Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARLOJI Martalena menunjukkan pukul empat sore. Mukanya agak masam memikirkan perjalanan dari sebuah gedung departemen di Medan Merdeka menuju rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia membayangkan asap kendaraan dan riuh klakson. "Kalau macet, bisa satu setengah jam. Kalau lancar, tak sampai setengah jam," katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo