Jakarta Timur. "Nanti pasti akan lebih banyak lagi yang bisa kami layani," kata Netty. Selain menjangkau pasaran sampai ke Medan, instansi seperti Bea Cukai dan Sekneg termasuk langganan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus