DARI 11 bank asing di Jakarta, hanya Citibank yang tampak
merayakan satu dekade kehadirannya di sini. Diselenggarakan oleh
para karyawannya yang tergabung dalam City Club, acara di Golden
Ball Room, Hotel Hilton Jakarta pekan lalu itu amat meriah. Ada
nasi tumpeng, ada band The Disc dengan penyanyi Mona Sitompul
dan Grace Simon, ada Bagyo cs sebagai gong acara. Tapi
sebelumnya hadirin disuguhi pula dengan tontonan penari strip
dari Australia yang kurang dapat sambutan. Pesta malam itu
sekaligus mengingatkan orang bahwa diam-diam bank asing sudah 10
tahun beroperasi di sini.
Sepuluh tahun yang lalu, ketika ekonomi Indonesia mulai bangkit,
investasi asing mulai berdatangan. Membuntuti kedatangan itu,
adalah partner mereka yang setia bank-banknya. Tak mengherankan
bahwa bank asing yang mendampingi langganannya kemudian tumbuh
menjadi partner yang vital dalam pembiayaan yang memungkinkan
perusahaan multinasional tumbuh dengan pesat di sini. Bukan itu
saja. Juga bank asing di sini memberi angin segar bagi para
pengusaha domestik sendiri. Mereka sumpek selama ini dengan
pelayanan bank pemerintah maupun swasta yang lamban.
Pelayanan bank asing yang cepat, penuh perhatian dan dapat
dipercaya segera menarik langganan dari dalam negeri sendiri.
Karena itu mereka tumbuh dengan cepat, bahkan dalam waktu
singkat sudah menggeser kedudukan bank-bank swasta yang sudah
bertahun-tahun berusaha sebelumnya. Tahun 1971, kredit yang
diberikan bank asing di Jakarta sudah mencapai Rp 16 milyar,
dibanding dengan yang dari bank swasta di Jakarta (tak termasuk
bank devisa swasta) yang baru mencapai Rp 9 milyar. Pada tahun
iiu bank asing sudah menggaet Rp 22 milyar dalam bentuk giro dan
deposito, sedang bank swasta baru mengumpulkan Rp 9 milyar dari
langganannya.
Tapi perkembangan bank asing di sini pada tahun-tahun berikutnya
juga mengalami masa pasang surut mengikuti kondisi ekonomi
Indonesia. Sampai 1973, sebelum terjadinya kejutan harga minyak,
bank asing mengalami pertumbuhan yang agak luar biasa. Simpanan
uang yang ditariknya dari masyarakat melonjak dengan tiga kali
lipat menjadi Rp 61 milyar antara 1971-1973. Kredit yang
diberikannya meningkat dua kali lipat, hanya dalam setahun,
antara 1971 - 1973. Tapi kemudian karena ekonomi dunia mulai
mengalami resesi, bank asing di Jakarta juga mengalami sedikit
hambatan dalam pertumbuhannya.
Krisis Pertamina yang terjadi tahun 1975 merupakan tambahan
pukulan bagi mereka. Akibatnya, kredit yang diberikan bank asing
hanya bertambah dengan 11%, satu kenaikan yang terendah sejak
mereka mulai berusaha di sini, sedang kredit bank di Jakarta
secara keseluruhan naik dengan 40%. Bagian kredit mereka di
Jakarta turun dari 11 5% menjadi 9,3%. Tapi begitu krisis
Pertamina diatasi dan ekonomi Indonesia kembali lurus, bank
asing pun juga bangkit kembali.
Dua tahun berikutnya, kredit yang dikeluarkannya naik dengan 25%
dan 30%. Lima bulan pertama tahun ini kredit yang diberikannya
naik dengan Rp 31 milyar, lebih besar dari pertambahan yang
terjadi untuk seluruh 1977.
Konservatif
Kelihatan bahwa bank asing di Jakarta agak konservatif, karena
jumlah kredit yang diberikannya selalu berada di bawah giro dan
deposito yang ditariknya dari mayarakat. Ini jauh berbeda
dengan kebanyakan bank swasta di Jakarta yang kelihatan agak
lebih berani memberi kredit yang seringkali jauh melampaui
simpanan yang tersedia. Bagi bank asing yang penting agaknya
bekerja dengan risiko yang kecil tapi cukup menguntungkan.
Di antara sebelas bank asing yang kini beroperasi di Jakaru,
juga terjadi persaingan yang cukup sengit. Untuk perusahaan
multi-nasional yang bonafid mereka tak segan mengobral jasa,
sekedar untuk memikat dan jangan sampai perusahaan yang
bersangkutan lepas lari ke bank asing lainnya. Untuk satu
perusahaan multi-nasional di Jakarta, misalnya, Citibank menarik
bunga 9% untuk kredit yang diberikannya, satu tingkat bunga yang
paling rendah yang pernah terjadi di pasaran. Chase Manhattan
Bank cabang Jakarta diketahui memberi kredit 10 tahun kepada
para karyawan satu perusahaan asing di Jakarta untuk membangun
rumah, yang mungkin merupakan kredit jangka panjang pertama
untuk perumahan di negeri ini. Alasan kredit tersebut dijamin
oleh perusahaan yang bersangkutan yang menyalurkan sebagian
besar impornya lewat Chase.
Memang dengan sumbernya yang kuat dari perusahaan induknya, bank
asing mampu memberikan jasa dengan harga yang menarik yang sukar
sekali disaingi oleh bank nasional. Itulah sebabnya sampai
sekarang operasi mereka baru diizinkan di Jakarta saja, dan
pemerintah masih menutup pintu di daerah bagi mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini