MEMANG tak ada pengumuman "harga obral". Tapi, percayalah, tarif sewa ruang perkantoran sudah melorot jauh dari yang tertera di dalam brosur penawaran. Hari-hari ini, orang boleh menawar separuh dari harga yang ditawarkan dua tahun lalu, untuk hampir semua gedung perkantoran nyaman di seantero Jakarta. Tidak hanya tarif yang boleh ditawar. Sebagian biaya partisi -- sekat-menyekat ruangan -- juga boleh dimintakan dari pengelola. Seperti yang bisa diberikan oleh pengelola sebuah gedung di kawasan "segitiga emas" Jalan Jenderal Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan, yang juga membebaskan penghuni memakai ruangan 24 jam tanpa dikenai biaya tambahan. Bahkan, konon, ada pengelola yang mau menanggung ongkos pindah bagi calon penyewa. Carrey Alam, Manajer Pemasaran The Jakarta Land, pengelola gedung Wisma Metropolitan I dan II di Jl. Jenderal Sudirman itu, semula menyangka penambahan ruang tumbuh sedang-sedang saja, hingga Jakarta Land berani memasang ancer-ancer sewa US$ 24/m2/bulan. Tapi, karena belakangan diketahui ruang yang ditawarkan banyak, Wisma Metropolitan II akhirnya dijajakan US$ 12 plus service charge sekitar US$ 7. Aneh, di tengah lesunya kegiatan usaha, penawaran ruang perkantoran malah subur. Di Jakarta, menurut Zulkarnain Ali, Presiden Direktur PT Wisma Bumi Putera, dua tahun lalu ruang perkantoran sudah bertambah dengan 33 ribu m2. Tahun lalu bertambah 183 ribu m2, 1986 dengan 81 ribu m2, dan tahun depan 58 ribu m2. "Padahal, besarnya permintaan di Jakarta ini, tiap tahun, rata-rata hanya sekitar 70 ribu m2," katanya. "Sekarang memang terjadi kelebihan penawaran, tapi saya kira tahun 1988 nanti akan tercapai keseimbangan." Gedung Wisma Bumi Putera di Jl. Jenderal Sudirman sendiri, yang 20 lantainya seluas 13 ribu m2, sudah terisi 85%. Sewa bulanan per m2 di sini berikut service charge US$ 13-US$ 14. Di tahun 1989 kelak, Zulkarnain berharap ongkos sewa bisa naik 5%, dan 5% lagi setahun berikutnya. "Lalu pada tahun 1991, 1992, dan 1993 stabil, tidak terjadi kenaikan. Sesudah itu baru ada kenaikan 5% lagi," katanya. "Karena itu, dalam persaingan nanti kami tidak akan menurunkan harga." Berdasar perhitungan kenaikan sewa itu Zulkarnain Ali memperkirakan investasi wisma Bumi Putera sebesar Rp 22 milyar bisa kembali kira-kira tahun 1995 mendatang. Perhitungan itu bertolak belakang dengan perkiraan Jakarta Land. Menurut Carrey Alam, investasi Wisma Metropolitan II sebesar Rp 22 milyar akan kembali sekitar 12 tahun lagi -- jika tarif sewanya rata-rata tetap US$ 12 dan service charge US$ 7. "Sebaliknya, kalau ongkos sewanya dulu US$ 24 kami perhitungkan investasinya akan kembali dalam jangka lima tahun," katanya. TAPI pendatang baru, yang kebetulan gedungnya tidak berada di lingkungan pusat bisnis dan sulit dijangkau, jelas akan mempunyai tingkat pengembalian investasi lebih lama. Apalagi kalau tarif sewanya sudah dibanting untuk menarik minat calon penyewa. Risiko seperti itu memang jadi bagian pengusaha yang menanamkan modal di sektor itu. Maka, jangan kaget kalau gedung seperti Center Point, berlantai 12 dekat jembatan layang Kuningan, baru terisi separuh -- sejak dibuka Maret tahun lalu. Padahal, sewa di gedung dengan luas lantai seluruhnya 19 ribu m2 itu sudah dibanting US$ 9 dan service charge tak lebih dari US$ 6. Untuk menarik minat calon penyewa pengelola Center Point memberi masa bebas menyewa dua bulan pertama. Bertolak dari kenyataan di pasar itu, pengelola gedung ini memperkirakan tingkat pengembalian investasinya yang US$ 21 juta akan tercapai dalam masa 15 tahun. "Semula diperhitungkan 10 tahun, kalau sewanya US$ 17-US$ 18 dan penyewa minimal harus memakai ruangan 120 m2," kata Djoko Untung, Building Supervisor Center Point. Jatuhnya sewa perkantoran setidaknya sudah membayangkan bahwa bisnis perkantoran bukan sebuah usaha yang cepat mendatangkan untung lagi. Hanya sektor usaha menyewakan ruangan untuk pertokoan agaknya yang masih menjanjikan prospek lumayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini