Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nasib Telkom di Tangan Nazif

Muhammad Nazif akhirnya terpilih menjadi Dirut Telkom. Mampukah ia menjawab tantangan Telkom?

16 April 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJALANAN nasib telah mengantar Muhammad Nazif ke PT Telekomunikasi Indonesia. Dalam rapat umum luar biasa pemegang saham (RULBPS) Telkom, Jumat lalu, Nazif terpilih menjadi direktur utama menggantikan Asman Akhir Nasution. Siapakah Nazif? Pembantu Rektor Universitas Indonesia ini memang bukan seorang "telkomis" karir. Ia orang luar. Ia lebih dikenal sebagai bankir, praktisi keuangan, atau dosen ketimbang orang yang punya urusan dengan dunia halo-halo. Barangkali karena itu pula pencalonannya sebagai pimpinan puncak di perusahaan telekomunikasi terbesar Indonesia itu ditentang dari segala penjuru. Protes paling kencang terdengar dari "Gedung Rakyat". Komisi IV DPR yang membidangi telekomunikasi mempersoalkan proses pencalonan Nazif, yang dinilai tidak transparan. Jajaran Departemen Perhubungan juga seperti merasa dilangkahi. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan, Anwar Supriyadi, melontarkan pernyataan perlunya transparansi dalam pemilihan calon direksi Telkom. Keberatan datang dari Serikat Pekerja PT Telkom. Mereka menolak calon drop-dropan. Bagi mereka, Telkom sudah punya sistem penyaringan calon eksekutif yang dinamai Assessment Recruitment Center. Lembaga ini menyaring sekitar 3.000 calon pemimpin masa depan Telkom—yang disusun menurut peringkat masing-masing. Dengan sistem seperti itu, mestinya tidak muncul calon drop-dropan. Dan bukan cuma soal drop-dropan yang ditentang, tapi juga kredibilitas. Nazif, yang menjadi Direktur Utama Bukopin (1985-1989), dianggap gagal memimpin bank milik koperasi itu. Ia diberhentikan bekas Menteri Koperasi/Kepala Bulog Bustanil Arifin, yang ketika itu menjadi Komisaris Utama Bukopin, karena dinilai terlalu ekspansif. Di bawah Nazif, Bukopin memang seperti kereta ekspres supercepat. Hanya dalam tempo empat tahun, aset Bukopin berlipat 12 kali, dari Rp 25 miliar jadi Rp 600 miliar. Nazif juga dianggap sebagai orang Bukopin yang paling bertanggung jawab ketika kredit Rp 35 miliar kepada H. Muchtar, pemilik supermarket Kumbo, macet. Cukuplah alasan untuk menggusur sang Nazif, "masinis" kereta ekspres itu, ke pinggir arena. Tapi, menurut seorang bekas eksekutif Bukopin, Nazif terpental bukan karena terlalu kencang menyetir. Berbarengan dengan pencairan pinjaman kepada Kumbo, Nazif menolak permohonan kredit salah satu anak Bustanil. "Lantaran marah," kata sumber ini, "Pak Bus menarik dana Bulog di Bukopin." Dan karena separuh lebih dana Bukopin berasal dari Bulog, kolapslah bank papan tengah itu. Betul-tidaknya cerita itu memang belum dapat dikonfirmasi. Bustanil enggan menjawab pertanyaan TEMPO yang dikirim lewat faksimile. Namun, vonis sudah kadung jatuh: Nazif dianggap gagal memimpin Bukopin. Ia juga dianggap tak akan mampu mengelola Telkom karena dinilai tak berpengalaman. "Ada calon yang lebih baik dari dalam Telkom sendiri," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Rosyid Hidayat. Meskipun penolakan terhadap Nazif bertubi-tubi, niat pemerintah rupanya tidak surut. Bulan lalu, Kantor Menteri Negara Pembinaan BUMN memanggil Nazif untuk mengikuti uji kepantasan. Dan bekas direktur Islamic Development Bank itu dinyatakan lulus. Bersama empat orang lain, Nazif diajukan sebagai paket direksi baru Telkom dalam RULBPS, pekan lalu—dan tak satu pun ditolak sidang. Terpilihnya Nazif bersama paketnya, sulit dibantah, kembali melahirkan dugaan adanya praktek perkoncoan. Ada yang menuding Nazif "dibawa" oleh Sekretaris Menteri Negara Pembinaan BUMN yang juga tokoh Nahdlatul Ulama, Rozy Munir. Kebetulan, keduanya satu angkatan di Fakultas Ekonomi UI. Tapi Rozy membantah. "Masa, karena saya? Yang pasti, pemerintah menilai Nazif cocok di tempat itu," katanya kepada Setiyardi dari TEMPO. Nazif sendiri dengan kalem menanggapi tudingan itu, "Rozy memang teman saya. Apa salahnya?" Apa pun sebabnya, terpilihnya Nazif tak mengurangi beratnya tantangan Telkom. Pemegang monopoli jasa telekomunikasi domestik itu mesti menghadapi tuntutan percepatan liberalisasi saluran telepon jarak jauh sebelum 2005. Selain itu, produktivitas karyawan Telkom juga dinilai terlalu rendah. Kita lihat saja, apakah Nazif bisa menjawab tuntutan nasib yang membawanya ke Telkom. M. Taufiqurohman, IG.G. Maha Adi, Dwi Arjanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus