Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Muhammadiyah Tak Ingin Tergesa-gesa Soal IUP, Ini Sikap Ormas Keagamaan Lain

Muhammadiyah menyatakan tidak akan tergesa-gesa terkait IUP atau konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.

10 Juni 2024 | 11.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Batu Bara. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Polemik keputusan Presiden Jokowi memberikan izin usaha pertambangan atau IUP kepada ormas keagamaan terus berlanjut. Sejumlah ormas menyatakan mendukung, beberapa lainnya tegas tidak akan berpartisipasi. Sementara Muhammadiyah menyatakan  tidak akan tergesa-gesa terkait konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah.

"Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," kata
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam keterangan pers, Minggu, 9 Juni 2024. 

Abdul Mu'ti mengatakan Muhammadiyah belum ada keputusan akan menolak atau menerima konsesi tambang tersebut.

Organisasi keagamaan Islam terbesar kedua setelah NU itu menegaskan akan mengkaji semuanya dari berbagai aspek dan sudut pandang yang menyeluruh.

"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi," kata Abdul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kesempatan terpisah, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) untuk ormas keagamaan melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh Ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah, dikutip Ahad, 9 Juni 2024.

Trisno menjelaskan, pasal 5 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi menyatakan, Satuan Tugas, yakni Menteri Investasi/Kepala Badan Koprdinasi Penanaman Modal (BKPM), melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha, termasuk BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.

Padahal, tutur Trisno, pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan telah menyatakan pelimpahan kewenangan dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah. Pelimpahan itu dilakukan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.

Dengan begitu, kata Trisno, delegasi wewenang tidak dapat dilakukan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Sebab, menurut dia, kedudukan Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM adalah setara/sejajar sesama menteri dan anggota kabinet.

Trisno menuturkan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur kedudukan peraturan presiden dua level di bawah undang-undang. Karena itu, kata dia, peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan norma yang terdapat dalam undang-undang.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadilia menyatakan akan segera menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo telah setuju dan akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi.

Ormas yang Mendukung dan Menolak

Selain Nahdlatul Ulama, ormas keagamaan lain yang mendukung pemberian IUP adalah Mathla'ul Anwar. "Mathla'ul Anwar siap mendukung dan proaktif melaksanakan kebijakan ekonomi berkeadilan di tengah masyarakat Indonesia, terutama membantu pendidikan, dakwah, dan sosial," kata Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar K.H. Embay Mulya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Walaupun ada pro dan kontra di tengah masyarakat, kata dia, pihaknya tetap berpikiran baik bahwa program pemerintah sesuai dengan moto Mathla'ul Anwar, yakni menata umat merekat bangsa. Selain itu, hasil pertambangan tidak saja berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga pada organisasi keagamaan.

"Khususnya Mathla'ul Anwar, lahir sebelum republik ini berdiri, yakni tahun 1916. Lembaga ini telah berkiprah membantu pemerintah dalam peningkatan sumber daya manusia," katanya.

Sebagaimana Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (3) berbunyi di mana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hal itu, menurut dia, relevan jika wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) diberikan kepada organisasi masyarakat keagamaan dan dikelola secara baik.

Sementara Ormas yang menyatakan menolak adalah PGI, KWI, dan HKBP.  

Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan oleh Jokowi adalah bentuk komitmen untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan alam.

Kebijakan ini juga menunjukkan penghargaan kepada ormas yang telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Namun, Gomar mengingatkan bahwa mengelola tambang tidak mudah. Ormas keagamaan memiliki keterbatasan,sedangkan dunia tambang sangat kompleks.

Ia mewanti-wanti agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas utamanya dalam membina umat dan tidak terjebak dalam mekanisme pasar.

Yang paling penting, ormas keagamaan tidak boleh tersandera oleh kepentingan yang dapat melemahkan daya kritis dan suara profetik mereka.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), melalui perwakilannya Kardinal Suharyo, menyatakan tidak akan mengajukan izin usaha pertambangan batubara, meskipun peluang tersebut terbuka bagi ormas keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.

KWI menilai bahwa pengelolaan tambang batubara bukan ranah mereka dan fokus mereka adalah pada pelayanan umat.

"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Kardinal Suharyo usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Jalan DI Panjaitan, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu.

Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Robinson Butarbutar menyatakan HKBP tak akan terlibat sebagai gereja yang merusak lingkungan dengan menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah.

“Kami justru menyerukan agar pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang yang dalam pelaksanaan tugasnya tak tunduk pada undang-undang yang telah mengatur pertambangan yang ramah lingkungan,” kata Robinson dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Juni 2024.

Robinson mengatakan, berdasarkan isi Konfesi HKBP tahun 1996, HKBP punya tugas ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia atas nama pembangunan. Menurut Robinson, eksploitasi sumber daya alam yang selama ini terjadi telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi.

"Kita harusnya beralih secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green energg seperti solar energi, wind energi dan yang lainnya yang masih akan dikembangkan,“ katanya.

ANTARA | TIM TEMPO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus