Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang diterapkan sejak tahun 2020 mendongkrak penerimaan pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan tersebut memungkinkan tujuh sektor industri (pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet) serta sektor ketenagalistrikan untuk membeli gas dengan harga murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak di sektor penerima HGBT meningkat dari Rp 37,16 triliun pada 2020, menjadi Rp 65,06 triliun pada 2023. “Penyumbang pajak tertinggi di sektor ketenagalistrikan, pupuk, baja, dan petrokimia,” kata Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram resminya @smindrawati, dikutip Kamis, 23 Januari 2025.
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan HGBT dilihat secara komprehensif, baik dari aspek korporasi, ekonomi, dan fiskal. Selain dari penerimaan pajak, kebijakan HGBT juga dinilai membawa dampak positif berupa perbaikan kinerja peningkatan margin laba bersih atau net profit margin (NPM) korporasi.
NPM korporasi pada sejumlah sektor yang menerima HGBT tercatat naik dari 6,21 persen pada 2020, menjadi 7,53 persen pada 2023. Menurut catatan Kementerian Keuangan, NPM tahun 2023 terbesar disumbang industri pupuk sebesar 12,73 persen, sarung tangan karet sebesar 11,36 persen, dan industri kaca 11,24 persen.
Sri Mulyani mengatakan meski pemberian HGBT bermanfaat bagi industri dan perekonomian, kebijakan tersebut juga menimbulkan beban fiskal, yakni berupa pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak diterima.