Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

28 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebijakan Fiskal
Cukai Rokok Naik

KEMENTERIAN Keuangan menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 15 persen mulai awal tahun depan. Rokok kretek dengan harga eceran lebih dari Rp 600 per batang, misalnya, dipungut cukai Rp 355 dari sebelumnya Rp 310 per batang. Adapun rokok putih pada kategori yang sama akan dikenai cukai Rp 365 dari sebelumnya Rp 310 per batang.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan keputusan ini salah satu upaya pemerintah menurunkan konsumsi rokok di dalam negeri. "Kami sudah membicarakan ini bersama Dewan Perwakilan Rakyat," katanya Senin pekan lalu. Peraturan Menteri Keuangan tentang kenaikan cukai ini diteken pada 9 November lalu.

Kendati aturan itu baru akan diterapkan tahun depan, industri rokok mengecam kebijakan ini karena khawatir kenaikan cukai bakal menambah beban produksi. Kamis pekan lalu Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) mengadukan persoalan ini ke Komisi Keuangan DPR. Formasi meminta pemerintah membatalkan kebijakan itu. "Kenaikan sekarang tidak adil, mohon dibatalkan," kata Ketua Formasi Guntur.

Minyak dan Gas
Kontrak Baru Migas Diteken

KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral menyetujui 11 kontrak kerja sama untuk kegiatan eksplorasi dengan total komitmen investasi US$ 201,3 juta. Penandatanganan itu disaksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Senin pekan lalu, di Jakarta. Dengan demikian, sepanjang tahun ini ada 16 kontrak kerja sama migas baru untuk eksplorasi telah diteken.

Kontrak baru itu antara lain wilayah kerja Arguni I milik Eni Arguni I Limited, East Jabung milik Pan Orient Energy East Jabung Pty Ltd, Ranau milik Prabu Energy Pty Ltd, Northeast Madura milik Techwin Energy Northeast Madura Ltd, dan West Tanjung milik PT MRI Energy.

Selanjutnya, Belayan milik PT Geraldo Energy; East Simenggaris milik Sonlaw United Corporation; Babar Selaru milik Inpex Banda Sea Limited; Semai IV milik Murphy Semai IV Limited; North Ganal milik konsorsium Nika Resources Limited, North Ganal Energy Limited, Statoil Indonesia North Ganal AS, ENI North Ganal Limited, dan GDF Suez New Project Indonesia B.V. Ada pula wilayah kerja Obi milik konsorsium Niko Reasources (Obi) Limited, Statoil Indonesia Obi A.S., dan Zimorex N.V.

Pertambangan
BPK Kuliti Divestasi Newmont

BADAN Pemeriksa Keuangan akan mengaudit pembelian 24 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara oleh PT Multi Daerah Bersaing, konsorsium anak perusahaan Grup Bakrie PT Multicapital dan PT Daerah Maju Bersaing yang dimiliki tiga pemerintah daerah di Nusa Tenggara Barat. Audit juga akan memeriksa dugaan Multi Daerah Bersaing mengagunkan saham Newmont kepada Credit Suisse cabang Singapura. "Audit ini akan tuntas pada Maret atau April tahun depan," kata anggota BPK, Taufiequrachman Ruki, Selasa pekan lalu.

Sebelumnya, Ketua BPK Hadi Poernomo menolak permintaan Kementerian Keuangan agar pembelian 24 persen saham Newmont tersebut diaudit dengan alasan bukan diajukan oleh Presiden. Badan Pemeriksa justru menggarap permintaan DPR agar pembelian 7 persen saham oleh Pusat Investasi Pemerintah diaudit. Hasilnya, pembelian tersebut dianggap melanggar prosedur karena tidak melalui persetujuan Dewan.

Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Achsanul Qosasi mendukung audit pembelian 24 persen saham Newmont. "BPK memang harus mengaudit pembelian itu," katanya pekan lalu. Audit tersebut penting karena berhubungan dengan kepatuhan terhadap kontrak karya antara pemerintah Indonesia dan Newmont.

Badan Usaha Milik Negara
Djakarta Lloyd Terancam Bangkrut

NASIB PT Djakarta Lloyd (Persero) kian memprihatinkan. Sejak Februari lalu, badan usaha milik negara bidang pelayaran ini tidak mengantongi pendapatan karena banyak kapalnya yang rusak dan terancam disita akibat pinjaman macet. "Kami berharap Kementerian BUMN membantu agar perseroan bisa beroperasi kembali," ujar Direktur Utama Djakarta Lloyd Syahril Japarin di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Perusahaan yang berdiri sejak 1950 ini juga terjerat utang Rp 3,6 triliun. Sebagian besar berupa penerusan pinjaman Rp 2,4 triliun dan sisanya utang kepada 200 kreditor serta rekanan dari dalam dan luar negeri. Beberapa kreditor mengajukan gugatan pailit karena pembayaran macet. Salah satunya Bank Indover, yang perkaranya telah sampai tahap kasasi sejak Februari lalu.

Kementerian BUMN telah meminta PT Perusahaan Pengelola Aset mengkaji sejumlah opsi penyelamatan Djakarta Lloyd. Salah satunya dengan pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang kepada para kreditor. "Tuntutan itu sangat mengganggu jalannya operasional dan kelangsungan usaha perusahaan," kata Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Pasar Modal
Viva Media Melantai di Bursa

SAHAM PT Visi Media Asia Tbk mulai diperdagangkan di lantai Bursa Efek Indonesia, Senin pekan lalu. Kelompok media Grup Bakrie ini melepas 1,67 miliar lembar sahamnya kepada publik senilai Rp 500 miliar dengan penjamin emisi efek PT Ciptadana Securities dan PT Danatama Makmur.

Dalam pembukaan perdagangan pada awal pekan lalu, harga saham berkode VIVA yang dibuka pada Rp 300 langsung meroket ke level Rp 400, bahkan sempat menyentuh level Rp 450 per lembar. "Ini momen terpenting bagi kami," kata Presiden Direktur Visi Media Erick Thohir. Rencananya, 40 persen dana yang diperoleh digunakan Visi Media untuk membayar utang US$ 54 juta kepada Credit Suisse Cabang Singapura. Sebesar 40 persen untuk belanja modal pengembangan anak perusahaan dan sisanya modal kerja.

Dalam penawaran perdana itu, investor lokal mendominasi pembelian saham Visi Media, sedangkan sisanya investor asal Singapura. "Saya kaget, ternyata ada investor luar negeri yang berminat, meskipun jumlahnya kecil-kecil," ujar Direktur Eksekutif Danatama Makmur Vicky Ganda Saputra.

Otomotif
Suzuki Gugat Volkswagen

SUZUKI Motor, pabrik kendaraan bermotor asal Jepang, mengajukan arbitrase bersama Kamar Dagang Internasional untuk mengakhiri kongsi mereka dengan perusahaan mobil Jerman, Volkswagen. Suzuki menilai kerja sama alih teknologi yang selama ini dilakukan gagal.

Proses arbitrase telah berlangsung di Pengadilan Arbitrase Internasional London, Rabu pekan lalu. Upaya ini dilakukan untuk memaksa Volkswagen melepas kepemilikannya di Suzuki. "Kami meminta saham-saham itu segera dijual kembali kepada kami atau pihak ketiga yang ditunjuk," kata manajemen Suzuki, seperti dikutip Yahoonews.com. Suzuki meminta penyerahan saham dilakukan selambat-lambatnya pada 2012.

Kerja sama Suzuki dengan Volkswagen berawal pada 2009. Saat itu Volkswagen mengucurkan investasi US$ 2,3 miliar untuk menguasai 19,89 persen saham Suzuki. Bagi Suzuki, aksi korporasi ini penting untuk mengadopsi teknologi mobil hibrida dan ramah lingkungan. Sedangkan Volkswagen berharap bisa menggarap segmen mobil kecil untuk pasar negara berkembang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus