Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan Asal Bubarkan Petral

Rencana Pertamina membubarkan Petral diragukan bisa menghabisi mafia impor minyak. Tak akan berarti tanpa merombak sistem pengadaan.

4 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno seperti mengulang sejarah pendahulunya, Dahlan Iskan. Di depan anggota Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat siang dua pekan lalu, ia mengungkapkan rencana pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral).

Berdasarkan laporan Pertamina, kata Rini, kegiatan pengadaan minyak oleh Petral semakin berkurang. Sebagian pembelian minyak telah dilakukan di Jakarta melalui Integrated Supply Chain, sehingga Petral layak ditutup. "Detailnya akan disampaikan Direktur Utama Pertamina kepada Presiden," kata Rini, Selasa pekan lalu.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto meyakinkan pembubaran Petral merupakan upaya efisiensi proses bisnis perseroan. Sebab, peran Petral kini tak lagi sentral setelah fungsi mereka dipindahkan ke anak usahanya di Singapura, yakni Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES). "Ini yang kami kaji, antara lain restrukturisasi Petral dan anak usahanya," ujarnya.

Dua hari sebelum Rini, di hadapan komisi yang berbeda di DPR, Dwi Soetjipto juga memaparkan rencananya terhadap Petral dan menata ulang proses pengadaan minyak mentah impor dan produk bahan bakar minyak. Berbekal penjelasan Dwi ini pula, Said Didu buru-buru menghadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN yang kini menjadi anggota staf ahli di kantor Sudirman itu minta izin agar diperbolehkan tampil dan berbicara di muka umum untuk mendukung rencana tersebut. "Petral ini seperti kolam oli berisi ular berbisa. Seharusnya sudah dibenahi sejak dulu," kata Said ketika ditemui Senin pekan lalu.

Perumpamaan Said terhadap Petral bukan tanpa alasan. Dia mengaku sudah lama geregetan untuk membubarkan unit usaha Pertamina yang dicap sebagai biang kerok impor minyak yang selama ini merugikan negara tersebut.

Menurut dia, sistem perdagangan minyak di Petral serba tertutup dan berbau kolusi. Sejak dulu, kata dia, siapa pun yang menyinggung Petral akan didatangi orang-orang yang dekat dengan lingkaran kekuasaan. Mereka akan minta agar suara miring itu dihentikan. "Bahkan sampai sekarang saya masih terima SMS yang minta jangan terlalu keras soal Petral," Said bercerita.

Said juga meminta izin Menteri Sudirman untuk menjelaskan posisi Petral agar masyarakat memperoleh informasi yang benar. Banyak orang salah mengira bahwa Petral yang akan dibubarkan Pertamina adalah perusahaan jual-beli minyak yang berkantor di Ngee Ann City, Orchard Road, Singapura. "Itu keliru. Petral yang mau dibubarkan Pertamina adalah yang berada di Hong Kong," kata Said.

Padahal, ia melanjutkan, yang diinginkan pemerintah untuk dirombak bahkan dibubarkan sejak dulu adalah Grup Petral secara keseluruhan, baik Petral yang berada di Hong Kong maupun Pertamina Energy Services (PES). Anak usaha Petral yang berada di Singapura sejak 1992 inilah yang selama ini menjalankan bisnis impor minyak buat Indonesia.

Hal ini dibenarkan Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang dibentuk Menteri Sudirman. Menurut Faisal, pembubaran Petral yang berada di Hong Kong tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai perombakan di anak usahanya yang berada di Singapura. "Selama ini yang menjalankan bisnis itu PES. Petral yang ada di Hong Kong memang tinggal nama saja dari dulu," ujarnya.

Berdasar penelusuran timnya, kata Faisal, Petral yang berada di Hong Kong hanya memiliki dua pegawai. Secara hukum, status Petral adalah anak usaha Pertamina. Adapun PES yang anak usaha Petral otomatis menjadi cucu usaha dari perusahaan minyak pelat merah nasional itu.

Kedudukan Petral sebagai induk usaha PES, Faisal menjelaskan, selama ini hanya bersifat administrasi. Direktur Utama Petral merangkap sebagai Direktur Utama PES. Laporan keuangan PES pun harus dikonsolidasikan dengan Petral sebelum dijadikan satu dengan Pertamina. "Buat apa dua kali konsolidasi? Apalagi perannya hanya sebagai administrasi tender, bukan trader secara murni."

Sejak diminta memberi masukan untuk membenahi tata kelola impor minyak, Faisal dan timnya menjadikan Petral sebagai sasaran. Pada Desember tahun lalu, tim ini mulai bersuara agar Petral ditiadakan. Tim juga meminta kewenangan PES dirombak dan dipangkas. Kendali tender disarankan kembali ke Pertamina secara penuh di bawah Divisi Integrated Supply Chain (ISC). Divisi ini sebenarnya terbentuk sejak 2008, tapi keberadaannya sempat dilumpuhkan dan cenderung diabaikan Pertamina. "Percuma Petral dibubarkan kalau PES tidak dibenahi," kata Faisal.

Namun rekomendasi tim tak segera dieksekusi oleh Pertamina. Pemulihan fungsi ISC baru berjalan pada awal Februari lalu. Adapun Petral dan PES, yang sudah mencium ancaman bagi usahanya, mulai memburu tender pengadaan impor minyak untuk berjaga-jaga.

Walhasil, PES berhasil mendapatkan kontrak bernilai ratusan juta dolar Amerika Serikat untuk memasok 10 juta kiloliter, dari alokasi 12 juta kiloliter minyak yang diperkirakan dibutuhkan hingga tengah tahun ini. Kontrak diteken pada Desember 2014 untuk periode enam bulan—jangka waktu terpanjang yang pernah ditandatangani oleh PES hingga saat ini. "Lazimnya itu paling lama tiga bulan," kata Faisal. Inilah yang menyebabkan PES tidak bisa diotak-atik hingga Juni nanti.

Pembubaran bersyarat, yakni disertai dengan perombakan fungsi dan sistem PES, inilah yang sebenarnya ditekankan dan diminta oleh Tim Reformasi bersama Kementerian Energi. Jadi bukan sekadar membubarkan Petral, seperti yang diungkapkan dalam rencana Pertamina.

Meski begitu, perusahaan ini berkeras mengatakan telah berupaya menjalankan rekomendasi tim Faisal. Buktinya adalah dengan mencopot Direktur Utama Petral Bambang Irianto pada Januari lalu. Disusul dengan rencana pembubaran Petral yang sedang disusun kajiannya. "ISC juga sudah dioptimalkan. PES juga terus kami persiapkan untuk murni jadi perusahaan trader," kata Dwi Soetjipto.

Seorang bekas petinggi Pertamina menyatakan sebenarnya tidak jadi masalah jika Pertamina membubarkan Petral dan PES sekaligus. Apalagi kedua perusahaan tersebut sudah identik dengan citra negatif di masyarakat. "Lebih baik bikin baru dengan sistem yang lebih transparan," katanya. Pertamina, ia melanjutkan, tidak perlu khawatir akan bersusah payah dari nol lagi untuk mengurus izin di Singapura jika Petral dan PES dibubarkan.

Ia yakin nama Pertamina sudah cukup besar untuk transaksi jual-beli minyak di Singapura. Apalagi Indonesia adalah pasar terbesar bagi perdagangan minyak di Asia. "ISC juga bisa beli langsung. Banyak yang mau jual langsung ke kita. Daripada tanggung-tanggung hanya dibubarkan yang di Hong Kong."

Saat ini Pertamina masih menunggu hasil kajian untuk pembubaran Petral. Rencananya, usul ini akan diserahkan ke pemegang saham dan Presiden Joko Widodo sebelum Petral diputuskan dibubarkan. "Pertamina akan melapor langsung ke Presiden mengenai masalah ini," ucap Menteri BUMN Rini Soemarno.

Padahal, kata Said Didu, urusan pembubaran Petral semestinya tak perlu sampai ke tangan Presiden. Sebab, ini hanya aksi korporasi. Tapi pernyataan Presiden memang dibutuhkan mengingat riwayat para pemburu rente di bisnis impor minyak kerap mendekati pemegang kekuasaan untuk memuluskan bisnisnya. "Kalau hanya sebatas menteri, mafia migas bakal menilai Presiden masih bisa didekati dan belum serius melawan mereka."

Gustidha Budiartie, Ayu Prima Sandi


Tanda Tanya buat Pertamina

PERTAMINA Energy Trading Limited (Petral) kembali menjadi sorotan setelah Tim Reformasi Tata Kelola Migas mendesak pembekuan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang berbasis di Hong Kong itu. Kini rencana pembubaran juga muncul dari dalam. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan Petral makin tak berperan setelah fungsinya dipindahkan ke anak usahanya di Singapura, yakni Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES). "Sedang kami kaji restrukturisasi Petral dan anak usahanya," kata Dwi di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Sudah lama orang curiga Petral jadi ajang bagi-bagi rezeki para elite penguasa bersama jaringan mafia di belakangnya. Tapi, sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, upaya menggusur Petral tak pernah berhasil. Banyak yang khawatir rencana pembubaran kali ini pun akan berujung pada sekadar pergantian "pemain" di lapangan yang sama.

Skema Pengadaan Minyak Mentah dan BBM tanpa Petral

  • Lelang pengadaan dilakukan Integrated Supply Chain (ISC) di Pertamina, Jakarta, yang tunduk pada hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Maka auditor dan penegak hukum (Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan lain-lain) dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
  • ISC melakukan tender terbuka dengan mengundang semua vendor terdaftar yang kredibel dan tidak terbatas pada perusahaan minyak nasional.
  • Pertamina Energy Services Pte Limited (PES) bisa menjadi peserta lelang.
  • PES mengefektifkan fungsinya dalam market intelligence di pasar minyak global dan regional sebagai masukan bagi ISC.

    "Saya sudah berbicara dengan Dirut Pertamina terkait dengan Petral. Pertamina sering terganggu citranya karena banyak isu mengenai Petral. Banyak yang isukan Petral dipakai tempat korupsi, tempat main-main. Petral itu anak perusahaan Pertamina yang kantornya di Singapura, sehingga lebih mudah menyembunyikan sesuatu atau lebih sulit mengontrolnya. Bahkan ada yang menuduh komisi yang diterima orang-orang tertentu dari transaksi Petral bisa berapa barel per tahun."
    Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara 2011-2014 (Februari 2012)

    "Rantai perdagangan impor minyak diganggu jaringan mafia yang berkolaborasi dengan Petral. Ada calonya. Mereka mendapat fee US$ 80 ribu per transaksi pengapalan minyak impor."
    Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (Desember 2014)

    "Kalau mau grusa-grusu, bisa saja kami mengikuti kemauan publik (membubarkan Petral). Tapi pemerintah menunggu rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas terkait dengan evaluasi kinerja Petral." (8 Desember 2014)

    "Mengenai Petral mau bubar atau tidak, itu urusan korporasi. Petral adalah anak usaha Pertamina, kami serahkan kepada Pertamina." (22 April 2015)
    Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus