Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAU iPad gratis?” Tulisan besar-besar di sebuah koran itu langsung menyedot perhatian M. Taufiq. ”Gila nih iklan bank ini,” katanya. Matanya berbinar penuh nafsu. Maklumlah, iPad, komputer tablet bikinan Apple, sudah lama menjadi impiannya. Dia pun segera menyambar telepon selulernya menghubungi bank tersebut.
Beberapa menit kemudian, gairah yang meletup-letup tiba-tiba redup. ”Ternyata syaratnya berat, harus menabung jumlah tertentu selama 10 tahun,” katanya sembari meletakkan ponselnya. Wajahnya suram.
Hadiah iPad cuma salah satu siasat bank. Bank ANZ dan bank lain memberikan iming-iming itu untuk menarik penabung lebih banyak. Sebelumnya, bank-bank lain juga melakukan hal serupa dengan iming-iming bervariasi, mulai kotak makanan sampai BlackBerry.
Sejumlah bank memang sedang berlomba mendongkrak dana pihak ketiga untuk memenuhi ketentuan baru yang diteken Bank Indonesia. September lalu, bank sentral menaikkan aturan giro wajib minimum (GWM) dari 5 persen menjadi 8 persen dana pihak ketiga.
Tak hanya itu, bank sentral juga menetapkan ketentuan giro wajib itu berdasarkan rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga atau loan-to-deposit ratio (LDR), dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen. Kebijakan itu dilakukan secara bertahap. Giro wajib itu sudah berlaku sejak 1 November lalu dan GWM LDR dimulai 1 Maret tahun depan.
Bank-bank yang memiliki LDR di bawah angka 78-100 persen siap-siap saja kena penalti sekitar 0,1 di setiap perbedaan atau selisih 1 persen. Namun penalti tersebut tidak berlaku bagi bank dengan rasio kecukupan modal di atas 14 persen.
Aturan baru ini, menurut Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, diterapkan karena lambatnya perkembangan sektor riil. Selama ini bank-bank kebanjiran duit lebih. Selain itu, bank sentral berharap kebijakan ini bisa menekan laju inflasi.
Aturan baru itu diharapkan bisa mengerek kredit perbankan 35-40 persen. Berdasarkan catatan bank sentral, pertumbuhan kredit tahunan mencapai 21-22 persen. Angka ini hanya dihitung berdasarkan jumlah kredit yang sudah direalisasi dan belum memperhitungkan kredit tak terserap (undisbursed loan).
Aturan giro wajib minimum juga akan menekan kecenderungan bank menempatkan kelebihan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang cenderung tak produktif. Menurut perhitungan bank sentral, SBI akan turun setidaknya Rp 50 triliun menjadi Rp 300 triliun.
Saat ini kelebihan likuiditas atau duit di pasar mencapai Rp 350 triliun, hampir sama dengan dana yang ada di SBI. Kelebihan likuiditas ini terjadi karena kebijakan BI yang menurunkan giro wajib minimum pada 2008 untuk menghadapi krisis saat itu.
Direktur Riset dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso optimistis aturan baru itu bisa diterapkan Maret tahun depan. Bank sentral telah menghitung waktu yang dibutuhkan bank untuk mencari nasabah yang akan mendapat kucuran kredit. ”Ada waktu enam bulan bagi bank untuk mencari nasabah baru,” katanya.
Untuk memenuhi aturan baru itu dalam waktu enam bulan, perbankan harus bekerja ekstrakeras. PT BNI (Persero) Tbk., misalnya, mati-matian menggenjot rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga (LDR) dengan menerbitkan saham baru (rights issue) 3.374 miliar saham.
BNI menargetkan keuntungan sekitar Rp 10,4 triliun dari rights issue. ”Kami akan menaikkan secara bertahap, yang penting jangan terkena denda (disinsentif),” kata Direktur BNI Yap Tjay Soen, dua pekan lalu.
Saat ini rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga bank pelat merah itu 68 persen dengan rasio kecukupan modal (CAR) 12,5 persen. Angka ini masih di bawah ketentuan bank sentral sehingga BNI berpotensi terkena disinsentif.
Bank lainnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk., bisa bernapas lega. Rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga bank ini sudah mencapai 112 persen, di atas rata-rata ketentuan bank sentral. Rasio kecukupan modal juga sudah menembus 19,5 persen.
Meski begitu, BTN tetap berencana mencari tambahan dana sedikitnya Rp 1 triliun dari pasar untuk menambah rasio kecukupan modal. Aturan baru membuat CAR tersedot oleh kewajiban meningkatkan setoran primer kepada Bank Indonesia. Direktur Mortgage and Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara Irman Alvian beberapa waktu lalu mengatakan aturan baru itu membuat BTN harus menaikkan GWM.
Adapun Bank Mandiri sejak jauh hari sudah berniat membayar penalti Rp 600 miliar ketimbang memenuhi aturan itu. Bank Mandiri khawatir bila tak hati-hati menyalurkan kredit ke sektor riil, mereka bisa kena masalah lebih parah.
Namun Mandiri tetap berharap pertumbuhan kredit pada Desember ini mencapai 20 persen (dibanding tahun lalu). Sebenarnya Mandiri sudah menyiapkan plafon kredit hingga triliunan rupiah, tapi daya serap pasar masih rendah. ”Kami tetap optimistis akan mencapai target rasio LDR sesuai dengan syarat yang diberlakukan Bank Indonesia,” kata Direktur Komersial dan Bisnis Bank Mandiri Sunarso.
Begitu pula Bank Central Asia (BCA). Wakil Direktur Utama PT BCA Jahja Setiaatmadja beberapa waktu lalu menyatakan siap membayar denda ketimbang menaikkan kredit lebih dari 25 persen. Besarnya penalti yang harus dibayarkan sekitar Rp 160 miliar dari total dana pihak ketiga Rp 220 triliun.
Bagi bank besar, menurut pengamat perbankan Mirza Adityaswara, lebih baik membayar penalti daripada memenuhi target LDR yang ditetapkan Bank Indonesia. Apalagi bank dengan LDR di bawah 78 persen tidak bisa menyalurkan kredit dalam waktu singkat. ”Sehingga mereka akan membayar giro wajib yang ditentukan daripada memaksakan kredit tumbuh tapi tidak prudent (hati-hati),” katanya.
Apabila dipaksakan, jumlah kredit seret (nonperforming loan atau NPL) dikhawatirkan bakal membengkak. ”NPL tinggi malah akan merugikan Bank Indonesia,” kata Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan. Ia juga sangsi aturan ini mampu menggenjot jumlah kredit yang dikucurkan perbankan.
Tak hanya ancaman NPL, suku bunga perbankan dikhawatirkan pula ikut terdongkrak. Sebab, kebijakan ini dinilai akan menaikkan biaya cost of fund. ”Inflasi terjadi lagi sehingga kontraproduktif,” kata Sekretaris Komite Ekonomi Nasional Aviliani beberapa waktu lalu.
Kekhawatiran itu cukup beralasan. Sejumlah bank besar sudah berencana menaikkan bunga pinjaman sebagai respons atas kebijakan bank sentral. Meski belum ditentukan besarannya, kenaikan diperkirakan 10-15 basis point berdasarkan simulasi yang sudah dilakukan.
Kebijakan bank sentral untuk mengendalikan inflasi itu memaksa bank mendongkrak jumlah kredit yang disalurkan. Akibatnya, suku bunga pinjaman ikut terkerek. ”Ada kemungkinan menaikkan suku bunga kredit karena tidak semua bank siap,” kata Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Sentot A. Sentausa beberapa waktu lalu.
BCA juga berencana menaikkan tingkat suku bunga kredit sekitar 0,3 persen. Pengaruh denda bisa menurunkan biaya cost of fund hingga 0,15-0,2 persen atau menaikkan bunga kredit 0,3 persen. Selain menaikkan bunga pinjaman, BCA akan menurunkan bunga deposito.
Rencana bank menaikkan bunga kredit, menurut Darmin, hanya untuk menambah laba. Padahal yang diharapkan bank sentral sebaliknya, perbankan melakukan ekspansi kredit melalui kebijakan GWM dan LDR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo