Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan maskapai-maskapai di Indonesia membayar premi asuransi untuk armadanya empat kali lebih mahal ketimbang Malaysia dan Singapura. Saat ini, maskapai dalam negeri membayar premi 2-4 persen dari total nilai pesawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Malaysia dan Singapura dengan asuransi yang sama cuma bayar 0,25-0,50 persen. Kita bayar empat kali lebih mahal, padahal harga tiket kita lebih murah,” ujar Soerjanto dalam acara Accident Review Forum yang ditayangkan secara virtual, Kamis, 18 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beban premi asuransi yang lebih besar dengan harga tiket yang rendah menyebabkan pendapatan maskapai penerbangan dalam negeri tergolong minim. Kondisi ini, menurut Soerjanto, bisa berdampak bagi dukungan maskapai terhadap perawatan armada maupun pelatihan untuk pegawainya.
Menurut Soerjanto, saat pendapatan berkurang, tak jarang perusahaan akan mengorbankan sisi teknis dan kelaik-udaraan maskapai. “Ini terjadi di mana-mana,” ucapnya.
Untuk mengurangi risiko tersebut, Soerjanto mengatakan operator transportasi sejatinya bisa meminta pihak asuransi untuk mengevaluasi dan melakukan renegosiasi nilai premi. Dengan begitu, nilai premi yang ditanggung maskapai bisa turun sesuai kesepakatan.
Namun, salah satu syaratnya adalah perusahaan mesti memastikan seluruh armada yang dimilikinya tidak bermasalah selama jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Ia berharap, saat nilai asuransi turun, perusahaan bisa memperoleh ruang pendapatan yang lebih besar sehingga berdampak baik bagi perawatan armada maupun sumber daya manusia.
“Saya harap dengan ini kita bisa menghindari kecelakaan-kecelakaan dan Anda (perusahaan) bisa mendapat keuntungan dari premi asuransi,” ujar Soerjanto.