Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAJAH Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Maluku, Boy Kaya, tampak belum puas setelah mengikuti Working Group Discussion II Forum Daerah Kepulauan yang digelar Tempo Media Group di Hotel Menara Peninsula Jakarta, kemarin, 1 Desember 2022. Bagaimana tidak, desakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan yang kian kencang didengungkan oleh perwakilan delapan kepala daerah yang hadir, termasuk Maluku, belum membuahkan hasil.
“Masih ada resistansi, padahal perbaikan hidup masyarakat kami bergantung pada RUU tersebut,” tuturnya kepada Tempo.
RUU Daerah Kepulauan belum juga diundangkan meski sudah dibahas selama hampir dua dekade terakhir. Selama ini provinsi kepulauan kerap mengeluhkan skema pemberian kewenangan atas sumber daya serta anggaran daerah yang masih berbasis pada jumlah penduduk dan luas daratan. Bila diketok palu, undang-undang baru itu akan memperkuat tujuh sektor utama yang bisa dikelola daerah kepulauan. Dari potensi perikanan dan kelautan, energi dan sumber daya mineral, pendidikan, kesehatan, perdagangan antarpulau, hingga ketenagakerjaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Working group discussion kali ini merupakan kelanjutan dari acara sebelumnya yang digelar pada 3 Oktober lalu. Diskusi pada Oktober lalu disambung kembali, kemarin, lengkap dengan kehadiran wakil pemerintah pusat.
Menurut Boy, provinsi kepulauan semestinya menerima hak pengelolaan dan anggaran yang setara dengan wilayah berbasis darat. Selama ini penyaluran anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk dua jenis wilayah itu dianggap sangat timpang. Merujuk pada data terbaru Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, total pendapatan dan belanja Provinsi Maluku pada tahun ini masing-masing sekitar Rp 2,87 triliun dan Rp 3,09 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sementara itu, penyaluran APBD level kabupaten di dalam Jawa bisa rata-rata di atas Rp 5 triliun,” ucap dia.
(dari kiri) Ahli Kelautan dan Perikanan IPB, Rokhmin Dahuri, Direktur Perencanaan Ruang dan Laut KKP, Suharyanto, Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Restuadi Daud, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafwa, dan Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera dalam acara Working Group Discussion (WGD) II Forum Daerah Kepulauan di Jakarta, 1 Desember 2022. Dok Tempo
Potensi Alam dan Energi Daerah Kepulauan
Bila APBD tetap berbasis jumlah penduduk dan area darat, kata dia, aliran dana daerah untuk Maluku terhitung kecil. Dengan penduduk berjumlah 1,84 juta jiwa, luas akumulasi 1.286 pulau di Maluku hanya 54.185 kilometer persegi, sedangkan luas perairannya menembus 653 ribu kilometer persegi. Padahal, Boy melanjutkan, Kepulauan Maluku memiliki potensi alam dan energi yang besar.
Salah satu proyek jumbo negara di Maluku adalah Lapangan Gas Abadi Masela atau Blok Masela yang ditargetkan bisa memproduksi 9,5 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun. Itu pun belum terhitung dengan potensi gas pipa hingga 150 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Pengembangan ladang energi itu diperkirakan menembus US$ 18-20 miliar, tapi masih tersendat karena persoalan investasi. “Hak kami dalam participating interest (PI) pengelolaan Blok Masela juga kecil,” tutur Boy.
Dia juga mengeluhkan aktivitas kapal ikan yang seenaknya masuk ke perairan Maluku tanpa timbal balik atau kontribusi terhadap otoritas setempat. Wilayah pengelolaan perikanan (WPPNRI) 714, 715, dan 718 di Maluku—masing-masing merupakan teritorial Laut Seram, Laut Banda, dan Laut Arafuru—diklaim menyumbang 30 persen hasil perikanan nasional. “Makanya, UU Daerah Kepulauan penting untuk memperkuat kewenangan kami.”
Di sela forum yang sama, Bupati Belitung Timur Burhanudin menyebutkan potensi tambang bijih timah di daerahnya sulit dikembangkan karena minimnya pendanaan dari pusat. Dari data Kementerian Dalam Negeri, realisasi pendapatan Kabupaten Belitung Timur hingga bulan lalu sebesar Rp 766,3 miliar, sedangkan realisasi belanjanya Rp 577,9 miliar.
“Untuk mengurus yang darat saja belum cukup. Kami butuh anggaran yang sesuai dengan seluruh ruang dan sumber daya,” katanya. Pengelola daerah bercirikan kepulauan, kata dia, sulit menuntut lebih karena harus mengikuti daftar belanja yang dipatok pemerintah pusat pada dana alokasi umum (DAU).
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nono Sampono, menilai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah belum menyentuh kebutuhan teknis di setiap daerah kepulauan. Dia menolak bila desakan dari delapan daerah kepulauan nantinya hanya diakomodasi dengan aturan turunan UU tersebut.
“Banyak hal dari daerah kepulauan yang belum terwadahi. Tak ada cara lain, harus lewat UU baru, tidak dengan peraturan pemerintah (PP) atau produk turunan lainnya,” ucap Nono. Dia mengimbuhkan, draf RUU Daerah Kepulauan sudah sampai di Badan Legislasi DPR. Pembahasan rancangan aturan yang sudah masuk daftar prioritas Dewan ini akan dipertajam dalam forum panitia khusus.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, memastikan kebutuhan pembangunan semua daerah selalu dinilai secara matang. Dalam Pasal 27-30 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, contohnya, pemerintah pusat diklaim sudah memperhatikan kewenangan dan percepatan pembangunan daerah provinsi berciri kepulauan. “Kita mengenal money photography. Jadi, dalam pembiayaan, dalam belanja, anggaran disesuaikan dengan kewenangan dan wilayah,” kata dia dalam forum diskusi Tempo.
Adapun anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, berharap pemerintah daerah kepulauan tidak lelah memperjuangkan haknya sehingga kepentingan mereka bisa terakomodasi.
NABILA ALYA (MAGANG) | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo