MULAI pekan ini, Bank Rakyat Indonesia (BRI) mendapat tugas baru menyediakan pembiayaan pengadaan pangan untuk kepentingan Bulog. Dananya, berupa kredit likuiditas berbunga rendah akan disediakan Bank Indonesia, yang untuk tahun anggaran ini alokasinya sekitar Rp 1,8 trilyun atau hampir 10% dari anggaran belanja tahun berjalan. Penandatanganan naskah Peralihan Kredit Bulog dari Bl kepada BRI ditandatangani Menteri Koperasi/KaBulog Bustanil Arifin, S.H., dan Dirut BRI Kamardi Arif yang disaksikan Gubernur Bl Arifin Siregar. Mulai saat itu pula Kepala Bulog, Bustanil Arifin, tidak perlu lagi mengetuk pintu Bl untuk memperoleh kredit pengadaan pangan, baik untuk membiayai impor gula maupun membeli beras dari dalam negeri. Sudah sejak 1968 Bank Sentral memang mengendalikan secara langsung seluruh pembiayaan pengadaan pangan bagi Bulog. Juga untuk menangani pelunasan pinjaman yang diberikannya. Depot Logistik (Dolog) Daerah, misalnya, baru diperbolehkan mengeluarkan beras dari gudang sesudah aparat ini menerima bukti setoran uang hasil penjualan pangan itu dari Bl. Belakangan, Gubernur Arifin rupanya melihat tugas rutin seperti kasir itu hanya menambah kesibukan tak berarti bagi Bl, yang tugas utamanya sebagai pengendali moneter. Arifin tampaknya cenderung mengalihkan tugas pembiayaan semacam itu kepada bank pelaksana. BRI selain sudah dikenal berpengalaman menyediakan kredit bagi KUD untuk pengadaan pangan bagi Bulog, juga punya jaringan cukup luas yang memudahkan penyaluran dana itu. Menurut catatan, bank ini punya 292 kantor cabang dan 3.617 kantor unit desa di 287, dari 307 kabupaten di seluruh Indonesia. Menurut Bustanil Arifin, secara teoretis pengalihan pembiayaan dan pengembalian pinjaman ke BRI itu akan mempercepat penghitungan neraca, mengingat di tingkat sub-Dolog bank ini juga punya cabang. Apalagi penyusunan neraca justru dimulai dari tingkat sub-Dolog, sebelum akhirnya dikonsolidasikan dalam bentuk neraca gabungan di Bulog. Karena itulah, "para kepala sub-Dolog dan kantor cabang BRI bisa saling mencocokkan, baik dalam menghitung penarikan maupun pengembalian kredit," ujar Bustanil. Mengingat jumlah pembiayaan Bulog cukup besar, diperkirakan akan meliputi Rp 1,8 trilyun dengan beban bunga Rp 60 milyar tiap tahun, maka "harus diusahakan administrasinya dijaga setertib-tertibnya." Karena administrasi dan koordinasi yang kurang tertib itulah konon, Kepala Dolog Kalimantan Timur (ketika itu) Budiadji, antara 1973 dan 1976, bisa memalsukan dokumen Bl, seperti bukti setor, bukti transfer rekening koran, dan delivery order (DO), hingga merugikan negara Rp 7,6 miIyar. Dalam acara penandatanganan pengalihan wewenang pekan lalu itu, Bustanil mengingatkan agar tindakan "orang-orang jenius" macam itu tidak terulang. Sebagai sumber pembiayaan murah itu, Bank Indonesia memberikan pinjaman likuiditas dengan bunga 4% setahun. Dana murah ini kemudian dipinjamkan lagi oleh BRI kepada Bulog dengan bunga 6% untuk pembiayaan pangan nongula. Sedang pinjaman likuiditas dengan bunga 10% dipinjamkan ke Bulog untuk pengadaan gula dengan bunga 12%. Tapi, tahun ini, Bulog sudah pasti tidak akan mengimpor gula. Untuk pembelian pangan dari dalam negeri tahun ini, Bulog ditaksir membutuhkan pembiayaan Rp 1,1 trilyun, lalu impor pangan nongula Rp 400 milyar, dan sekitar Rp 300 milyar lagi untuk operasi kerja. Dl dalam angka-angka itu ditentukan angka-angka pendapatan dan nasib jutaan petani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini