APA yang salah dengan badan usaha milik negara? Di Rusia dan Eropa Timur, dalam sekejap peran mereka habis, bersamaan dengan terkuburnya ekonomi sosialis. Di Amerika Latin dan di Eropa Barat, mereka sudah banyak yang dijual kepada swasta. Pada zaman ekonomi yang makin global, pada zaman persaingan makin keras dengan makin melandanya sistem ekonomi pasar, BUMN yang 100% masih milik negara merupakan sosok yang kikuk dan serba salah. Bisa dimaklumi kalau makin banyak negara kini dengan serius meninjau kembali peran lembaga yang sering diberi julukan agent of development itu. BUMN selalu mendapat tempat yang terhormat. Bukankah mereka itu perusahaan milik rakyat dan yang usahanya tidak semata-mata mencari untung seperti perusahaan swasta? Karena dia milik negara, dia mempunyai misi lain. Kepada BUMN inilah semua kekayaan negara, sumber alam, dan sumber lain yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak, diserahkan untuk dikelola. Dan hasilnya akan dibagikan oleh BUMN kepada seluruh rakyat. Dan rakyat lalu merasa tenteram bahwa BUMN-lah -- dan bukan swasta yang kapitalis -- yang mengelola sumber-sumber kekayaan, dan bahwa BUMN pasti akan mengantarkan kemakmuran yang adil dan merata kepada seluruh rakyat. Tapi, untuk bisa menjalankan tugasnya itu, BUMN perlu beberapa syarat. Dia harus diberi monopoli. Dan monopoli itu harus cukup luas, meliputi konsesi, produksi, dan distribusi. Mereka perlu hakhak istimewa yang dimiliki orang lain. Mereka tidak boleh disaingi swasta. Ini kesulitan pertama BUMN, kesulitan yang diberikan oleh suatu lingkungan yang manja, yang mengisolasi mereka dari tantangan dan risiko. Kesulitan berikutnya adalah karena dalam perjalanannya mereka perlu disubsidi karena rugi. Subsidi yang diberikan kepada BUMN oleh pemerintah negara-negara Amerika Latin mencapai jumlah yang sangat besar dan merupakan penyebab utama defisit anggaran belanja pemerintah, hingga inflasi ratusan persen melanda Argentina, Brasil dan Meksiko. Rakyat di negara-negara itu bukannya menerima kemakmuran dari BUMN, tapi malah harus merogoh kantungnya buat membayar pajak lebih tinggi untuk menyubsidi BUMN. BUMN adalah suatu kreasi politik. Ini juga merupakan kesulitan lain. Ini yang menyebabkan falsafah BUMN selalu mendua: dia adalah lembaga yang boleh mencari untung komersial tapi pada saat yang sama juga bertindak sebagai lembaga yang mempunyai tujuan-tujuan sosial, sekalipun yang kedua ini sering digunakan sebagai dalih untuk kegagalan komersial BUMN. Dalam perkembangannya, sistem ekonomi pasar yang melanda dunia memberi lingkungan yang brutal kepada BUMN. Mereka memberi pilihan kepada BUMN: bekerja secara komersial penuh atau tidak sama sekali. Ekonomi pasar tidak memberi peluang buat BUMN yang bekerja setengah-setengah. Sebagai lembaga politik, dalam cara kerjanya BUMN tak bisa melepaskan diri dari standar dan norma birokrasi seperti yang dianut birokrasi pemerintah yang lain. Karena itulah banyak yang melihat BUMN tidak lebih dari kumpulan para birokrat dan tidak mungkin gesit dalam berbisnis seperti swasta. Mungkin penilaian ini agak berlebihan. Tapi, yang jelas, wewenang BUMN tidak mungkin terlalu luas, karena bisa menabrak kepentingan lebih dari satu aparat. Di Indonesia, kesulitan BUMN yang harus menghadapi Departemen Keuangan (sebagai pemegang saham) dan departemen teknis merupakan contoh klasik bagaimana kadang-kadang BUMN tidak punya cukup otonomi untuk pengambilan keputusan. Mereka kadang-kadang harus menghadapi campur tangan beberapa instansi yang punya kepentingan berbeda. Di banyak negara, sejarah BUMN adalah sejarah panjang yang penuh kegagalan. Kegagalan ekonomi di Rusia, Eropa Timur, Amerika Latin, dan Afrika adalah kegagalan BUMN. Memang kegagalan mereka tidak selalu merupakan kegagalan ekstrem seperti yang terjadi di Rusia, hingga kegagalan BUMN yang menguasai distribusi bahan makanan mengakibatkan toko-toko makanan kosong dan rakyat Rusia harus antre pada suhu di bawah nol derajat, di negeri yang merupakan salah satu produsen gandum di dunia ini. Tetapi kesulitan yang paling serius buat BUMN adalah karena sebagai lembaga politik sering mereka menjadi sapi perahan bagi golongan politik yang berkuasa. Dana BUMN dihabiskan seperti pembagian rezeki yang halal. Ini yang mungkin kurang disadari oleh rakyat di mana-mana, bahwa ternyata BUMN tidak berfungsi sebagai pembawa kemakmuran bagi mereka, tapi dijadikan obyek penjarahan oleh penguasa. Di Dunia Ketiga, tempat sektor negara masih merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian, bisnis BUMN merupakan bisnis yang paling besar. Dia merupakan lahan yang paling subur yang menjadi rebutan buat cantelan bagi para pejabat yang punya bisnis. Dengan sendirinya, yang paling beruntung adalah pejabat yang punya bisnis. Mereka bisa mendikte BUMN agar menunjuk bisnis mereka, bisnis golongan partainya, atau bisnis sanak keluarganya sebagai pemasok, sebagai kontraktor, atau sebagai pemenang tender. Di Cina, diketahui banyak pejabat menjadi kaya raya dari hasil hubungan bisnis pribadi mereka dengan bisnis BUMN. Bisa dimengerti bila makin banyak pihak yang melihat BUMN lebih banyak memproduksi mudarat daripada kemashlahatan kepada rakyat. Bermimpi agar BUMN mempersembahkan kemakmuran kepada rakyat ternyata hanya sebuah ilusi. Ternyata, BUMN adalah sekumpulan manusia juga, bukan malaikat yang akan mengantar rakyat ke surga. Itulah sebabnya, setiap paket reformasi ekonomi, baik yang diusulkan IMF maupun Bank Dunia, selalu mengandung butir yang mengharuskan meninjau kembali apa yang dilakukan terhadap BUMN selama ini. Kita juga sudah tahu perkembangan apa yang sudah terjadi. Beberapa reformis besar, Boris Yeltsin dari Rusia, Lech Walesa dari Polandia, Fernando Color dari Argentina, Carlos Menem dari Brasil, dan Carlos Salinas dari Meksiko, punya sikap yang jelas dan sama terhadap keberadaan BUMN: daripada cuma menghidupi beberapa gelintir bisnis pejabat dan keluarganya, lebih baik BUMN dibubarkan atau dijual kepada swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini