Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

7 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Pusat Batal Beli Newmont

Rencana pemerintah pusat membeli tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara terancam gagal. Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Dolfie O.F. Palit, mengatakan pemerintah tak mencantumkan dana pembelian saham dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 dan RAPBN 2014. "Tidak dibahas dalam APBN, sudah pasti tidak bisa dieksekusi tahun ini," katanya Senin pekan lalu.

Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat sama-sama berminat menguasai tujuh persen saham Newmont senilai Rp 2,3 triliun. Minat membeli kuat disuarakan sejak Menteri Keuangan dijabat Agus Martowardojo. Rencana Agus terhalang oleh politikus Senayan, yang dimotori Partai Golkar.

Setelah Agus menjadi Gubernur Bank Indonesia dan digantikan oleh Chatib Basri, rencana pembelian saham Newmont mengendur. Menurut Chatib, pemerintah meninjau ulang rencana ini. "Kami melihat mana yang terbaik, apakah dibeli pemerintah, BUMN, atau BUMD." Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pun meminta divestasi diberikan ke daerah.

Daerah Minta 20 Persen Saham Inalum

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta 10 kabupaten dan kota menuntut jatah 20 persen saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Bupati Samosir Mangin­dar Simbolon mengatakan permintaan itu harus dipe­nuhi setelah Inalum diambil alih pemerintah pusat. "Jika daerah tidak memiliki saham, Inalum tidak akan berjalan baik," katanya Senin pekan lalu.

Konsorsium pemerintah daerah itu menggandeng perusahaan tambang PT Toba Sejahtera. Awal Januari 2011, Presiden Komisaris Toba Sejahtera Luhut Binsar Panjaitan mengklaim menyiapkan dana US$ 700 juta untuk mengakuisisi 58,88 persen saham Inalum.

Dana itu berasal dari Deutsche Bank dan BNP Paribas. "Dana akuisisi dari kami, perusahaan daerah mendapat golden share," ujarnya.

Alat Pantau Konsumsi BBM

Payung hukum pemasangan pemantau konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi dengan teknologi radio frequency identification (RFID) diteken Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto berharap tag RFID segera dipasang pada kendaraan pribadi Juli ini. "Sudah diteken sebagai lembaran negara," katanya Selasa pekan lalu.

Direktur Marketing dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengatakan pemasangan RFID tertunda karena alat yang diimpor dari Cina dan Korea itu terlambat datang. Pemasangan ini seharusnya dimulai 1 Juli lalu dan ditargetkan selesai pertengahan tahun depan. Total ada 11 juta mobil penumpang, 80 juta sepeda motor, 3 juta bus, dan 6 juta truk yang akan dipasangi RFID.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengusulkan RFID dipasang setelah Lebaran atau awal Agustus. "Jangan buru-buru. Harga BBM baru saja naik, biar masyarakat tenang dulu," ucapnya.

Rakyat Miskin Tak Rasakan Pertumbuhan

Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Dantes Simbolon mengatakan pertumbuhan perekonomian tidak dirasakan penduduk miskin. Pertumbuhan hanya dirasakan masyarakat berpendidikan tinggi. Kelompok miskin umumnya berpendidikan rendah dan berusia tua.

Pengurangan kemiskinan bukan berasal dari naiknya aktivitas ekonomi yang mendorong pertumbuhan, melainkan bertumpu pada program seperti beras murah dan jaminan kesehatan masyarakat. "Faktanya (masyarakat miskin) tidak ikut berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi," ujarnya Senin pekan lalu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2010 terus tumbuh di atas 6 persen. Tahun ini pemerintah menargetkan ekonomi bisa tumbuh hingga 6,3 persen. Data BPS menyebutkan jumlah penduduk miskin pada 2010 tercatat 31,02 juta orang, lalu turun tipis pada Maret 2011 menjadi 30,02 juta orang. Hingga Maret 2013, jumlah penduduk miskin tercatat 28,07 juta orang atau hanya turun 0,52 juta orang dibanding pada September tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus