Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu hasil perundingan

Paket april 1976 adalah kebijaksanaan untuk menurunkan pajak ekspor. akibatnya nilai ekspor naik & menguntungkan eksportir. di lain pihak kebijaksanaan ini merugikan pendapatan daerah. (eb)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN 1976 ini tahun baik bagi eksportir. Dalam paket April lalu pajak ekspor turun banyak -- sampai ada yang terhapus sama sekali. Tarif kapal tambang turun 1OO% pungutan daerah dan jasa di pelabuhan tidak lagi harus membebani biaya ekspor dan bunga kredit hingga tinggal 12% lagi. Juga keluhan mereka sekitar pungutan siluman telah didengar dengan baik oleh Menteri Perhubungan Emil Salim. Para Dirjen ditegur oleh Menteri agar menghapuskan pungutan tidak resmi yang selama ini dikenakan kepada masyarakat pemakai jasa-jasa perhubungan. Hasilnya melegakan -- seperti yang: diiginkan: ekspor melonjak nilainya. Ditjen Bea Cukai Tanjung Priok telah berani mengumumkan: "Dua bulan terakhir ini nilai ekspor di pelabuhan itu mencapai hampir AS$ 142 juta. Ini berarti telah jauh melewati nilai realisasi triwulan I tahun anggaran lalu yang cuma AS$ 125 juta lebih itu". Tanggapan pasar di luar negeri juga meriah. Contohnya: ternak Indonesia sudah mampu menyaingi harga sapi Australia dan RRT (lihat: Melawan Sapi Cina). Prof. Widjojo Nitisastro, Menteri Ekuin, telah menyampaikan harapan masa depan ekspor Indonesia itu untuk meyakinkan dunia dalam kesempatan sidang IGGI di Amsterdam lalu. Dan ini menyenangkan bagi yang mendengarnya. RAPBN 76/77 sudah siap untuk tidak mengharap terlalu banyak dari pajak ekspor. Cuma diharapkan masuk Rp 36 milyar -- separoh angka dari anggaran sebelumnya. Karena yang penting mengkatrol nilai ekspor tahun lalu yang turun AS$ 326 juta dibanding tahun sebelumnya. Lain Pusat lain pula Daerah. Pemda-Pemda tingkat I kaget bukan main mendengar sorak para eksportir yang menerima hadiah tahun ini. Penertiban pungutan siluman alias liar cukup bisa dimengerti. Tapi bagaimana kantong daerah yang biasa diisi melalui pungutan resmi, restribusi daerah jasa ini dan itu? Baiklah CESS, itu pungutan daerah ekspor hasil bumi, dihapuskan. Tapi setidaknya sekian prosen hasil devisa masih kembali ke daerah melalui ADO yang hidup kembali. Malangnya -- dengan terhapusnya pungutan daerah yang resmi itu -- berarti kepincangan rencana anggaran daerah yang telah tersusun. Salah seorang pejabat Pemda Riau menyatakan di Jakarta beberapa waktu lalu, anggaran daerahnya akan berkurang sekitar Rp 5 milyar, yang selama ini diharapkan dari pungutan ekspor. Gubernur Sulawesi Utara, HV. Worang juga akan kehilangan dana yang selama ini dipungut dari ekspor sekitar hampir Rp 1 milyar. Padahal dari dana itulah direncanakan untuk membangun proyek-proyek daerah. Terhapusnya dana itu, menurut Gubernur, "akan menghambat usaha pembangunan daerah, katanya, seperti dikutip Kompas minggu lalu. Mudah diduga hal yan sama dialami juga oleh daerah-daerah lain, yang selama ini banyak mengeluarkan peraturan daerah untuk memunguti bea dari barang ekspor daerahnya. Pemda Sulawesi Utara tak lebih dan tak kurang mengharapkan agar kas daerahnya, yang berkurang itu, akan mendapat tambahan dari Pusat. Pejabat dari Riau angkat bahu: "Terpaksa difikirkan untuk membuat peraturan daerah baru agar tetap diperoleh dana". Tampaknya kebijaksanaan mengenai ekspor, yang kelihatannya menopang soal perdagangan semata, sulit diikuti oleh kebijaksanaan di bidang lain. Seperti bidang pengelolaan pelabuhan dan bidang pemerintahan daerah pada umumnya. Sebab kebijaksanaan mengenai ekspor tak pernah luput dari peraturan daerah. Dan yang terakhir itu tampaknya masih belum siap ketika paket April itu dilaksanakan. "Sebetulnya kami ini belum diajak berunding", kata seorang di lingkungan Departemen Perhubungan. Hingga tak salah kalau Gubernur Worang juga wanti-wanti, agar penghapusan pajak & pungutan daerah, "tidak hanya mengakibatkan keuntungan yang lebih besar bagi para pedagang dan eksportir saja". Konon fihak-fihak yang merasa belum diajak berunding dalam hal paket April itu, kini ingin berunding dengan Departemen Perdagangan. Bagaimana hasilnya belum lagi diketahui hingga akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus