Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Agar Kantong Tak Bobol

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Skandal bantuan likuiditas Bank Indonesia membuktikan bahwa skema penyelamatan krisis perbankan sangat rawan penyelewengan. Ongkosnya luar biasa tinggi, dan sampai bertahun-tahun kemudian masih saja membebani anggaran negara yang ditanggung rakyat.

Namun, menghindar untuk tidak menyiapkan skema itu sama tidak mungkinnya dengan menolak kemungkinan kebangkrutan dalam bisnis perbankan itu sendiri. "Mungkin, kecuali Argentina, hampir semua negara memiliki program penyelamatan agar kebangkrutan satu bank tidak merembet menjadi krisis lebih luas," kata Binhadi, Komisaris Utama PT Bank Mandiri Tbk.

Negara dengan sistem sebaik Jepang sekalipun pertengahan tahun lalu tak mampu mengelak saat Resona Bank menyatakan diri bangkrut. Dengan berat hati, Menteri Keuangan Heizo Takenaka mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan uang para pembayar pajak untuk menginjeksi bank kelima terbesar di negeri itu hingga sekitar 2 triliun yen, atau hampir mencapai Rp 145 triliun.

Dan Indonesia bukan perkecualian. Karena itu, yang bisa dilakukan saat ini hanyalah membuat skema lebih ketat agar duit rakyat tak lagi mudah dijarah seperti sebelumnya.

Berikut butir-butir dalam Rancangan Undang-Undang Lembaga Penjaminan Simpanan yang dianggap akan mampu memperbaiki mekanisme itu:

Pasal 21
(1) Dalam hal suatu bank mengalami permasalahan kesehatan keuangan dan tidak dapat lagi diupayakan untuk menjadi sehat oleh Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan sesuai kewenangan masing-masing, OJK menetapkan apakah bank tersebut secara jelas tidak berdampak sistemik atau bukan.

Dalam ayat-ayat berikutnya disebutkan, berdasarkan kondisi bank bersangkutan, OJK bisa menyerahkan penyelesaiannya kepada Lembaga Penjamin Simpanan atau Komite Koordinasi, yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPS, OJK, dan Bank Indonesia. Komite ini akan menentukan apakah bank tersebut masih mungkin diselamatkan atau tidak, dengan memperhitungkan dampaknya bagi perekonomian nasional (sistemik).

(6) Apabila Komite menetapkan:

  1. masih solven dan tidak berdampak sistemik, maka bank akan disehatkan oleh BI melalui pelaksanaan fung- sinya sebagai lender of the last resort.
  2. sudah insolven dan tidak berdampak sistemik, maka bank diserahkan ke LPS.
  3. masih solven dan berdampak sistemik, maka bank diserahkan ke BI untuk disehatkan.
  4. sudah insolven dan membahayakan perekonomian nasional, bank diserahkan ke LPS.

Pasal 23
(1) a. Penyelesaian bank bermasalah yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan penyelamatan atau penutupan.

b. Penanganan bank bermasalah yang berdampak sistemik dilakukan dengan atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

(2) Keputusan penyelamatan atau penutupan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya yang diperlukan.

Pasal 30
Seluruh biaya penyelamatan bank yang dikeluarkan LPS menjadi penyertaan modal LPS pada bank.

Pasal 34
Jika syarat penyelamatan tidak terpenuhi, LPS memutuskan untuk melikuidasi bank.

Pasal 35
Penanganan bank bermasalah dengan mengikutsertakan pemegang saham dilakukan jika pemegang saham menyetor modal sekurang-kurangnya 20 persen dari perkiraan biaya penyelamatan.

Sumber: Departemen Keuangan (YTA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus