Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa pekan terakhir, Bank Indonesia sibuk menjaga rupiah. Dengan digelarnya dua konferensi dunia, Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Jakarta dan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Bandung, belum lama ini, tampaknya otoritas moneter ingin menunjukkan mata uang tuan rumah yang stabil. Tapi, dengan menyusutnya cadangan devisa, nilai rupiah akan agak sulit dikawal.
Bulan ini angka produk domestik bruto kuartal I 2015 akan diumumkan, dan sebagian analis memprediksi pertumbuhan tetap lesu di angka sekitar 5 persen, jauh di bawah target pertumbuhan 5,7 persen tahun ini. Pertumbuhan kredit juga lamban di tingkat 11 persen untuk kuartal pertama ini-jauh di bawah target pertumbuhan kredit Bank Indonesia sebesar 16-18 persen. Indeks harga saham gabungan juga mengalami penurunan 6,1 persen, yang cukup drastis pekan ini akibat kinerja kuartal pertama dari para emiten di bawah ekspektasi.
Tapi memang pertumbuhan kuartal pertama biasanya merupakan periode yang lamban. Setiap awal tahun, ekonomi rupanya perlu waktu untuk melakukan pemanasan. Makanya analis biasanya memakai pertumbuhan pada kuartal kedua sebagai acuan.
Walaupun demikian, beberapa perusahaan sudah mulai menjajaki bursa. Pertengahan Mei ini, perusahaan properti milik negara, PT PP Properti, akan go public dengan menawarkan 35 persen sahamnya. Perusahaan berharap dapat memperoleh modal tambahan Rp 1,5 triliun atau US$ 115 juta untuk membiayai beberapa proyek.
Tapi ada juga yang lebih berhati-hati dan bersikap menunggu sampai sentimen pasar pulih kembali. Perusahaan penerbangan Malaysia, AirAsia Group, telah menyampaikan niatnya menjual 20-30 persen dari unitnya di Indonesia, AirAsia Indonesia, pada pertengahan 2016. Perusahaan berharap dapat menarik sekitar US$ 300 juta tambahan modal dari bursa.
Tapi ini investasi portofolio. Sedangkan yang lebih dibutuhkan negara kita adalah investasi di sektor riil untuk dapat memicu pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Di konferensi WEF bulan lalu, Presiden Joko Widodo dalam sambutannya kepada para delegasi, yang banyak dari perusahaan-perusahaan global asing, meminta untuk meningkatkan investasinya di Indonesia. Tema WEF kali ini bertujuan mencari solusi untuk meningkatkan kepercayaan di kawasan Asia agar dapat meningkatkan alur barang, dana, dan orang buat kesejahteraan bersama. Fokus pandangnya ke masa depan.
Berselang beberapa hari kemudian, pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, fokus pandangnya berbalik ke masa lalu. Melihat Presiden Jokowi berjalan kaki bersama Perdana Menteri Cina Xi Jinping menyusuri jalan utama Kota Bandung, mengikuti jejak serupa yang dilakukan Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Cina Zhou Enlai 60 tahun yang lalu, mencerminkan seberapa jauh kita telah berkembang-sejak saat merebut kemerdekaan pada masa penjajahan sampai sekarang. Juga seberapa jauh perjalanan yang masih perlu ditempuh untuk meningkatkan pendapatan per kapita di seluruh wilayah Asia.
Presiden Jokowi pun mengatakan perlu adanya reformasi terhadap arsitektur keuangan global yang tidak terlalu bergantung pada Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Pengaruh dan partisipasi negara-negara Asia di badan-badan multilateral, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mulai terlihat dengan tumbuh pesatnya wilayah ini.
Hanya, perubahan ini cenderung berjalan secara bertahap dan butuh waktu lama. Presiden Jokowi tidak banyak membahas langkah spesifik untuk mengubahnya. Namun, dengan dibentuknya Bank Investasi Infrastruktur Asia, yang diprakarsai Cina dan diikuti sebagian besar negara maju, mungkin peningkatan peran Asia dapat dipercepat.
Manggi Habir (Ekonom, Komisaris Bank Danamon)
Kurs Rp per US$
Pekan lalu12.954
12.930 Penutupan 29 April 2015
IHSG
Pekan lalu5,435
5,086 Penutupan 30 April 2015
Inflasi
Pekan lalu6,3%
6,4% Maret 2015 YoY
BI Rate
Bulan lalu7,5%
7,5%
Cadangan Devisa
27 Februari 2015:US$ 115,5 miliar
US$ miliar 111,6 31 Maret 2015
Pertumbuhan PDB
2014 5,0%
5,7% Target 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo