Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Uneg-uneg

Anggota masyarakat perkayuan Indonesia mengadakan pertemuan dengan menteri Radius Prawiro di nirwana room, hotel Indonesia. Dibicarakan mengenai harga patokan, simpanan wajib, industrialisasi & pasar.(eb)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA bersantap siang bersama di Nirwana Room, Hotel Indonesia Sheraton. Sesudah itu mereka bergilir menyampaikan uneg-uneg yang dirasakan selama ini. Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro meminjamkan telinganya. Kejadian minggu lalu itu semacam penyajian feedback, umpan-balik dari Masyarakat Perkayuan Indonesia. Hampir 100 anggota MPI itu menghadirinya. Wartawan TEMPO Yunus Kasim ikut mendengarkan uneg-uneg mereka. Petikannya: Harga patokan. Ini dianggap terlalu tinggi untuk jenis kayu rendah. Padahal harganya berbeda. Sedang pajak ekspornya disamaratakan. Contoh: kayu bulat jenis bankerei diberi harga patokan sebelum April $25, $22 dan $20 per m3. Patokan itu dinaikkan 100% pada tanggal 16 April, sedang kenaikan harganya di pasar jauh di bawah 100%. Maka ini tidak dapat diterima kaum pengusaha. Simpanan wajib. Mulai 1 Januari '78 pemerintah memungut simpanan wajib Rp 415 untuk tiap m3. Tapi pungutan ini tidak berdasar undang-undang. Kenapa tidak disebut sebagai pajak saja? Penggunaannya tidak jelas. Pemungutannya disamaratakan dari semua pemegang HPH. Seyogianya mereka yang telah mendirikan industri perkayuan diberi keringanan dalam hal simpanan wajib ini. Atau semustinya pemerintah memberi semacam bunga. Industrialisasi. Di sini tidak ada pengarahan pemerintah. Akibatnya, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan, ada pencurian kayu, penebangan liar dan pengrusakan hutan untuk mensuplai industri. Jumlah industri tidak dibatasi hingga menimbulkan ekses tadi. Jika mau mendiikan industri, kaum pengusaha biasanya harus pergi ke bank pemerintah tapi terpaksa membayar 'uang semir' 5% pada pejabat bank. Dianjurkan supaya pemerintah mengadakan pilot project untuk daerah industri pengolahan kayu. Pasar. Akhir-akhir ini Jepang menurunkan pembeliannya. Indonesia, sebagai produsen, sudah mengurangi produksinya dengan 100.000 m3 lebih per bulan. Sabah justru menaikkan produksinya dari 500.000 ke 800.000 m3 per bulan. Berarti, kekurangan dari Indonesia telah diisi oleh Sabah yang mendapat pinjaman dari Jepang. Dianjurkan supaya pemerintah RI membicarakannya dengan Malaysia. Maka sudah waktunya pula bagi Indonesia membentuk Badan Perkayuan Nasional, yang didukung pemerintah dan swasta, semacam yang ada di Pilipina dan Indonesia, guna memperkuat posisi produsen. 1 April. Sesudah 2 tahun, Paket 1 April masih berjalan seret. Tujuannya ialah mendorong ekspor. Ternyata kaum pengusaha menghadapi kesulitan prosedur, antara lain karena kurang adanya kerjasama antara Depkeu dan Deptan. Sukubunga. Akhir Desember '77 Bank Indonesia menurunkan sukubunga tapi sampai sekarang belum terlaksana. Ini juga karena tiada kerjasama antar Departemen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus