Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pajak Belum Adil

24 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM laporan World Economics Forum 2005, perpajakan masih jadi faktor penghambat ketiga di Indonesia, setelah inefisiensi birokrasi dan terbatasnya fasilitas infrastruktur. Faktor regulasi perburuhan, yang sebulan terakhir menimbulkan ketegangan, justru hanya menempati urut-an ketujuh.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Suharno, mengakui struktur penerimaan pajak kita masih jauh dari optimal dan cenderung memberatkan kinerja ekonomi sektor riil. Ini akibat porsi penerimaan pajak sampai 2005 masih didominasi oleh pajak penghasilan (PPh) badan atau corporate income tax dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Di negara maju, umumnya porsi terbesar pajak lebih banyak ditopang melalui PPh pribadi. Dengan demikian, beban lebih besar benar-benar ditanggung warga negara yang memang tergolong mampu. Perusahaan yang menyerap banyak tenaga kerja tak terlalu berat dibebani pajak.

PPh badan masih memberi porsi 50,24 persen pemasukan, dengan -nilai Rp 166,67 triliun. PPN mencapai- Rp 99,41 triliun atau 29,97 persen penerima-an. Sedangkan PPh pribadi hanya mencapai 2,5 persen.

Bandingkan dengan Jepang yang PPh pribadinya mencapai 21 persen, Amerika Serikat 40 persen, dan ne-gara-negara yang masuk Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pemba-ngunan atau OECD 27 persen. Di negara-negara itu, porsi PPh badan hanya berkisar 8 persen.

”Porsi PPN yang tinggi juga menunjukkan ketidakadilan pembagian beban pajak, khususnya bagi masyarakat kelas bawah,” kata Suharno. Mereka harus membayar PPN yang sama besarnya, misalnya ketika membeli sabun atau rokok, dengan mereka yang berpenghasilan tinggi. Karena itu, katanya, agar sektor riil tak mati dan investasi tetap menarik, peningkatan penerimaan pajak harus diarahkan pada obyek pajak pribadi.

TA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus