EKSPOR Jepang masih terus kuat. Rekeningnya yang berjalan
(current account) pada bulan Juni saja mencapai surplus $2,33
milyar, meningkat secara tajam dari $739 juta pada bulan
sebelumnya. Ketika ini disiarkan oleh Tokyo minggu lalu, segera
setelah berakhir KTT 7 negara kaya di Bonn, orang ramai
menyangsikan bahwa surplus Jepang akan bisa dikurangi. Padahal
PM Takeo Fukuda barusan saja berjanji di Bonn itu untuk
mengusahakan agar surplus itu, yang mencapai $14 milyar lebih
dari tahun 1977, supaya mengecil dimasa depan.
Bagaimana? Sudah pasti Jepang tidak kelihatan akan mengurangi
ekspor hasil industrinya. Tapi salah satu cara mengurangi
surplus itu, kata PM Fukuda pada pers kemudian di Brussel ialah
dengan menggalakkan ekspor Yen, melalui investasi modal Jepang
di luar negeri dan pengambangan obligasi oleh pemerintah asing
di pasar modal Tokyo.
Baru-baru ini terjual di Tokyo itu kertas pinjaman RI sebesar 10
milyar Yen (hampir $50 juta) yang disebut oleh pemerintah Jepang
sebagai obligasi Samurai. Dengan masuknya pemerintah RI, pasar
modal Tokyo secara pelan berkembang menandingi pasar modal yang
sudah lama maju di Eropa dan AS. Ada beberapa faktor yang
membantu Tokyo menjadi pasar modal yang penting:
Kacaunya pasar uang dunia dengan merosotnya nilai dollar dan
pound belakangan ini menyebabkan jumlah pihak luar pemegang yen
makin bertambah. Jumlah rekening bank dalam Yen milik pihak
bukan-Jepang sudah mencapai rekor senilai US$5 milyar. Dan Yen
kini paling ramai diperdagangkan di pasar uang dan bank
terkemuka di dunia.
Ekspor Jepang yang masih terus kuat, walaupun ada apresiasi Yen,
membuat surplus neraca pembayarannya akan terus membubung.
Apapun yang akan dilakukan Jepang dalam impornya, surplus ini
tak akan bisa ditekan. Konsekwensi logisnya adalah bahwa Jepang
harus meningkatkan ekspor modalnya sebagai cara untuk
menyeimbangkan neraca pembayarannya.
Pihak bank dan perusahaan Jepang yang mempunyai likwiditas Yen
menengok keluar negeri sebagai tempat penyaluran, karena
permintaan kredit Yen di dalam negeri sudah jenuh. Laporan Bank
Mitsubishi menunjukkan bahwa kwartal satu tahun ini permintaan
kredit Yen turun dengan 7,4%. Permintaan kredit untuk aktiva
tetap memang naik dengan 10,9%, tapi kredit untuk modal kerja
menciut dengan 52%. Logislah kalau makin banyak pemerintah
negara lain dan organisasi internasional datang ke Tokyo untuk
menggali Yen yang memang tengah mencari mangsa.
Obligasi yang sudah terjual di Tokyo tahun ini sudah mencapai
rekor 1 trilion Yen, dua kali jumlah yang terjual selama tujuh
tahun (1970-1977), dan tiga kali lipat jumlah yang terjual tahun
lalu. Memang ini masih lebih rendah dari obligasi Eurodollar
yang sudah mencapai $18 milyar, tapi perbedaannya makin
mengecil, dan bahkan kini mendekati obligasi "Yankee", rekannya
dari AS yang sudah laku $7,5 milyar.
Pikir Dua Kali
Daya tarik obligasi Yen memang ada: bunganya rata-rata lebih
rendah dari bunga pinjaman Eurodollar dan dengan makin naiknya
kurs Yen, si peminjam punya kesempatan untuk mendapat untung
dalam kurs. Situasi politik Jepang yang stabil, lembaga keuangan
yang cepat dan efisien serta komunikasi yang lancar -- itu pun
merupakan daya tarik Tokyo sebagai pasar modal.
Sekarang ini transaksi obligasi Samurai oleh pemerintah Jepang
masih dibatasi pada pinjarnan pemerintah negara lain dan lembaga
internasional. Sektor swasta asing belum diperkenankan
memanfaatkan obligas, Samurai ini. Tapi dengan ramainya pasaran
ini bukan tak mungkin dalam waktu dekat pemerintahan Jepang
juga akan membuka pintu bagi perusahaan swasta.
Pinjaman pemerintah Indonesia yang hanya 10 milyar Yen itu
ternyata merupakan jumlah yang terkecil. Brazil, misalnya,
sebelumnya menjual obligasinya 30 milyar Yen dan dengan bunga
yang lebih rendah pula, yaitu 6,5%, dibanding dengan 7,5% yang
musti dibayar Indonesia. Agustus ini Denmark akan menjual
obligasinya 40 milyar Yen dan Selandia Baru akan menjual 50
milyar Yen. Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia merupakan
langganan tetap pada obligasi Yen ini. Bulan lalu Bank
Pembangunan Asia menjual 15 milyar Yen untuk 15 tahun. Bank
Dunia yang berambisi melipat gandakan pinjamannya dalam
panca-warsa ini datang ke Tokyo dengan tawaran obligasi yang
paling besar yang pernah terjadi 75 milyar Yen untuk 15 tahun
dengan bunga 6,5%. Satu bisnis yang lumayan bagi Nomura
Securities Co. yang menyalurkan penjualan obligasinya.
Namun ada juga beberapa pihak yang berpikir dua kali sebelum
menjual obligasi dalam Yen. Kalau nilai Yen terus naik maka
pembayaran bunga dan pokoknya yang musti dilakukan dengan Yen
akan terasa berat terutama bagi negara yang mata uangnya
dikaitkan dengan dollar. Bagi Indonesia, apabila nilai Yen terus
naik terhadap dollar maka pembayaran bunga akan lebih mahal,
berarti jumlah rupiah atau dollar yang lebih banyak yang musti
dibayarkan. Inilah sebabnya dua negara, Spanyol dan Meksiko,
yang sudah merencanakan menjual obligasi dalam Yen di Tokyo
baru-baru ini memutuskan untuk mengundurkan diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini