Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nasi Tumpeng Citibank

Citibank merayakan ulang tahun ke-10 bersama para karyawan yang tergabung dalam City Club. Kehadiran bank asing yang bersamaan dengan munculnya investasi asing, menggeser kedudukan bank-bank swasta pribumi. (eb)

8 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI 11 bank asing di Jakarta, hanya Citibank yang tampak merayakan satu dekade kehadirannya di sini. Diselenggarakan oleh para karyawannya yang tergabung dalam City Club, acara di Golden Ball Room, Hotel Hilton Jakarta pekan lalu itu amat meriah. Ada nasi tumpeng, ada band The Disc dengan penyanyi Mona Sitompul dan Grace Simon, ada Bagyo cs sebagai gong acara. Tapi sebelumnya hadirin disuguhi pula dengan tontonan penari strip dari Australia yang kurang dapat sambutan. Pesta malam itu sekaligus mengingatkan orang bahwa diam-diam bank asing sudah 10 tahun beroperasi di sini. Sepuluh tahun yang lalu, ketika ekonomi Indonesia mulai bangkit, investasi asing mulai berdatangan. Membuntuti kedatangan itu, adalah partner mereka yang setia bank-banknya. Tak mengherankan bahwa bank asing yang mendampingi langganannya kemudian tumbuh menjadi partner yang vital dalam pembiayaan yang memungkinkan perusahaan multinasional tumbuh dengan pesat di sini. Bukan itu saja. Juga bank asing di sini memberi angin segar bagi para pengusaha domestik sendiri. Mereka sumpek selama ini dengan pelayanan bank pemerintah maupun swasta yang lamban. Pelayanan bank asing yang cepat, penuh perhatian dan dapat dipercaya segera menarik langganan dari dalam negeri sendiri. Karena itu mereka tumbuh dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat sudah menggeser kedudukan bank-bank swasta yang sudah bertahun-tahun berusaha sebelumnya. Tahun 1971, kredit yang diberikan bank asing di Jakarta sudah mencapai Rp 16 milyar, dibanding dengan yang dari bank swasta di Jakarta (tak termasuk bank devisa swasta) yang baru mencapai Rp 9 milyar. Pada tahun iiu bank asing sudah menggaet Rp 22 milyar dalam bentuk giro dan deposito, sedang bank swasta baru mengumpulkan Rp 9 milyar dari langganannya. Tapi perkembangan bank asing di sini pada tahun-tahun berikutnya juga mengalami masa pasang surut mengikuti kondisi ekonomi Indonesia. Sampai 1973, sebelum terjadinya kejutan harga minyak, bank asing mengalami pertumbuhan yang agak luar biasa. Simpanan uang yang ditariknya dari masyarakat melonjak dengan tiga kali lipat menjadi Rp 61 milyar antara 1971-1973. Kredit yang diberikannya meningkat dua kali lipat, hanya dalam setahun, antara 1971 - 1973. Tapi kemudian karena ekonomi dunia mulai mengalami resesi, bank asing di Jakarta juga mengalami sedikit hambatan dalam pertumbuhannya. Krisis Pertamina yang terjadi tahun 1975 merupakan tambahan pukulan bagi mereka. Akibatnya, kredit yang diberikan bank asing hanya bertambah dengan 11%, satu kenaikan yang terendah sejak mereka mulai berusaha di sini, sedang kredit bank di Jakarta secara keseluruhan naik dengan 40%. Bagian kredit mereka di Jakarta turun dari 11 5% menjadi 9,3%. Tapi begitu krisis Pertamina diatasi dan ekonomi Indonesia kembali lurus, bank asing pun juga bangkit kembali. Dua tahun berikutnya, kredit yang dikeluarkannya naik dengan 25% dan 30%. Lima bulan pertama tahun ini kredit yang diberikannya naik dengan Rp 31 milyar, lebih besar dari pertambahan yang terjadi untuk seluruh 1977. Konservatif Kelihatan bahwa bank asing di Jakarta agak konservatif, karena jumlah kredit yang diberikannya selalu berada di bawah giro dan deposito yang ditariknya dari mayarakat. Ini jauh berbeda dengan kebanyakan bank swasta di Jakarta yang kelihatan agak lebih berani memberi kredit yang seringkali jauh melampaui simpanan yang tersedia. Bagi bank asing yang penting agaknya bekerja dengan risiko yang kecil tapi cukup menguntungkan. Di antara sebelas bank asing yang kini beroperasi di Jakaru, juga terjadi persaingan yang cukup sengit. Untuk perusahaan multi-nasional yang bonafid mereka tak segan mengobral jasa, sekedar untuk memikat dan jangan sampai perusahaan yang bersangkutan lepas lari ke bank asing lainnya. Untuk satu perusahaan multi-nasional di Jakarta, misalnya, Citibank menarik bunga 9% untuk kredit yang diberikannya, satu tingkat bunga yang paling rendah yang pernah terjadi di pasaran. Chase Manhattan Bank cabang Jakarta diketahui memberi kredit 10 tahun kepada para karyawan satu perusahaan asing di Jakarta untuk membangun rumah, yang mungkin merupakan kredit jangka panjang pertama untuk perumahan di negeri ini. Alasan kredit tersebut dijamin oleh perusahaan yang bersangkutan yang menyalurkan sebagian besar impornya lewat Chase. Memang dengan sumbernya yang kuat dari perusahaan induknya, bank asing mampu memberikan jasa dengan harga yang menarik yang sukar sekali disaingi oleh bank nasional. Itulah sebabnya sampai sekarang operasi mereka baru diizinkan di Jakarta saja, dan pemerintah masih menutup pintu di daerah bagi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus