Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Para Hansip Ikut Sibuk

Sebagai pembeli tunggal, koperasi kopra di sul-teng hanya mampu menyerap 20% dari seluruh produksi kopra di daerah itu. Bapengko alat perdagangan yang bernaung di bawah depardag dianggap sbg penyebabnya.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOPERASI kopra di Sulawesi Tengah, yang dibentuk setelah kunjungan 3 menteri (Menteri Perdagangan, Transkop dan Dalam Negeri) tahun 1974, ternyata berjalan seret. Sebagai pembeli tunggal, koperasi kopra hanya mampu menyerap 20% dari seluruh produksi kopra Sulawesi Tengah yang berjumlah 143.000 ton selama tahun 1976. Bahkan koperasi di Kabupaten Donggala dan Banggai, tahun lalu cuma berhasil membeli 15.000 ton saja. Rupanya, dengan janji modal Bank Rakyat Indonesia yang berjumlah Rp 409 juta dan hak membeli kopra secara monopoli di daerahnya, koperasi yang merupakan proyek perintis itu belum dapat ditonjolkan hasil kerjanya. Mengapa sampai terjadi begitu? Harga pembelian kopra di luar koperasi lebih menarik bagi petani produsen. Yaitu harga beli yang lebih tinggi, telah dipasang oleh para tengkulak dan pembeli resmi lain yang disebut Pelaksana Bapengko (Badan Pengusahaan Kopra). Tengkulak, sudah jelas siapa orangnya. Sedang Bapengko ialah, alat perdagangan yang bernaung di bawah sayap Departemen Perdagangan, yang paling punya hak untuk mengantar-pulaukan seluruh hasil kopra di sana. Hadirnya Bapengko di Sulawesi Tengah, tahun 1969, sebenarnya sudah sejak mula tidak begitu sreg dirasakan oleh kalangan perkopraan dan pejabat daerah. Sebelum ada Bapengko, tataniaga kopra ada di tangan gubernur, bupati dan aparat di bawahnya. "Orgall itu hanya menarik uang hasil tataniaga kopra dari tangan daerah ke kantong pemerintah pusat saja", kata seorang pejabat penting di Sulawesi Tengah. Akibatnya cukup parah bagi keuangan pemerintah daerah. Apalagi, kemudian, daerah juga kehilangan hak untuk memungut SRK (sumbangan rehabilitasi kopra), CESS dan pungutan lainnya. Perang Orang koperasi juga cuma bisa mengurut dada dan penasaran saja, melihat suasana pasar. Sebab modal yang ada di tangan, dari kredit BRI itu, tak bisa dimainkan begitu saja menurut keinginan pasar. Koperasi, begitu aturannya, hanya boleh mengadakan pembelian secara kontan. Sedangkan para tengkulak, juga Bapengko sekalipun, bisa bermain luwes: memberikan uang panjar kepada petani. Cara ini tentu lebih disukai para petani -- yan dengan hambatan apapun, tetap berusaha agar bisa berhubungan dengan tengkulak dan Bapengko. Tindakan keras dari aparat daerah, untuk menyelamatkan proyek perintis koperasi yang dikukuhkan liwat SK 3 Menteri - Perdagangan, Dalam Negeri dan Transkop -- cukup ada. Pengawasan, yang malah bersifat lebih memaksa, agar petani menjual kopranya ke koperasi sudah dilakukan. Tak kurang hansip-hansip dikerahkan untuk mencegat perjalanan kopra dari petani ke tengkulak dan menggiringnya ke koperasi. Tapi tak banyak hasilnya. Malah petani jadi tidak enak hati. "Kami sudah biasa menjual kopra milik sendiri seperti menjual kopra curian saja", keluh seorang petani di wilayah koperasi Parii. Akhirnya orang koperasi yang sudah putus asa untuk ikut bermain di pasar secara dagang, mengambil kesimpulan yang gampang. "Saya melihat ada usaha yang hendak menyudutkan proyek perintis koperasi, supaya gagal", kata Masranuddin, Kepala Kanwil Koperasi Sulawesi Tengah kepada Husni latas dari TEMPO. Peraturan tataniaga kopra, yang dianggapnya tidak menguntungkan pihak koperasi, juga diutak-utik. Ada ketentuan bahwa petani yang berproduksi di atas 5 ton, dibenarkan menjual kopranya di luar koperasi -kepada tengkulak atau Bapengko. Menurut catatan yang berhubungan dengan soal pungutan dan pajak (seperti Ipeda, misalnya), banyak petani yang berpenghasilan di bawah 5 ton. Maka menurut aturan, petani perorangan itu harus menjual kopranya hanya kepada koperasi. Tapi rupanya, lain catatan kepala-desa lain pula kenyataannya. Untuk laporan yang menyangkut soal pungutan, para petani --walaupun hasil kopranya di atas 5 ton -- selalu menyebutkan angka yang lebih rendah. Bisa dimaklumi. "Kalau ngomong terus terang, kita bisa dibabat pajak", ucap seorang petani. Maka Masranuddin merasa lebih baik untuk mengusulkan: "Hapus saja ketentuan mengenai 5 ton ke atas itu". Artinya: semua kopra di wilayah proyek koperasi harus menjual barangnya kepada koperasi. Kabarnya Menteri Transkop sudah akur, tinggal pelaksanaannya saja. Bupati Banggai, yang aktif dalam koperasi, kelihatannya tak begitu ngotot untuk berperang dengan para tengkulak dan Bapengko. Sebab ia cukup melihat keadaan. Katanya: "Kredit BRI memang tak selancar yang diharapkan". Itulah sebabnya, "kami hanya mampu menguasai sedikit dari produksi kopra yang ada", kata bupati Singgih yang merangkap sebagai ketua koperasi. Maksudnya: kebutuhan uang untuk operasi tak seimbang dengan stok kopra di daerahnya. "Bagaimana kami bisa kerja dengan dana cuma Rp 5 juta", katanya lagi. Yaitu, hanya untuk membeli sekitar 5 ton dari kopra di daerahnya yang berjumlah 600 ton. Bagaimana BRI? Belajar dari pengalamannya dengan koperasi waktu yang lalu, bank ini tak mudah dipersalahkan. Beberapa cara kerja koperasi dulu, sebelum diproyek-perintiskan, dianggap oleh BRI telah melakukan banyak penyimpangan. Misalnya, koperasi pernah memberikan kredit produksi kepada petani. Sehingga ketika kas ludes, tak sepotong koprapun dijumpai di gudang koperasi. Ketika harga kopra hangat, ternyata kopra yang sudah dipersekoti koperasi, malah jatuh ke tangan tengkulak dan Bapengko. Ini membuat BRI terpaksa menempatkan orangnya untuk mengawasi itu koperasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus