Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Merespons Bunga dengan Minyak

21 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selamat datang di era dolar ketat. Rabu pekan lalu, The Federal Reserve menaikkan bunga 0,25 persen. Maka jangan lagi berharap pada melimpahnya dolar untuk melumasi pasar keuangan di negara-negara berkembang.

Lagi pula, kenaikan kali ini barulah awal rentetan panjang. The Fed sudah menetapkan trayek perjalanan bunga yang termaktub dalamSummary of Economic Projections. Bunga The Fed akan terus naik lagi secara bertahap, hingga menjadi 1,5 persen di akhir 2016 dan pada kisaran 3,5 persen di pengujung 2017.

Naiknya bunga mendorong dolar kembali ke tanah airnya. Dan di negara-negara berkembang, dolar yang mengalir pulang membuat neraca pembayaran goyah ke arah defisit. Walhasil, nilai mata uang tergerus. Bank sentral juga harus ikut menaikkan atau setidaknya menahan suku bunga agar kurs tidak ambrol. Ekonomi pun jadi lesu tertahan tingginya suku bunga. Apa boleh buat.

Itulah keputusanDewan Gubernur Bank Indonesia yang bersidangpada Kamis pekan lalu. Dewan Gubernur mempertahankan BI Rate pada 7,5 persen di tengah tekanan banyak pihak untuk menurunkannya. Ekonomi Indonesia belum mendapatkan perangsang berupa penurunan bunga.

Selain terhadap suku bunga The Fed, kita juga harus waspada atas rontoknya harga minyak. Sejak 2015, di anggaran negara cuma ada subsidi tetap untuk solar Rp 1.000 per liter. Maka jatuhnya harga minyak tak lagi memangkas pengeluaran, tapi hanya menurunkan pendapatan.

Turunnya harga minyak umumnya juga menyeret harga berbagai komoditas. Dampaknya, mesin pertumbuhan Indonesia, ekspor batu bara dan minyak sawit, akan tetap loyo dalam tempo dekat.

Berbagai proyeksi analis ataupun International Energy Agency menunjukkan harga minyak tak akan segera naik lagi, mengingat dunia saat ini sedang kebanjiran pasokan minyak. Terlebih lagi, pekan lalu Kongres Amerika Serikat mencabut larangan ekspor minyak Amerika yang sudah berlaku 40 tahun. Tambahan pasokan minyak Amerika ke pasar dunia tentu berpotensi meluruhkan harga.

Pepatah Cina bilang, dalam bahaya, selalu ada peluang. Sebetulnya, murahnya minyak juga dapat menjadi stimulus ekonomi Indonesia jika pemerintah bertindak cepat: menurunkan harga BBM untuk masyarakat. Pemerintah tak rugi sesen pun jika mengambil kebijakan ini, karena penjualan bahan bakar adalah tugas Pertamina.

Betul, Pertamina sempat merugi ketika tak bisa menaikkan harga bensin saat harga minyak masih tinggi di awal tahun. Karena itu, membiarkan Pertamina mengambil untung sekarang ini boleh jadi merupakan semacam kompensasi untuk menutup kerugian yang lalu.

Di awal Desember, ketika harga minyak masih berkisar US$ 40 per barel dan kurs juga sudah berkisar pada angka Rp 13.900, harga keekonomian Premium hanya Rp 6.688 per liter. Cukup jauh di bawah harga jual Rp 7.300 per liter. Sekarang, ketika harga Brent sudah di bawah US$ 36 per barel, harga keekonomian bensin pasti lebih murah lagi, karena kurs rupiah tak anjlok jauh. Artinya, kini ada kesempatan besar bagi pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Manfaatnya bagi ekonomi secara keseluruhan jauh lebih besar daripada menahan harga untuk menutup kerugian Pertamina.

Penurunan harga BBM jelas dapat menjadi stimulus yang instan bereaksi menggiatkan ekonomi. Ini juga lebih patut ketimbang berupaya mengintervensi BI agar menurunkan suku bunga. Entah mengapa,pemerintah malah enggan bertindak.

Yopie Hidayat Kontributor Tempo


KURS
Rp per US$ Pekan sebelumnya 13.954
14.028 Penutupan 17 Desember 2015

IHSG
Pekan sebelumnya 4.466
4.556 Penutupan 17 Desember 2015

INFLASI
Bulan sebelumnya 6,25%
4,89% November 2015 YoY

BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%

CADANGAN DEVISA
30 Oktober 2015 US$ 100,7 miliar
US$ miliar 100,24 30 November 2015

Pertumbuhan PDB
2014 5,0%
5,1% Target 2015

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus