Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan efisiensi pembakaran dimethyl ether atau DME lebih baik dibanding liquefied petroleum gas atau elpiji. Sehingga, layak menjadi bahan bakar alternatif untuk program substitusi energi di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Fraksi karbon beratnya kalau di elpiji masih tertinggal di dalam sisa botol, sedangkan kalau DME masih bisa dioptimalkan, sehingga ini menjadi salah satu advantage (keuntungan),” kata Menteri ESDM dalam rilis, Senin, 21 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Arifin menuturkan, dari sekitar 200 percobaan yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) menunjukkan efisiensi pembakaran DME lebih baik dibanding elpiji.
Pemanfaatan DME menggunakan jenis batu bara yang memiliki kalori 3.800 kkal per kilogram. Sebab, tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan PLN.“Ini juga dilakukan di lokasi mulut tambang. Jadi, memudahkan proses pengangkutan,” katanya.
Menteri ESDM menyampaikan pemerintah telah memperhitungkan harga keekonomian DME yang telah disepakati agar produk ini mampu bersaing dengan harga elpiji.
Substitusi DME ini akan memberikan manfaat bagi Indonesia berupa pemanfaatan sumber daya alam, menghemat devisa impor elpiji, dan memenuhi in situ di lokasi mulut tambang yang dapat mengatasi isu kelangkaan.
Saat ini, Indonesia tengah membangun pabrik hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumatra Selatan. Proyek ini diproyeksikan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari bahan baku enam juta ton batu bara kalori rendah.
Pemerintah berharap proyek DME ini dapat membuka lapangan pekerjaan untuk 13 ribu orang pada tahap konstruksi. Adapun di sektor hilir yang akan dikelola Pertamina diharapkan mampu menciptakan 12 ribu lapangan pekerjaan baru.
Proyek hilirisasi batu bara menjadi DME tersebut merupakan hasil kerja sama antara Amerika Serikat dengan Indonesia melalui perusahaan Air Products & Chemicals Inc, PT Bukit Asam, dan Pertamina.
Pemerintah menargetkan perusahaan tersebut bisa merealisasikan nilai rencana investasi US$ 15 miliar untuk industri gasifikasi batu bara beserta turunannya di Indonesia.
Saat melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim tersebut pada Januari lalu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya hilirisasi, industrialisasi, dan pengurangan impor.
Menurut Jokowi, hilirisasi batu bara menjadi DME bisa menekan impor elpiji yang mencapai kisaran Rp 80 triliun.
“Impor kita elpiji itu gede banget, mungkin Rp 80-an triliun dari kebutuhan Rp 100-an triliun. Impornya Rp 80-an triliun. Itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya juga sudah sangat tinggi sekali. Subsidinya antara Rp 60 sampai Rp 70 triliun,” kata dia.
Jokowi mengungkapkan, jika hilirisasi batu bara menjadi DME mulai berproduksi, maka akan mengurangi subsidi dari APBN sekira Rp 7 triliun.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.