Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menggarami Laut Merpati

DPR kembali menunda persetujuan privatisasi Merpati. Bank Mandiri belum memutuskan konversi utang Merpati menjadi saham.

27 September 2004 | 00.00 WIB

Menggarami Laut Merpati
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

KESABARAN karyawan PT Merpati Nusantara Airlines sungguh sedang diuji. Menjelang hari-hari terakhir masa baktinya, Komisi Keuangan DPR belum juga menjawab permintaan privatisasi Merpati. Padahal, persetujuan itu sangat besar maknanya bagi kelangsungan hidup perusahaan negara ini. Maklumlah, kondisi keuangan Merpati saat ini semakin repot.

Rapat kerja dengan para wakil rakyat, yang seyogianya 22 September lalu, akhirnya ditunda hingga Senin pekan ini. "Rapat malam ini terpaksa ditunda karena anggota Komisi Keuangan DPR tidak kuorum," kata Ketua Komisi Keuangan DPR, Emir Moeis. "Menteri Keuangan juga tak bisa hadir karena harus mengikuti rapat dengan Panitia Anggaran DPR."

Malam itu anggota Dewan sebetulnya akan menyetujui paket privatisasi Merpati. Paket itu adalah konversi utang pemerintah menjadi saham (mandatory convertible bond) senilai Rp 225 miliar, dan mengundang investor strategis (strategic sales) yang diharapkan menginjeksi modal Rp 600 miliar. "Jangan sampai Merpati tidak selamat gara-gara DPR tidak memberi persetujuan," kata Emir.

Kesabaran karyawan Merpati kembali diuji karena belum ada pernyataan pemerintah menyetujui konversi utang menjadi saham. Sebelumnya, Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, mengatakan pemerintah tidak ingin konversi utang itu dilakukan pada saat modal atau ekuiti Merpati masih negatif. "Hilang nanti (uang pemerintah)," kata Darmin.

Menurut Direktur Utama Merpati, Hotasi Nababan, penolakan Darmin itu wajar adanya. Tadinya Darmin berpikir konversi utang pemerintah lebih dulu dilakukan, atau sebelum konversi utang dua kreditor Merpati lainnya, Garuda Indonesia Rp 246,7 miliar, dan Bank Mandiri Rp 230,3 miliar. Memang benar, ekuiti Merpati tetap negatif bila hanya utang pemerintah yang dikonversi.

"Bagi pemerintah, langkah ini sama saja dengan menggarami air laut," kata Hotasi. Karena itu, solusinya adalah konversi saham itu akan dilakukan secara serentak, baik utang pemerintah maupun utang dua kreditor sesama perusahaan pelat merah itu. "Saya sudah menjelaskan kepada Pak Darmin soal ini, dan dia setuju bila konversi itu dilakukan bersamaan, kemudian langkah selanjutnya adalah mengundang investor," Hotasi mengungkapkan.

Ekuiti Merpati menjadi negatif lantaran utang Merpati mencapai Rp 1,3 triliun, tapi aset hanya Rp 800 miliar. Makanya, bila utang kepada pemerintah dan dua kreditor lainnya itu dikonversi menjadi saham, posisi keuangan Merpati akan lebih cantik sehingga lebih mudah menggaet investor. "Kami targetkan dana investor yang masuk itu minimal Rp 600 miliar," Hotasi meyakinkan.

Sayangnya, optimisme Hotasi itu masih menghadapi ganjalan. Sebab, pekan lalu Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi, mengatakan konversi utang pemerintah itu hanya bersifat sementara. Setelah ada investor strategis menjadi pemegang saham Merpati, penyertaan modal pemerintah itu harus dibayar. "Pembayaran ini perlu dilakukan karena kondisi keuangan pemerintah saat ini sedang defisit," kata Laksamana.

Konversi utang Bank Mandiri juga belum diputuskan manajemen bank negara ini. Ketika soal konversi utang bank itu dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Nimrod Sitorus, malah mengatakan Mandiri belum memutuskan untuk mengkonversi utang Merpati menjadi saham. "Kami masih mempelajari rencana bisnis Merpati sebelum mengambil keputusan," kata Nimrod. Utang ke Garuda tak ada masalah karena konversi saham itu sudah lama disetujui Garuda.

GM Corporate Secretary Merpati, Jaka Pujiyono, mengatakan sulit bagi Merpati bila konversi utang pemerintah hanya sementara. Soalnya, dana hasil strategic sales yang diperoleh nanti akan digunakan untuk perbaikan dan pengembangan Merpati ke depan. Antara lain untuk mengganti pesawat tua dan menambah pesawat baru. Armada yang kini hanya terdiri dari 38 unit sangat menyulitkan Merpati berkembang, sehingga perlu ditambah menjadi 60 unit.

"Investor tidak akan tertarik masuk ke Merpati bila nanti konversi saham pemerintah itu hanya sementara, kecuali setelah rencana Merpati menjual sahamnya ke publik terwujud tahun depan," kata Jaka. Soal konversi utang Bank Mandiri, Jaka menjelaskan bank ini memang masih menunggu sikap pemerintah. "Saya kira wajar saja bila Mandiri tidak mau terburu-buru menyatakan sikap," ujarnya.

Taufik Kamil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus