Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ongkos Mereparasi Pohon Duit Eka Tjipta

BII tak jadi diakuisisi Bank Mandiri. Meski sudah diinjeksi obligasi agar bisa berdiri sendiri, BII masih tetap membutuhkan suntikan dana triliunan rupiah lagi.

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKIN mendekati ujung tahun, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) makin sibuk saja. Beberapa bank pasiennya bukannya membaik, tapi malah harus masuk kamar gawat darurat. Akhirnya pekan lalu BPPN mengumumkan rencananya me-lebur lima bank yang kondisinya gawat. Mereka adalah Bank Bali, Universal, Patriot, Prima Ekspres, dan Artha Media. Namun, Bank Internasional Indonesia (BII), yang kondisinya juga megap-megap, tetap dibiarkan mengibarkan benderanya. Malah pemerintah memberi pupuk untuk bank yang selama ini jadi pohon duit Eka Tjipta Widjaya itu. Untuk BII yang semula dimiliki Eka Tjipta itu?kini Eka hanya punya 17 persen tetapi punya opsi untuk memilikinya kembali?pemerintah menginjeksikan sejumlah dana. Tak kurang dari Rp 1,2 triliun digelontorkan untuk tagihan antarbank BII plus deferred tax (utang pajak yang ditangguhkan) sebesar Rp 800 miliar. Semua itu diberikan agar BII mampu berdiri sendiri. Jadi, pemerintah harus menyiapkan dana Rp 2-3 triliun berupa obligasi pemerintah yang dimiliki BPPN. Dengan dana sebesar itu, menurut Ketua Tim Pengelola BII, Cholil Hasan, permasalahan utama BII, yakni masalah kekurangan modal, aktiva produktif, dan likuiditas, bisa terselesaikan. Selanjutnya tinggal soal pengelolaan biaya operasional. Jadi, BII tidak jadi diakuisisi Bank Mandiri seperti yang semula direncanakan. Meski perlakuan terhadap BII tampak diistimewakan ketimbang bank-bank lain yang harus kehilangan identitas, sebenarnya ini memang terapi yang lebih baik buat BII serta Bank Mandiri, yang harus benar-benar kinclong karena tahun depan akan mulai dijual. Sebelumnya, BII sempat meranggas karena digerogoti kredit macet kelompok usaha Eka Tjipta, Grup Sinar Mas. Setelah menimbang-nimbang, pemerintah memutuskan untuk tak menebang BII. Namun, pemerintah kesulitan untuk segera mengangkat benalu utang Grup Sinar Mas di BII karena cekaknya dana yang dimilikinya. Kredit Sinar Mas yang macet jumlahnya mencapai US$ 1,059 miliar. Maka, ditunjuklah Bank Mandiri, yang semula dipersiapkan untuk mengakuisisi BII, agar nasabah tidak resah. ?Namun dari awal Bank Mandiri tampaknya tidak ada niat untuk mengambil BII. Itu hanya untuk menenteramkan nasabah saja,? kata Lin Che Wei, pengamat ekonomi. Memang berat bagi Bank Mandiri bila harus mengambil alih BII. Bila jadi diakuisisi, analis perbankan Mirza Adityaswara pernah menghitung, pemerintah harus mengeluarkan dana Rp 20 triliun. Rinciannya, sekitar Rp 6 triliun untuk rekapitalisasi BII, US$ 1,4 juta untuk tagihan interbank, plus dana yang harus dibayar dalam bentuk hedged bond (obligasi lindung nilai) untuk kredit macet Grup Sinar Mas, dan right issue BII oleh Bank Mandiri sebesar Rp 1-3 triliun. Adapun aset-aset yang sudah diserahkan ke BPPN hanya Rp 22 triliun. Ini pun berdasarkan laporan sepihak dari Sinar Mas. BPPN belum mengauditnya. ?Andai aset itu laku 40 persen, uang pemerintah yang kembali hanya Rp 8 triliun,? ujar Mirza. Setelah dihitung-hitung, akhirnya BII dibiarkan hidup sendiri. Keputusan tersebut, kata Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi, ?Manfaatnya lebih besar daripada BII harus digabung.? Masalahnya, seberapa sehatkah setelah BII dibiarkan sendiri dan diinjeksi segunung dana? Menurut Mirza, persoalan biaya operasional yang selanjutnya menghadang BII juga bukan masalah yang gampang dihadapi. Setelah kelenger beberapa waktu lalu, BII sampai sekarang masih memasang bunga deposito 15-16 persen. Sebagai perbandingan, BCA hanya memberikan bunga deposito 13 persen kepada nasabahnya. Tingginya biaya dana yang di-bayarkan ke nasabah itu tidak diimbangi dengan bunga hedged bond yang ditetapkan sebesar bunga pinjaman antarbank di Singapura (SIBOR) ditambah 2 persen. Bunga obligasi itu ternyata lebih rendah ketimbang bunga yang seharusnya diterima dari Sinar Mas, yakni sebesar SIBOR plus 3 persen. Nah, ditambah masih adanya kredit bermasalah lainnya di BII, maka BII diperkirakan akan kesulitan menutup biaya operasionalnya. Begitu pula menurut perhitungan Lin Che Wei, ?Dana itu kurang untuk menutup biaya operasional.? BII, kata Che Wei, baru bisa sustainable bila pundi-pundinya digerojok dana minimal Rp 5 triliun dan CAR-nya harus sekitar 20 persen. Melihat kondisi BII sekarang, akhir tahun ini BII harus diinjeksi dana lagi. Ternyata, sungguh tak murah ongkos yang harus dikeluarkan untuk mengeluarkan BII dari ruang gawat darurat. Mudah-mudahan pohon yang dipupuk dengan berton-ton duit rakyat itu bukan pohon lapuk yang tak lagi bisa berbuah. Agus S. Riyanto, Rommy Fibri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus