PENYAKIT lesu boleh hinggap di dunia usaha, tapi tidak di otak pengusaha. Mungkin, itulah yang terlintas di benak manajemen PT PAL Indonesia, yang bergerak di industri perkapalan. Maka, begitu kapal tidak lagi menguntungkan, tahun belakangan ini PAL meloncat ke bidang industri rekayasa umum. Dan hasilnya, Kamis pekan lalu, PAL mengapalkan produk barunya, salah satu pesanan untuk Proyek PLTU Surabaya. Ini memang sebuah contoh, bagaimana satu BUMN putar haluan. Dalam kontrak bernilai Rp 2 milyar dengan PLTU Suralaya tersebut, PAL juga berkewajiban membuat komponen lainnya berupa kondensor, serta bermacam-macam cooler, tanki, dan pipa. Direncanakan pesanan dari Mitsubishi Hcavy Industries (MHI), kontraktor utama yang memenangkan tender turbin uap Suralaya, itu akan diselesaikan PAL Agustus tahun depan. Sementara banyak perusahaan dirugikan oleh meningkatnya nilai yen, PAL justru memperoleh keuntungan. MHI tentu punya perhitungan bila memesan sejumlah komponen ke PAL. Sebab, bila perusahaan itu mendatangkan komponen dari negerinya sendiri, Jepang, harganya tentulah berlipat-lipat bila dirupiahkan. Untunglah, PT PAL sendiri tampaknya sudah siap. Buktinya, kendati selama ini yang banyak digeluti hanya industri pembangunan, dan pemeliharaan kapal, sudah scjak awal PAL mempersiapkan untuk menangani rekayasa umum. Tidak hanya komponen PLTU yang bisa dilayani PAL, tapi juga pembangunan rekayasa lainnya yang berkaitan erat dengan bidang industrl maritim. Misalnya pembuatan mesin diesel kapal, pemba ngunan konstruksi baja, ketel, dan pembangunan rig untuk pengeboran lepas pantai. Prospek PAI dalam bidang baru ini, tampaknya, tidak terlalu mengecewakan. Menurut Suleman Wiriadidjaja, Direktur Teknologi PAL, kini perusa haannya sedang menyiapkan pembangunan ketel uap, bekerja sama dengan Combustion Engineering dari Amerika Serikat. Selain itu, pembangunan konstruksi baja umum untuk kebutuhan Pertamina di laut, dan beberapa proyek konstruksi baja darat, juga akan ditangani PAL dalam waktu dekat ini. Dari MHI sendiri, PAL telah dijanjikan sejumlah proyek: pembangunan sistem pipa hidraulik dan turbin senilai Rp 400 juta. Tapi jangan bertanya soal untung dulu. Menurut Suleman, PAL yang sudah menyedot investasi sebesar Rp 120 milyar, plus modal kerja Rp 134 milyar, belum lagi bisa menarik laba. "Tapi ada yang lebih penting, yakni kami lebih menekankan pada alih teknologi, agar bisa mengikuti proyek-proyek berikutnya," katanya. Pada tiga tahun pertama (1980, 1981, dan 1982), PAL memang rugi hampir Rp 8,5 milyar. Tapi tahun berikutnya, 1983, perusahaan meraih untung Rp 3,92 milyar. Mungkin prestasi inilah yang menjadikan prospek PAL dianggap baik. Dan bila dihitung sejak PAL masih berjualan kapal, ada yang menaksir, perusahaan ini mestinya sudah laba. PAL selama ini sudah menjual 16 unit berbagai jenis kapal kepada Pertamina, Kepolisian, dan Angkatan Laut. Harganya cukup menarik, mulai dari yang US$ 2,5 juta hingga US$ 60 juta. Kalau dihitung-hitung, diperkirakan PAL sudah mengantungi hasil penjualan sekitar US$ 160 juta, atau sekitar Rp 263 milyar. Sayangnya, pembayaran yang diterima tidak scmulus ketika kapal-kapal itu diluncurkan. Akibatnya, sampai saat ini, konon, PAL baru menerima US$ 20 juta saja. Bagaimanapun, rugi atau untung, PAL merupakan investasi yang tidak kecil. Dan memang memerlukan perhatian yang serius. Bukan karena PAL merupakan peninggalan Belanda pada awal abad ke- 19, dan sebagai BUMN, telah banyak menyedot dana. Seperti dikatakan oleh direktur tekniknya telah dikutip, adalah misi alih teknologi yang perlu diselamatkan. Plus, tentunya, nasib enam ribu karyawan yang kini bernaung di dalamnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini