"TAHU nggak singkatan SDSB? Sudomo Datang Semua Beres atau sebaliknya Sudomo Datang Semua Berantakan," demikian kelakar seorang pria lewat radio. Waktu itu jarum jam baru saja melewati angka 6. Lalu pria di radio itu terkekeh. Gayanya santai. Heran? Ya, nggak perlu. Pria yang bertanya dan menjawab itu adalah Sudomo sendiri. Pagi itu Sang Menko Polkam dapat giliran tampil lewat program Porsi Kamu, satu acara yang sangat disukai dari radio Prambors, Jakarta. Seakan mengerti betul akan tuntutan pendengarnya, pengasuh acara tersebut, Ida Arimurti dan Krisna Purwana, semakin berani "menggoda" tamu mereka. "Bapak senang hewan?" tanya Ida. "Enggak. Saya senang yang cantik-cantik," kata Sudomo disusul tawa berderai. Dialog pun semakin nakal. Padahal lewat radio, dialog itu singgah di mana-mana. Mungkin di rumah pejabat, di warung kopi, di mobil-mobil. Namun, Menko Polkam Sudomo semakin larut dalam wawancara. Ia bahkan tak menolak ketika diminta menyanyikan lagu Kemesraan ciptaan Iwan Fals. Sudomo adalah satu dari sejumlah tokoh beken yang diajak berdialog oleh pewawancara Prambors, yang berkantor di Jalan Borobudur, Jakarta. "Ada seabrek tokoh bisnis dan menteri yang sudah kami wawancarai," kata Ida Arimurti, pengasuh acara Porsi Kamu. Kata Ida, wawancara dilakukan lewat telepon yang langsung diudarakan. Inilah satu metode wawancara yang semakin disempurnakan, oleh Prambors. Tepat ketika radio swasta itu berulang tahun ke-19, Ahad baru lalu, acara Porsi Kamu sudah merupakan mahkota bagi Prambors. Dan tokoh-tokoh yang diwawancarai semakin melambungkan gengsi radio swasta itu. Betapa tidak. Di samping Sudomo, ada Tungky Ariwibowo, Ginandjar Kartasasmita, Siswono Yudohusodo, Tanri Abeng, Bob Sadino, Sudwikatmono. Bahkan J.B. Sumarlin, Menteri Keuangan yang selalu sibuk itu, sempat pula mengisi acara Porsi Kamu. erkat gaya wawancara yang berani, lincah, dan orisinal, acara Porsi Kamu, yang tiap hari mengudara pukul 06.00 sampai pukul 09.00, berhasil menampilkan sisi lain dari orang yang diwawancarai. Memang banyak tokoh serius yang ditampilkan, tapi pendengar muda tetap suka. Di mana rahasianya? Diduga, kekuatan acara itu terletak pada angle wawancara. Biasanya pertanyaan sama sekali tidak menyinggung masalah pekerjaan, ekonomi, atau politik. "Kemasan wawancara kami yang enteng-enteng saja, santai tapi punya bobot," kata Ida. Agar tetap menarik, wawancara atau informasi dijalin dengan musik-musik yang tengah populer. Sampai di telinga terdengar pas, ringkas, padat, dan tak membosankan. "Apalagi Krisna selalu mengajukan pertanyaan yang nyerempet konyol," ujar Ida lagi. Dan itu rupanya cukup mengena. "Porsi Kamu jadi menarik, karena Mbak Ida dan Mas Krisna berani bertanya yang aneh-aneh pada menteri atau tokoh lainnya," komentar Tatia, remaja yang masih duduk di bangku SMP. Gadis ini mendengarkan acara tersebut lewat radio di mobilnya, saat berangkat ke sekolah. Program yang semula dimaksudkan sebagai pengantar ke sekolah dan ke kantor ini sekarang menjadi program andalan dari Prambors. Di samping itu, demi memperkaya acara, Prambors kini terjun langsung ke lapangan. Radio swasta itu seakan menyaingi RRI, membuat laporan langsung dari tempat kejadian. Misalnya peliputan PON XII tahun lalu. Untuk itu, mereka membentuk divisi peliputan, terdiri dari reporter, periset, penyusun materi wawancara, dan lain-lain. "Pokoknya, mirip wartawan mencari berita, deh," kata Nia Soewardi, Manajer Program Prambors. Menurut Nia, mengolah siaran langsung itu tak mudah. Apalagi reporter radio swasta itu belum mendapatkan pengakuan sebagai anggota PWI. "Ngurus ID card PON XII saja sulitnya minta ampun," ujar Nia. Sementara itu, peralatan untuk siaran pun masih sangat sederhana, berikut telepon mobil yang ditenteng dan aki mobil sebagai sumber energinya. Telepon tersebut ditempeli pengeras suara. "Kami belum punya mobil khusus untuk siaran langsung," kata Nia terus terang. Meskipun demikian, reporter dan crew Prambors -- seluruhnya 40 orang -- tak pernah mundur. Memang, mereka masih menghindari bursa saham, tapi beberapa topik yang basah seperti hukuman gantung Basri Masse, normalisasi Indonesia-RRC, atau asongan, mereka tampilkan lewat acara Rest and Relax. Untuk mengetahui seberapa jauh minat pendengarnya, Prambors mengadakan poll yang melibatkan 200 responden di Jakarta. Dari angket itu, diketahui bahwa 51% menyenangi topik berita musik, 25% ilmu teknologi, 9,5% politik, 7,5% ekonomi. Sisanya memilih berita ringan. Penyiar-penyiar radio Prambors disukai oleh 336 ribu pendengar. Dan ini merupakan lahan subur bagi iklan. Dengan modal itu, radio FM itu mampu menjaring iklan senilai Rp 80 juta per bulan. Penghasilan dari pembuatan jingle iklan dan paket siaran lainnya mencapai Rp 20 juta. Prospek Prambors tampaknya cerah. Asetnya kini mencapai Rp 700 juta. Padahal, 19 tahun silam, Prambors sempat digaruk kamtib DKI Jakarta, karena tak memiliki izin siaran. Waktu itu, Pemda DKI memang sedang gencar memberantas pemancar gelap. "Namun, lantaran anak muda saat itu sudah telanjur "gandrung" mengudara, kami lalu mengurus izin-izin yang diperlukan," kata Malik Sjafei, Direktur Utama PT Radio Prambors. Saat itu mereka tidak yakin bisa hidup terus. Modalnya pun hanya Rp 2 juta. Itu pun dirogoh dari kocek Bapak Bambang Wahyudi -- bos penerbit Indira. Namun, sejak awal berdiri, ujar Malik lagi, Prambors bertahan, mungkin terutama karena menomorsatukan pendengar muda. Sidartha Pratidina dan Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini