Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Segepok berkas tertumpuk rapi di meja kerja Bibit Samad Rianto. Isinya ringkasan puluhan perkara yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya susun file dengan baik, agar tidak merepotkan pemimpin berikutnya," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan itu di ruang kerjanya Kamis pekan lalu. Ringkasan perkara itu akan menjadi pekerjaan rumah empat pemimpin KPK, yakni dia, M. Jasin, Haryono Umar, dan Chandra M. Hamzah. Masa jabatan mereka berakhir 17 Desember mendatang.
File itu berisi perkembangan penanganan perkara pada setiap tahap, dari pengumpulan bahan dan keterangan, penyelidikan, sampai penyidikan. Tapi ringkasan itu tidak membuat kesimpulan yang mengarah ke penetapan tersangka. Persepsi pemimpin lama KPK pun dibersihkan. "Kalau bisa naik ke penyidikan, ya, naik saja sesuai dengan faktanya," ujar Bibit. Menurut dia, ikhtisar perkara dan dokumen pendukungnya akan diserahkan ke pemimpin baru KPK saat serah-terima jabatan. Selanjutnya, ada waktu sepekan bagi pemimpin lama dan pemimpin baru untuk berdiskusi. "Supaya peralihannya lancar," kata Bibit.
Tahun ini, KPK sedang menyelidiki 58 kasus. Ada juga 27 kasus dalam tahap penyidikan. Jumlah kasus dalam tahap penyelidikan itu meningkat dibanding tahun lalu, 54 kasus. Namun, pada tingkat penyidikan, ada penurunan jumlah dari sebelumnya sebanyak 40 kasus.
Yang paling membetot perhatian publik adalah kasus-kasus dengan aktor utama M. Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat. Sejauh ini, KPK baru menyelesaikan penyidikan kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dua terdakwa telah divonis: Mindo Rosalina Manulang dihukum 2 tahun 6 bulan penjara dan Mohammad el-Idris dihukum 2 tahun penjara. Adapun Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam baru dituntut 6 tahun penjara. Sedangkan Nazar sendiri baru akan menjalani persidangan kasusnya pekan ini.
Di luar Wisma Atlet, ada delapan kasus yang berkaitan dengan Nazar yang masuk tahap penyelidikan. Antara lain proyek pengadaan pusat riset di sejumlah universitas, pengadaan alat bantu belajar-mengajar di rumah sakit pendidikan, pengadaan vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan, serta proyek pembangunan fasilitas dan sekolah olahraga di Bukit Hambalang, Bogor. Kemudian masih ada puluhan proyek yang terkait dengan Nazar yang masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan.
Selain menyelidiki kasus Nazar, KPK tengah mengusut kasus suap Proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Kawasan Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya, Kepala Bagian Evaluasi dan Program Dadong Irbarelawan, dan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Ketiganya tengah menjalani proses persidangan.
Bibit juga menyebut kasus dana talangan Bank Century, pengejaran tersangka kasus cek pelawat Nunun Nurbaetie, dan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebagai kasus yang terus disidik KPK. Kalaupun perkara itu tak kelar pada kepemimpinan KPK saat ini, Bibit yakin pemimpin baru bakal mengusut kasus-kasus kelas kakap itu. "Semua berlanjut, tidak ada istilah tutup buku," ujar Bibit.
Peneliti Bidang Investigasi Indonesia Corruption Watch, Agus Sunaryanto, mengatakan nasib tumpukan perkara di KPK sangat bergantung pada komposisi pemimpin baru KPK. Bila Dewan Perwakilan Rakyat memilih empat calon terbaik seperti yang diperingkatkan Panitia Seleksi, Agus optimistis kasus yang jadi PR alias pekerjaan rumah KPK bakal bisa diselesaikan. Sebaliknya, kalau yang terpilih calon bermasalah, akan terjadi titik balik kinerja KPK. "Berbagai prestasi yang telah digapai KPK bisa rusak begitu saja."
Untuk mengurangi risiko tersebut, Indonesia Corruption Watch mendesak Bibit dan pemimpin lain KPK yang "tinggal menghitung hari" itu melakukan terobosan. Kalaupun tidak bisa dituntaskan, arah pengusutan kasus-kasus besar harus diperjelas. Misalnya, bagaimana KPK memastikan Nunun Nurbaetie bisa ditangkap dan diadili. "Jangan dibiarkan mengambang, lalu diserahkan kepada pemimpin baru," ujar Agus.
Jajang Jamaludin, Rusman Paraqbueq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo