Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Karawang - Jali Subiarto, 49 tahun, salah satu petani padi di Indramayu tengah mempersiapkan musim panen tahap pertama yang akan dimulai pada November mendatang. Jali mengaku tengah khawatir karena saat ini lahan miliknya dan para petani lain tengah terserang hama tikus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tantangan sekarang ini mah hama tikus, aduh. Tapi produksi masih batas normal, alhamdulillah," ujar Jali saat ditemui Tempo di Desa Tanjung Mekar, Karawang Barat, Kamis, 12 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan saat ini hasil panen sedikit menurun akibat kekeringan ekstrem karena fenomena El Nino. Berdasarkan catatannya, kini hasil produksi rata-rata hanya sekitar 6 sampai 7 ton per hektare. Padahal saat musim sedang baik, kata dia, hasil panen bisa mencapai 8 ton. Sedangkan ketika musim sedang buruk, hasil panen hanya sebesar 4 ton.
Di sisi lain, Jali mengatakan petani kini senang karena tengah menikmati tingginya harga gabah. Jali sendiri menjual gabahnya tengkulak dengan harga Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kilogram. Bahkan kini, tutur Jali, harga gabah bisa terjual di atas Rp 7.000 per kilogram. Sedangkan hasil panen sebelumnya hanya terjual Rp 5.500 per kilogram.
"Alhamdulilah panen sekarang mah petani senang. Tapi ketika gabah mahal, otomatis dampaknya juga ke harga beras mahal. Jadi masyarakat juga yang repot," tutur Jali.
Ihwal ketersediaan pupuk, Jali mengatakan ia terbiasa membeli pupuk subsidi. Antara lain pupuk urea Rp 2.250 per kilogram dan NPK Rp 2.300 per kilogram. Menurut dia, saat ini pembelian pupuk bersubsidi juga mudah dan stoknya tersedia.
Namun, ia masih mengeluhkan tingginya harga pupuk nonsubsidi yang mencapai Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram. Sebab pupuk yang digunakannya, tidak hanya yang bersubsidi tetapi juga nonsubsidi.
"Kalau kejadian seperti ini hama tikus, kan jadi butuh pupuk lagi, sementara pupuk subsidinya sudah habis. Jadi terpaksa beli yang nonsubsidi yang mahal itu," kata Jali.
Suminta, 69 tahun, petani asal Karawang lainnya juga mengeluhkan hama tikus yang tengah menyerang lahannya. "Sudah dikasih obat, tapi enggak bisa, tetap banyak (hama tikus)," kata dia saat ditemui Tempo di lahannya, Desa Nagasari, Kawarang Barat pada Kamis, 12 Oktober 2023.
Selain itu, Suminta menyampaikan para petani sulit mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Pasalnya, kini Pertamina melarang pembelian BBM tersebut menggunakan jerigen. Sementara para petani, kata Suminta, tak semuanya memiliki mobil.
"Kalau enggak pake mobil, enggak bisa beli bensin. Padahal surat dari kelurahan biar diiznkan sudah dikasih, cuma tetap enggak bisa. Kasihan yang enggak punya mobil," ucap Suminto.
Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi mengatakan akan menghimpun keluhan-keluhan para petani itu. Khususnya soal hama tikus dan kendala mendapatkan BBM bersubsidi.
Arief pun tak menampik kendala tersebut telah mengakibatkan penurunan produksi. "Hari ini tadi cek di lapangan harusnya panen 5-6 ton hanya 2 ton. Itu jelas pasti menurunkan produktivitas dari tanaman pangan kuta, khususnya padi," ujar Arief saat ditemui di kantor PT Pupuk Kujang, Karawang, Jawa Barat pada hari yang sama.
Dia menyatakan akan menugaskan Direktur Jenderal Tanaman Pangan untuk berkoordinasi dengan Bupati dan Dinas Pertanian untuk menyelesaikan masalah hama ini. Sedangkan ihwal masalah akses BBM, Arief mengatakan akan berdiskusi dengan jajarannya dan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Nanti kami obrolkan dengan Pak Erick Thohir. Apakah tetap pakai jerigen ataupun pakai listrik biar murah," kata Arief.
RIANI SANUSI PUTRI