Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu Profesional Mengkapling Lahan

Lobi menjaring kandidat anggota BPK mulai hangat. Profesional dianggap lebih mudah diatur.

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIDUP mapan nyaman sebagai akuntan papan atas agaknya tak membuat Kanaka Puradiredja berpuas hati. Buktinya, mantan mitra Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) itu—satu dari lima kantor akuntan terkemuka di dunia yang kondang dengan sebutan "The Big Five"—tak menampik pinangan untuk menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebagai akuntan, Kanaka sebetulnya lebih suka bekerja di belakang layar. Tapi, bila akhirnya terpilih menjadi anggota BPK, ia pun tak menampik tampil ke depan. "Kalau memang negara membutuhkan, saya bersedia," katanya. Siapa gerangan yang "melamar" Kanaka? Tiada lain dari fraksi-fraksi sebagai kepanjangan tangan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat.

Kanaka sendiri enggan menyebut nama. "Tidak etislah," begitu alasannya. Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) itu cuma mengaku secara tak resmi sudah ditemui utusan sebuah fraksi di DPR beberapa waktu lalu. Pengakuan justru datang dari Muhammad Hatta, Ketua Fraksi Partai Golkar. Ia menerangkan, nama Kanaka memang masuk daftar kandidat anggota BPK yang bakal diajukan Partai Beringin.

Namun daftar itu masih terus bertambah. "Malam ini kami masih melakukan pendataan," katanya kepada Istiqomatul Hayati dari Tempo News Room, Jumat pekan lalu. Setelah pendataan selesai, kata Hatta, barulah partainya secara resmi melakukan pendekatan dengan para kandidat.

Seiring dengan berakhirnya masa tugas BPK, lobi memilih anggota baru lembaga audit negara itu memang mulai hangat. Undang-Undang No. 5/1973 memberikan hak kepada DPR mengusulkan nama kandidat. Selanjutnya, presidenlah yang akan memilih ketua, wakil ketua, dan lima anggota BPK dari daftar yang diajukan DPR. Untuk setiap lowongan keanggotaan BPK, DPR bisa mengusulkan tiga calon. Jadi, masing-masing fraksi bisa mengajukan 21 nama kandidat.

Sayangnya, tak setiap fraksi memanfaatkan kesempatan itu. Menurut Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Paskah Suzetta, ada fraksi yang hanya mengajukan 12, bahkan 10, nama kandidat. Namun, secara keseluruhan, saat ini telah terjaring sekitar 80 nama, yang menurut rencana akan diumumkan mulai pekan ini.

Masyarakat diberi kesempatan memberikan masukan dalam waktu tujuh hingga sepuluh hari. DPR sendiri bakal melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Pada akhirnya akan tersisa 21 nama yang akan diserahkan kepada presiden. "Nama-nama itu akan diurutkan sesuai dengan hasil uji kelayakan dan kepantasannya," ujar Paskah kepada Ramidi dari Tempo News Room.

Selain Kanaka, beredar sejumlah nama unggulan di bursa calon anggota BPK. Nama Satrio Budihardjo Joedono, Ketua BPK sekarang, juga ikut disebut-sebut. Demikian pula Bambang Wahyudi, koleganya di BPK. Sesuai dengan undang-undang, mereka memang masih bisa diangkat kembali sampai usia 65 tahun—yang merupakan batas usia anggota BPK.

Billy, panggilan akrab Satrio Budihardjo Joedono, sudah menyatakan kesanggupannya dipilih kembali. "Kalau ada orang yang lebih baik yang bisa menggantikan saya, alhamdulillah," katanya seperti dikutip Koran Tempo, "Kalau diberi kesempatan bertugas lagi, ya, bismillah." Namun peluang Billy untuk comeback dinilai kecil.

Pihak konservatif kabarnya "kapok" akan sikap lugasnya mengungkap aneka penyimpangan. Sebaliknya, pihak reformis menilai Billy terlalu lamban dan kurang bertindak membenahi BPK. Yang menarik, dari nama-nama yang beredar, tampak kecenderungan DPR menarik para profesional yang selama ini berkecimpung di bidang keuangan dan audit.

Hatta, misalnya, mengakui partainya mencari orang yang memiliki keunggulan dan mampu mengungkap persoalan keuangan. Demikian pula PDI Perjuangan. "Anggota BPK harus profesional dan proporsional," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung, seraya mengutip ucapan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang berpesan agar anggota BPK menguasai persoalan keuangan, dapat dipercaya, dan berani.

Tak aneh bila dari kubu Banteng Gemuk terdengar kabar mereka tengah menggadang-gadang Hadori Yunus. Bekas Wakil Ketua IAI ini dinilai sebagai akuntan profesional. Secara ideologis, Hadori juga dianggap dekat dengan PDIP karena menjadi Ketua Pimpinan Pusat Keluarga Besar Marhaenis.

Namun sumber TEMPO yang lain membisikkan bahwa nama yang sedang ditimbang-timbang PDIP adalah Junaedy Hadisumarto, bekas Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. "Dia bersih dan bebas dari korupsi," sumber itu meyakinkan.

Ada lagi nama Farid Prawiranegara. Sayang, Direktur Utama Indoconsult, perusahaan konsultan manajemen dan keuangan, yang biasanya ceplas-ceplos itu kali ini mendadak hemat bicara. Dia cuma membenarkan, "Pernah diajak bicara tentang BPK oleh beberapa teman yang kebetulan anggota DPR."

Satu di antara nama yang cukup kontroversial adalah Binhadi. Sebagai bankir, Komisaris Utama Bank Mandiri itu cukup dihormati. Cuma, usianya sudah melampaui ambang maksimal yang diizinkan undang-undang.

Binhadi sendiri cuma tertawa ketika ditanyai tentang kabar pencalonannya menjadi anggota BPK. Ia tak mengelak adanya "ajakan" dari kalangan politikus tertentu. Tapi, "Umur saya sudah 68 tahun, lo," katanya. Soal usia itu sudah disampaikannya kepada Emir Moeis, Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan DPR.

Riuhnya kasak-kusuk penjaringan kandidat tentu tak lepas dari fungsi strategis BPK. Lembaga ini tak cuma bisa melakukan pemeriksaan bukti, tapi juga mengevaluasi program, sebagaimana General Accounting Office di Amerika. Di masa Orde Baru, fungsi ini dibikin mandul antara lain dengan dibentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang kuat dan tersebar di seluruh Indonesia.

Peran penting BPK itu tentu sangat dipahami para politikus DPR. Tak aneh bila bertiup kabar bahwa sejumlah partai politik ingin mengkapling-kapling BPK. Pemilihan para profesional tak lepas dari taktik partai "menguasai" BPK. Mereka dianggap lebih gampang diatur ketimbang tokoh yang punya wibawa politik.

Soal ini tak dibantah Muhammad Hatta. Di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, katanya, sudah ada kesepakatan antarfraksi bahwa Golkar akan mendapat jatah tiga kursi BPK. "Itu sesuai dengan jumlah kursi masing-masing fraksi," katanya. Kecenderungan itu disesalkan Sudirman Said dari Perhimpunan Membangun Kembali Indonesia.

Memilih profesional sudah benar, tapi memelintir mereka untuk sekadar menjadi alat partai dinilainya menyedihkan. Hal serupa diakui Rizal Djalil dari Fraksi Reformasi. "Bisa-bisa BPK menjadi organisasi banci," ujarnya seraya merujuk amanat amendemen ketiga UUD 1945 bahwa BPK harus menjadi badan yang bebas dan mandiri.

Sudirman mengusulkan perbaikan proses pemilihan anggota BPK. Pemilihan hendaknya tak cuma melalui proses politis, tapi juga proses teknis. Caranya? Mengikuti contoh pemilihan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketika masyarakat bisa ikut mengajukan nama calon secara terbuka. Di tahap ini pula para kandidat diuji integritas dan track record-nya.

Bila perlu, mereka harus membuat makalah, menyerahkan daftar pengalaman kerja sebelumnya, menyerahkan rekomendasi bekas atasan, menjalani tes kebohongan, dan sebagainya. Dengan cara itu, proses rektrutmen menjadi lebih sehat, tidak tertutup, dan tidak penuh kasak-kusuk seperti sekarang.

Nugroho Dewanto, Y. Tomi Aryanto, Istiqomatul Hayati (Tempo News Room)


Sebagian Kandidat itu*

Satrio Budihardjo "Billy" Joedono

  • Ketua BPK
  • Menteri Perdagangan

    Junaedy Hadisumarto

  • Ketua Bappenas

    Kanaka Puradiredja

  • Partner Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG)
  • Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

    Karid Prawiranegara

  • Pemegang certified practicing accountant (CPA) dari Australia
  • Direktur Utama Indoconsult

    Suhandjono

  • Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara di masa Jaksa Agung A.M. Ghalib

    Hadori Yunus

  • Wakil Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
  • Ketua Pimpinan Pusat Keluarga Besar Marhaenis

    Imran

  • Deputi Ketua BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah

    Bambang Wahyudi

  • Anggota BPK

    * Serta riwayat pekerjaannya

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus