Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Infrastruktur
Empat Bank Danai BORR
Empat bank sepakat mengucurkan kredit sindikasi untuk pembiayaan proyek jalan tol lingkar luar Bogor (Bogor Ring Road/BORR). Pembiayaan yang dikucurkan tiga bank nasional dan satu bank daerah ini mencapai Rp 1,05 triliun. Penandatanganan perjanjian kredit ini dilakukan di Jakarta pekan lalu. Keempat bank itu adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, dan Bank Jabar Banten. Mandiri memberikan Rp 379,2 miliar, BNI Rp 331,8 miliar, BRI Rp 233,7 miliar, dan Bank Jabar Banten Rp 108,7 miliar.
Menurut Riswinandi, Direktur Corporate Banking Bank Mandiri, pendanaan oleh bank untuk proyek ini mencapai 70 persen. Kredit ini akan jatuh tempo pada Maret 2022 plus masa tenggang dua tahun. Adapun masa penarikan dana dibatasi hingga Maret 2012. "Skema suku bunga yang ditetapkan ialah sistem mengambang (floating) yang mengacu pada suku bunga deposito," kata Riswinandi. Jalan tol sepanjang 7,8 kilometer yang menghubungkan Sentul Selatan dengan Taman Yasmin ini diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan memberikan efek positif pada perekonomian Kabupaten Bogor.
Perbankan
Kredit Tumbuh 20 Persen
Bank Sentral optimistis kredit tahun depan bisa tumbuh lebih dari 20 persen. Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menjelaskan, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar lima persen, pertumbuhan kredit bisa 17-20 persen. Bahkan jika memungkinkan, pertumbuhan kredit malah bisa mencapai 24 persen. Salah satu faktor pendorongnya, menurut dia, adalah membaiknya sektor manufaktur. "Dari segi likuiditas perbankan, akan kami jaga supaya bisa (mencapai angka itu)," kata Darmin di kantornya pekan lalu.
Pertumbuhan kredit dari sektor manufaktur tahun ini memang tidak begitu menggembirakan. Pertumbuhan dari sektor pertanian, pertambangan, pengangkutan, komunikasi, dan listrik justru bagus. Namun Darmin optimistis pertumbuhan kredit sektor manufaktur akan membaik tahun depan. Sebab, pertumbuhan Indonesia lebih banyak didorong konsumsi. Adapun konsumsi paling banyak merupakan hasil produksi industri manufaktur.
Bursa
Astra Tekan Indeks
Melemahnya rupiah dan aksi ambil untung oleh investor mengakhiri kenaikan indeks pekan lalu. Alhasil, pada perdagangan menjelang penutupan pekan, indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia turun 15,441 poin atau 0,62 persen ke level 2.468,788, dari posisi sebelumnya 2.484,229. Analis PT Sinar Mas Sekuritas Alfiansyah mengatakan aksi ambil untung pada saham kelompok Astra memicu kejatuhan pada saham unggulan lainnya sehingga indeks jatuh. Harga saham Grup Astra sebelumnya terus menguat seiring dengan kenaikan indeks selama enam hari berturut-turut.
Selain itu, terpuruknya nilai tukar rupiah hingga lebih dari Rp 9.500 per dolar Amerika, kinerja bursa regional yang kurang mendukung, dan harga komoditas yang sedikit turun menyebabkan penguatan indeks terhenti. "Tekanan jual di saham unggulan, terutama sektor pertambangan, membuat investor mengalihkan portofolionya ke saham lapis dua," katanya. Volume perdagangan mencapai 9 miliar saham, tapi nilainya hanya sekitar Rp 3 triliun.
Perekonomian
BI Rate 6-7 Persen Awal 2010
Hasil survei PricewaterhouseCoopers, sebagian besar para pebisnis di Indonesia (71 persen) mengharapkan bunga acuan Bank Indonesia berkisar pada level 6-7 persen pada Januari tahun depan. Sementara itu, 13 persen pebisnis yang menjadi responden PwC memprediksi bunga acuan 7-8 persen. Selisih 1 persen, 12 persen responden berpendapat, suku bunga berada di level 5-6 persen.
Namun jumlah responden yang percaya BI Rate akan berkisar pada 6-7 persen melorot jadi 45 persen, ketika mereka ditanya soal kemungkinan suku bunga acuan pada Juli 2010. Jumlah yang percaya bunga akan turun ke kisaran 5-6 persen justru naik menjadi 23 persen. Sebaliknya, 19 persen responden malah memperkirakan bunga acuan itu naik hingga 7-8 persen.
Mengenai nilai tukar rupiah atas dolar Amerika, 58 persen responden berharap kurs pada level Rp 9.000-10 ribu per dolar Amerika dan sisanya berpendapat kurs pada level Rp 10-11 ribu. Survei mengenai barometer ekonomi ini disebarkan kepada 140 eksekutif senior di Indonesia, untuk melihat tinjauan ekonomi Indonesia dan dunia serta ekspektasi pertumbuhan bisnis mereka.
Otomotif
Penjualan Turun 25 Persen
Penjualan mobil tahun ini diperkirakan hanya turun 25 persen, lebih rendah daripada perkiraan semula, 40 persen. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Freddy Sutrisno mengatakan keyakinan itu muncul setelah penjualan mobil mulai membaik sejak awal semester kedua. Menurut dia, penjualan bulanan yang tadinya 32-33 ribu unit per bulan terus menanjak naik menjadi 40 ribu unit. "Bulan lalu (Oktober) sampai 52 ribu unit," kata Freddy.
Pengamat perbankan Edi Buntaran mengatakan penjualan itu didorong turunnya suku bunga kredit mobil dibanding semester pertama. Kini rata-rata bunga kredit lembaga pembiayaan 7-8 persen per tahun dibanding awal tahun sebesar 9 persen. "Calon konsumen masih perlu waktu untuk penyesuaian, apakah membeli mobil baru atau lainnya. Sulit meraih penjualan mobil seperti tahun lalu yang mencapai 600 ribu unit. Mungkin 450-500 ribu unit," tuturnya.
Cukai
Tarif Rokok Naik
Pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 15 persen mulai 1 Januari 2010. Kebijakan ini diberlakukan terkait dengan kebutuhan penerimaan negara tahun depan dari sektor itu yang mencapai Rp 55,9 triliun. Regulasi baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK011/2009 tentang tarif cukai hasil tembakau. Ada sembilan kategori obyek yang terkena kebijakan ini, antara lain sigaret putih mesin, sigaret kretek mesin, sigaret kretek/putih tangan, sigaret kretek/putih tangan filter, tembakau iris, rokok daun/klobot, sigaret klembak menyan, dan cerutu.
Nantinya, tarif baru jenis sigaret kretek mesin golongan I dan II rata-rata naik Rp 20. Tarif sigaret putih mesin golongan I rata-rata naik Rp 35 dan golongan II rata-rata naik Rp 28. Tarif sigaret kretek tangan golongan I dan II rata-rata naik Rp 15 serta golongan III rata-rata naik Rp 25. Adapun hasil tembakau lainnya tak berubah. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu, selain demi pencapaian target, kebijakan baru ini mengarah pada rencana penetapan tarif tunggal. "Jadi nanti industri rokok cuma ada dua, dengan tangan atau mesin," katanya.
Anggaran
Penerimaan Pajak Lamban
Hingga pertengahan November, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 75 persen dari yang ditargetkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan 2009. Padahal sisa waktu pencapaian tinggal dua bulan. Menurut Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo, hingga 16 November penerimaan pajak baru mencapai Rp 433,05 triliun dari target total Rp 577,4 triliun. Meski demikian, ia optimistis bisa mencapainya. "Masih ada dua bulan, maka kami intensif menagih," katanya seusai rapat pimpinan Departemen Keuangan pekan lalu.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan realisasi dari beberapa pos anggaran tahun ini berada di bawah target. Salah satunya penerimaan perpajakan yang hingga akhir tahun dperkirakan hanya mencapai 95,3-95,6 persen. "Tapi masih dalam kisaran yang kami perkirakan," ujarnya.
Ekonomi Makro
Neraca Pembayaran Surplus
Neraca pembayaran untuk triwulan III mengalami kelebihan (surplus) US$ 3,5 miliar atau setara dengan Rp 33,25 triliun. Angka itu meningkat tiga kali lipat dibanding triwulan lalu yang mencapai US$ 1,1 miliar atau setara dengan Rp 10,4 triliun. Menurut Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Dyah Makhijani, surplus itu didorong oleh perbaikan kinerja transaksi modal dan finansial.
Hal itu didukung oleh kondisi makroekonomi dalam negeri yang membaik dan suku bunga instrumen rupiah yang relatif menarik. "Sehingga bisa memicu kenaikan arus masuk investasi portofolio," ujarnya. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo