Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menggulirkan pelonggaran kebijakan pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor.
Rencana pelonggaran kebijakan digagas dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada Januari 2021.
Industri pembiayaan belum dapat memperkirakan seberapa besar dampak pelonggaran kebijakan terhadap kinerja mereka.
RENCANA itu makin terang, Kamis, 18 Februari lalu. Siang itu, seusai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan kebijakan pelonggaran ketentuan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. “Menjadi paling sedikit nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru,” kata Perry dalam jumpa pers yang digelar secara virtual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan baru ini berlaku efektif per 1 Maret hingga 31 Desember 2021. “Untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” tutur Perry.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari yang sama, Otoritas Jasa Keuangan juga mengumumkan bahwa bobot risiko kredit kendaraan bermotor telah diturunkan menjadi 50 persen dari 100 persen. Perbankan yang memenuhi kriteria profil risiko 1 dan 2, yakni bank yang dinilai punya kemungkinan kerugian sangat rendah dan menerapkan manajemen risiko secara memadai, bisa memberikan kredit kendaraan bermotor dengan uang muka nol persen.
Pelonggaran serupa diberlakukan bagi industri keuangan nonbank yang menyalurkan pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor. Bobot risiko pembiayaan kendaraan bermotor diturunkan menjadi 25-50 persen dari semula 37,5-75 persen. Perusahaan pembiayaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu juga dimungkinkan menerapkan kebijakan uang muka nol persen. Adapun aktiva tertimbang menurut risiko untuk pembiayaan kepada perusahaan yang memiliki program kepemilikan kendaraan (COP) diperhitungkan sebesar nol persen.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana, mengatakan pelonggaran kebijakan ini merupakan bagian dari stimulus untuk mendukung pemulihan sektor keuangan dan daya beli masyarakat. “Kami memikirkan cara agar sektor riil tetap bertahan, perbankan membaik, dan pada akhirnya pertumbuhan kredit lebih baik tahun ini,” ucap Heru dalam konferensi pers, Kamis, 18 Februari lalu.
Sepekan sebelumnya, rencana pelonggaran aturan kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor ini mencuat ketika pemerintah menyatakan akan memberikan potongan tarif pajak penjualan atas barang mewah buat kendaraan bermotor roda empat, Kamis, 11 Februari lalu. Potongan tarif pajak secara bertahap selama sembilan bulan, mulai Maret hingga November 2021, tersebut akan ditanggung pemerintah melalui program insentif dunia usaha dalam alokasi belanja Pemulihan Ekonomi Nasional 2021.
Kala itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa insentif fiskal ini perlu didukung revisi kebijakan kredit pembelian kendaraan bermotor. “Dengan insentif, konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah-atas akan meningkat, termasuk utilisasi industri otomotif. Pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini turut terdorong,” ujar Airlangga.
•••
RENCANA pelonggaran aturan kredit dan pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor sebenarnya telah diputuskan dalam Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan I pada Rabu, 27 Januari lalu. Rapat virtual ini diikuti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Lana Soelistianingsih.
Pertemuan itu menelurkan Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha guna mendorong pemulihan ekonomi. Disebut paket lantaran isinya beragam kebijakan lintas sektor, dari fiskal, moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, hingga penjaminan simpanan. Dalam paket tersebut, BI menegaskan akan melanjutkan kebijakan yang akomodatif dengan mempertahankan pelonggaran uang muka kredit kendaraan bermotor. OJK juga memastikan bakal mendorong fungsi intermediasi, antara lain dengan menurunkan bobot risiko kredit kendaraan bermotor. Sektor properti dan kesehatan disiapkan untuk mendapat pelonggaran aturan pembiayaan yang sama.
Dari survei permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan Januari 2021, Bank Indonesia memperkirakan penambahan pembiayaan rumah tangga dalam tiga-enam bulan ke depan masih terbatas. Sebagian besar responden rumah tangga (90,9 persen) belum punya rencana mengajukan permohonan pembiayaan.
Kendati begitu, kredit kepemilikan kendaraan menjadi tujuan utama kedua terbesar setelah kredit multiguna yang direncanakan responden dalam beberapa bulan ke depan. BI juga mencatat bank masih akan menjadi pilihan utama rumah tangga untuk memperoleh pembiayaan.
Industri lembaga keuangan nonbank agaknya tak mau buru-buru sumringah dengan adanya berbagai insentif yang digulirkan pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK. Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengakui setiap keringanan akan berdampak positif. “Tapi saya enggak bisa menebak (dampaknya) karena pasar yang menentukan,” kata Suwandi, Kamis, 18 Februari lalu.
Suwandi mengingatkan adanya faktor daya beli masyarakat yang akan sangat menentukan kinerja pembiayaan ke depan. Selain itu, kinerja pembiayaan bergantung pada kemampuan dana perusahaan pembiayaan. Di sisi lain, industri pembiayaan juga harus berupaya mencegah lonjakan kredit macet. APPI mencatat pembiayaan tahun lalu menyusut hingga 18 persen. Sampai Desember 2020, angka restrukturisasi pembiayaan industri multifinance telah mencapai Rp 189,96 triliun atau sekitar 48,52 persen dari total pembiayaan.
Direktur Utama Mandiri Tunas Finance Harjanto Tjitohardjojo mengatakan perusahaannya juga masih mengkaji rencana menindaklanjuti berbagai kebijakan OJK. Evaluasi masih perlu dilakukan lantaran calon debitor tetap harus membayar berbagai tarif untuk pembuatan dokumen kendaraan, seperti surat tanda nomor kendaraan dan buku pemilik kendaraan bermotor kendaraan. Senada dengan Suwandi, Harjanto mengatakan perusahaannya tetap perlu menyiapkan mitigasi terhadap risiko pembatalan transaksi secara sepihak atau konsumen tidak meneruskan angsuran. “Dengan uang muka nol persen, harus kami pastikan kemampuan konsumen dalam mengambil pembiayaan,” ucap Harjanto, Jumat, 19 Februari lalu.
Perusahaan pembiayaan Astra Credit Companies pun belum menyiapkan skenario khusus untuk merespons sejumlah kebijakan baru pada segmen pembiayaan kendaraan bermotor. EVP Corporate Communication & Strategic Management Astra Credit Companies Arifianto Soendoro mengatakan kebijakan pemerintah, BI, dan OJK bisa berpengaruh positif terhadap penjualan otomotif sekaligus memberikan peluang baru kepada industri pembiayaan yang mengalami penurunan angka penjualan cukup signifikan pada 2020. “Tapi kita lihat tiga bulan ke depan,” tutur Arifianto.
Hal senada dilontarkan Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim. Dia memastikan industri pembiayaan akan mendapat dampak positif dari meningkatnya jumlah permintaan kendaraan baru. “Cuma seberapa banyak, tidak bisa saya prediksi,” ujar Roni. Meski begitu, menurut dia, BCA Finance akan memanfaatkan momen ulang tahun Bank Central Asia pada akhir Februari ini untuk menggulirkan berbagai penawaran khusus guna menarik minat pembeli mobil baru. Salah satunya dalam bentuk penurunan bunga.
Dalam waktu dekat, OJK berencana menyurati perbankan dan lembaga pembiayaan agar dapat melaksanakan berbagai kebijakan baru tersebut. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo hakulyakin pelonggaran kebijakan akan menjadi langkah awal agar kredit dan pembiayaan bisa mulai tumbuh pada triwulan I 2021 dan menghasilkan efek berlipat untuk pemulihan ekonomi nasional. “Kita harus optimistis dengan pertimbangan yang terukur,” kata Anto.
AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo