Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANGERANG – Presiden Direktur Mayora Group, Andre Sukendra Atmadja, mengatakan pertumbuhan perseroan relatif stagnan sekitar 15 persen sejak 2017. Bahkan, pada tahun ini, perseroan mematok pertumbuhan yang sama di angka 15 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andre menuturkan perseroan tidak mematok kenaikan target lantaran masih mengalami sejumlah hambatan perdagangan, khususnya untuk ekspor ke Filipina. Pemerintah Filipina mengenakan special safeguard duty (SSD) atas produk Mayora. "Yang semula tidak terkena import duty sama sekali, produk kopi kami untuk ekspor ke Filipina senilai US$ 600 juta jadi ada hambatan," ujarnya di kawasan Cikupa, Tangerang, Banten, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, kata Andre, pemerintah sedang menyusun rencana untuk membuka kembali akses perdagangan ke Filipina. Pasalnya, ekspor ke negara tersebut terbilang besar, yaitu 25-30 persen dari total penjualan ke luar negeri. Dalam perundingan sementara, pemerintah Filipina meminta agar Mayora berinvestasi di negaranya.
Dia menuturkan perusahaan bersedia berinvestasi tapi secara bertahap. "Karena tidak mungkin kami langsung pindahkan pabrik dengan 11 ribu karyawan ke Filipina. Jadi, kami akan lakukan secara bertahap," kata Andre.
Menurut Andre, hambatan tersebut sebetulnya terjadi sejak Agustus tahun lalu. Pada 6 Desember 2018, kedua negara sempat bersepakat akan membuka kembali akses perdagangan untuk Mayora ke Filipina. Tak berselang lama, pemerintah kembali mencabut izin tersebut pada 21 Desember 2018. Alasannya, pemerintah Filipina menganggap neraca perdagangannya tidak sehat terhadap Indonesia.
Untuk tahap awal, Mayora berencana menanamkan investasi sekitar 20 persen dari kapasitas ekspor ke Filipina atau sebesar US$ 50-75 juta. Targetnya, kata Andre, peletakan batu pertama dilakukan bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun ke-70 persahabatan Indonesia dengan Filipina atau sekitar kuartal IV tahun ini.
Saat ini, Mayora telah mengirim tim untuk survei. "Kami sudah kirim tim ke Filipina untuk survei tanah dan semuanya. Proses semua sedang berjalan," kata Andre.
Adapun ekspor makanan dan minuman Mayora Group telah mencapai 250 ribu kontainer sejak 10 tahun lalu. Andre mengatakan kontribusi ekspor mencapai 50 persen dari total penjualan perusahaan yang menembus Rp 35 triliun pada tahun lalu. "Kami sudah ekspor sekitar 50 persen dari total turn over kami. Sisanya untuk kebutuhan domestik," ujarnya.
Pada saat melepas ekspor produk Mayora, Presiden Joko Widodo mengatakan telah mengirim tim ke Filipina agar ekspor tetap berjalan dengan baik. Pemerintah, kata Jokowi, akan mendorong kegiatan ekspor dengan menyederhanakan regulasi.
Penyederhanaan regulasi tersebut diharapkan mampu memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit.
"Apabila ada hal yang tidak baik, perlu dikoreksi. Yang paling penting kecepatan ekspor harus didorong," ujar Jokowi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S. Lukman, mengatakan industri makanan dan minuman masih mengalami banyak kendala tarif dan nontarif. Pertumbuhan ekspor tahun lalu diperkirakan hanya 5 persen dari target 10 persen. Asosiasi berharap pemerintah bisa ikut menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kami berharap pemerintah membentuk tim khusus yang intensif untuk merundingkan G-to-G atau negara ke negara," Adhi. "Pasalnya, sampai saat ini masih banyak hambatan tarif dan nontarif yang perlu dibahas secara detail."
Dia berharap persoalan Mayora dengan pemerintah Filipina bisa terselesaikan. Menurut Adhi, salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah melalui perundingan preferential trade agreement dalam bentuk barter. Misalnya, apabila Indonesia mengalami hambatan, akan ada barter perjanjian dengan negara yang bersangkutan.
Hambatan ekspor, menurut Adhi, tidak hanya dialami Mayora. Hambatan yang sama dialami perusahaan lain dalam menembus pasar Afrika dan Amerika Latin. Rata-rata bea masuk yang dikenakan oleh negara tersebut melebihi 30 persen untuk pangan olahan. LARISSA HUDA
Tumbuh Melambat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo