Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANAJEMEN PT Alam Sutera Realty Tbk buru-buru merevisi kontrak lindung nilai atas obligasi yang telah diterbitkan. Saat kurs rupiah menyentuh 14.500 per dolar Amerika Serikat, mereka mengubah angka hedging ke posisi 15 ribu. Dan bila rupiah diyakini sudah stabil di level 14.800, perusahaan sektor properti itu akan menggeser nilai lindungnya hingga ke level 16 ribu. "Kami memonitor pergerakan rupiah dari waktu ke waktu," kata juru bicara Alam Sutera Realty, Tony Rudianto, Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alam Sutera telah meneken kontrak hedging senilai US$ 520 juta untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab, sebagian besar utang perseroan dalam bentuk surat utang berdenominasi dolar Amerika. Total utang obligasi valuta asing emiten berkode ASRI ini mencapai US$ 480 juta, atau sekitar Rp 6,5 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tony, perusahaan tak khawatir terhadap pelemahan kurs rupiah yang terjadi belakangan. Sebab, tak ada utang yang akan jatuh tempo tahun ini. Sebanyak US$ 235 juta utang baru jatuh tempo pada 2020 dan sisanya pada 2022. Perusahaan akan berbelanja dolar beberapa bulan menjelang jatuh tempo.
Alam Sutera termasuk salah satu perusahaan yang disebut Moody’s Investor Service berpotensi besar terimbas fluktuasi nilai tukar. Riset Moody’s pada 28 Juni lalu menunjukkan lima dari 49 perusahaan non-keuangan memiliki produktivitas tinggi di Asia Tenggara. Empat di antaranya perusahaan swasta asal Indonesia.
Empat perusahaan tersebut adalah MNC Investama Indonesia (BHIT, dengan rating B3 negatif), Gajah Tunggal Tbk (B2 stabil), Lippo Karawaci Tbk (B2 negatif), dan Alam Sutera Realty Tbk (B2 stabil). "Perusahaan-perusahaan ini memiliki 70 persen lebih utang dalam dolar Amerika. Masalahnya, semua atau sebagian besar arus kas mereka dalam mata uang lokal," kata Annalisa Di Chiara, Wakil Presiden Moody's dan pejabat senior kredit, dalam laporannya.
Hasil sigi itu menunjukkan sebagian besar perusahaan telah memiliki lindung nilai atas tingkat utang atau biaya pinjaman jika mata uang lokal mereka terdepresiasi hingga 15 persen terhadap dolar Amerika.
Tujuh perusahaan lain 15-25 persen porsi pendapatannya dalam bentuk dolar Amerika atau memiliki dolar Amerika dalam bentuk tunai di neraca mereka. Selain itu, tiga perusahaan properti Indonesia menyiapkan lindung nilai keuangan yang lebih panjang.
Sebaliknya, tiga perusahaan tak mempunyai perlindungan khusus karena memiliki EBITDA yang stabil sehingga dapat mengatasi efek depresiasi mata uang. Empat perusahaan lain memiliki kurang dari 10 persen utang dolar sehingga manajemen merasa tak perlu menetapkan lindung nilai.
Menurut analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada, korporasi dengan pendapatan dolar Amerika belum tentu aman dari tekanan kurs yang bergejolak. "Jika besarnya utang dolar hampir sama dengan pendapatan, bisa terkena dampak," ujar Reza, Jumat pekan lalu. Utang dolar yang sama besarnya dengan pendapatan berpotensi menggerus laba bersih.
Belakangan, Bank Indonesia mewajibkan perusahaan melakukan lindung nilai agar pelemahan rupiah tak berdampak besar. Namun upaya itu tak bisa serta-merta mengurangi exposure.
Jauh sebelum penetapan hedging, perusahaan yang memiliki banyak utang valas seharusnya memperbanyak kas dalam denominasi dolar. "Atau valas yang siap dikonversi," Reza menilai.
Menurut dia, penetapan lindung nilai secara terus-menerus saat dolar bergerak naik justru menambah beban biaya korporasi. Bagi Alam Sutera, kerugian karena selisih nilai tukar tak menjadi masalah asalkan tak mengurangi arus kas.
Juru bicara MNC Group, Syafril Nasution, memastikan MNC Investama tak goyah menghadapi pelemahan rupiah. Syafril mengomentari riset Moody’s tentang tekanan utang valas korporasi. "Kami lebih tahu daripada mereka."
Putri Adityowati
Utang Obligasi Empat Emiten
Emiten | Utang dalam dolar (Triwulan I 2018) | PT Alam Sutera Realty Tbk | US$ 480 juta | PT MNC Investama Tbk | US$ 618,2 juta | PT Lippo Karawaci Tbk | US$ 841,5 juta | PT Gajah Tunggal Tbk | US$ 460 juta |
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo