Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan Daerah Air Mi--num Jakarta Raya (PAM Jaya) menghadapi babak baru. Tak hanya menjadi mandor proyek pengelolaan air bersih di Jakarta, PAM Jaya harus melayani produksi, pengolahan, hingga penyaluran air kepada konsumen di Ibu Kota. Mitra swasta kelak hanya menjadi subkontraktor, bukan pengendali utama. Transisi ini berlangsung satu tahun. Untuk dapat mengelola dan memperluas jangkauan layanan 100 persen pada 2030, perusahaan butuh investasi hingga Rp 30 triliun. “Tantangan ekspansi tentu soal pembiayaan,” kata Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo saat ditemui Khairul Anam, Putri Adityowati, dan Retno Sulistyowati di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu.
Ke mana arah negosiasi kerja sama baru ini nantinya?
Prinsipnya dilakukan secara perdata. Bisa pengambilan saham atau pemutusan kontrak dengan kompensasi. Dalam perjanjian kerja sama diatur perihal klausul exit itu. Yang pasti jangan sampai ada disruption. Tenaga operasionalnya tetap sama. Yang berubah hanya atasnya. Tapi pembahasan belum sampai ke harga.
Siapa yang akan diakuisisi dan siapa yang ditunggu sampai kontrak selesai?
Itu masih dalam tahap pembicaraan. Kalau kompensasi dan sebagainya hampir sama. Kami lihat nilai buku masing-masing.
Berapa uang yang dibutuhkan untuk akuisisi?
Masih harus kami hitung. Karena itu, kami lakukan uji tuntas.
Bukankah dulu sudah pernah ada hitungannya?
Pada 2012 kami mau beli itu Rp 600-700 miliar. Dikali dua, total Rp 1,2 triliun.
Apa plus-minusnya jika diselesaikan sampai kontrak berakhir?
Kalau menunggu sampai 2023, ya, tidak bayar apa-apa. Aset semua jadi milik PAM Jaya. Cuma, persoalannya, ada kebutuhan masyarakat yang ingin mendapatkan akses air bersih. Dan kalau kita hitung kebutuhan uangnya besar sekali.
Seperti apa asumsi hitungannya?
Ada jaringan yang harus dibuat dan instalasi penjernihan air yang harus dibangun. Ada juga distribusi yang harus diperluas dan penurunan nilai kehilangan air. Belum lagi harus ada tambahan air dari dalam dan luar. Seiring dengan kontrak yang akan habis, tidak mungkin swasta akan tanam uang segitu besar. Kalau mereka tambah modal, hitungan pada 2023 akan berbeda lagi. Sementara itu, kami harus mengembalikan dengan tingkat pengembalian sesuai dengan kesepakatan IRR (internal rate of return), Aetra 15,8 persen dan Palyja 22 persen.
Mengapa ekspansi jaringan terhambat?
Masalah investasi. Ada hitung-hitungannya untuk investasi satu tahun. Kami sudah ada kesepakatan dengan Aetra Rp 140-150 miliar. Tapi itu tidak cukup untuk ekspansi.
Bukankah target ekspansi berupa pertambahan panjang pipa per tahun?
Bukan begitu, ada nilainya. Itulah masalah yang terjadi dengan Palyja karena rebalancing tidak jalan. Rebalancing terakhir dengan Palyja terjadi pada 2008. Akhirnya tidak ada kesepakatan berapa investasi yang harus dikeluarkan per tahun. Sedangkan dengan Aetra ada master of agreement. Nilai investasinya sudah dipatok.
Bagaimana PAM Jaya bisa menjamin mampu mengelola semuanya?
Operasi PAM Jaya kurang-lebih akan sama. Artinya yang mengoperasikan tentu orang yang sesuai dengan kualifikasinya. Tantangan ekspansi tentu soal pembiayaan, juga bagaimana PAM Jaya dengan duit investasi Rp 30 triliun bisa mendulang pendapatan Rp 2,8-3 triliun per tahun. Kalau itu tidak bisa, pemerintah provinsi harus bersiap tambah modal Rp 5-10 triliun per tahun.
Bila pengelolaan diambil alih, di mana swasta akan terlibat?
Penurunan kebocoran air dengan performance risk. Berapa yang turun itu yang dibayar. Jadi betul-betul berdasarkan kinerja, bukan dibayar berdasarkan cost recovery. Kalau gagal, ya, itu risiko mereka.
Sejauh mana urgensi melibatkan swasta kembali?
Lebih ke update sumber daya dan teknologi. Begitu kami nanti jadi operator, mindset harus berubah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo