Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOMEN yang ditunggu-tunggu Harry N.P. Danardojo datang juga. Head of Corporate and Strategic Planner PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk itu akhirnya bisa bertemu dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin, Senin pekan lalu. Harry mengaku sudah meminta bertemu beberapa bulan lalu. "Banyak orang yang ingin bertemu dengan beliau," kata Harry di kantornya, lantai 25, Equity Tower, kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Harry sumringah. Malam itu, sang kiai menerimanya selama dua jam. "Mendapat waktu selama itu enggak gampang," ujar Harry. Dalam pertemuan itu, Harry menjelaskan rencana perusahaannya mencaplok saham mayoritas Bank Muamalat, bank syariah pertama di Indonesia. Di bank yang pendiriannya diprakarsai oleh MUI itu, Ma’ruf Amin duduk sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah. "Beliau tanya, kami serius enggak jadi pembeli siaga saham Muamalat?"
Saat itu, isu akuisisi Bank Muamalat terus bergulir sepanjang dua pekan terakhir. Pemicunya, pada 27 September, Minna Padi mengumumkan telah menjadi pembeli siaga saham Muamalat dalam penerbitan saham baru bank tersebut dengan skema rights issue alias hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) buat pemegang saham lama. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan dengan kode saham PADI itu akan merogoh kantong sampai Rp 4,5 triliun untuk memborong saham baru Muamalat. Sekurang-kurangnya PADI akan mengempit 51 persen saham bank dengan dana itu.
Pasar menghangat mengetahui kesepakatan PADI dan Muamalat. Musababnya, bagaimana mungkin perusahaan efek dengan aset Rp 478,430 miliar per Juni 2017 itu punya Rp 4,5 triliun untuk membeli mayoritas saham Muamalat. PADI ditengarai hanya kendaraan investor yang lebih besar di belakangnya. "Saat ketemu Kiai Ma’ruf Amin itulah kami menjelaskan investornya," ucap Harry.
Sudah lama bank hijau ini megap-megap modal. Tahun lalu saja rasio kecukupan modal mereka tinggal 12,74 persen. Menurut Direktur Keuangan Bank Muamalat Hery Syafril, Otoritas Jasa Keuangan memang membatasi rasio kecukupan modal minimal 8 persen. Tapi, untuk angka psikologis, paling sedikit 14 persen. Masalahnya, kata dia, pemegang saham saat ini tidak mau menambah modal lagi. "Kami tidak bisa mengejar digitalisasi perbankan," ujar Hery menyebut salah satu imbas akibat modal cekak.
Menurut Hery, pemegang saham Muamalat saat ini melihat investasi di perbankan sudah kurang menguntungkan. Komisaris independen bank ini, Iggi Haruman Achsien, mengatakan investor utama mereka yang berasal dari Kuwait dan Arab Saudi itu sudah kepentok oleh sejumlah pagar. "IDB itu sudah melanggar dua batasan, berinvestasi di swasta dan kepemilikan sahamnya 20 persen lebih," kata Iggi. Islamic Development Bank (IDB) saat ini sudah mengempit 32,74 persen saham Muamalat.
DUA nama besar investor di belakang PADI adalah Setiawan Ichlas dan Ilham Akbar Habibie. Globe Asia memasukkan nama Ilham ke daftar 150 orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan Rp 3,3 triliun. Ia tak lain anak sulung mantan presiden B.J. Habibie, yang juga pemilik PT Ilthabi Rekatama.
Nama Setiawan dan Ilham sebenarnya sudah mengemuka sejak Bank Muamalat menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa pada pertengahan September lalu. "Ada pemegang saham minoritas yang tanya soal masuknya Pak Ilham dan lainnya," kata Iggi H. Achsien.
Menurut Iggi, Ilham sudah beberapa kali bertemu dengan Bandar M.H. Hajjar, Presiden IDB. Lembaga multilateral yang berkantor pusat di Jeddah, Arab Saudi, itu adalah pemegang saham mayoritas Muamalat saat ini. IDB adalah kunci karena lembaga ini yang mengajak Bank Boubyan dan Bank Nasional Kuwait serta Sedco Holdings, konglomerasi syariah asal Arab Saudi, berinvestasi di Muamalat. Total saham mereka di Muamalat 80 persen. "B.J. Habibie Dewan Penasihat Ahli IDB," ujar Iggi. "IDB sangat menghormati Habibie." Kondisi inilah yang memuluskan langkah Ilham berkomunikasi langsung dengan IDB.
Adapun Setiawan, kata Iggi, menemui perwakilan para pemegang saham Muamalat di Jakarta. "Saya ikut menemani," ujar Iggi. Kemunculan nama Setiawan sebagai calon investor sempat membuat pemegang saham dari Teluk Arab itu gayeng. "Pemegang saham bertanya ke saya, ’How about him?’" kata Iggi, menirukan pertanyaan para pemegang saham. Setahu Iggi, Setiawan adalah pengusaha batu bara asal Palembang.
Sebelum menjadi pemegang saham pengendali PADI, Setiawan menjabat Presiden Komisaris PT Gamma Omega Indonesia, perusahaan batu bara yang punya wilayah operasi di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Setiawan juga menjabat Komisaris PT Sahabat Mandiri Kesatria (SMART), perusahaan penyedia jasa satuan pengamanan (satpam) di Sumatera Selatan. Dua jabatan Setiawan itu tercatat dalam situs resmi dua perusahaan. "Orang ini memang jarang muncul," ucap Iggi.
Nama Setiawan Ichlas sempat meramaikan pasar modal sepanjang pekan pertama Agustus lalu. Musababnya, dia rajin memborong saham PADI di pasar negosiasi. Setiawan pertama kali membeli saham PADI pada 4 Agustus sebanyak 1,23 miliar lembar di harga Rp 350 per lembar. Dengan transaksi itu, ia mengantongi 11,05 persen saham PADI. Tiga hari kemudian, Setiawan memborong lagi 250 juta lembar saham dengan harga yang sama, yang membuat dia mengempit 13,27 persen saham, alias saham pengendali PADI.
Dua pekan sebelum Setiawan memborong saham PADI, perdagangan saham perusahaan manajer investasi itu sudah melompat hebat. Pada 21 Juli, harga tertinggi saham PADI hanya Rp 390 per lembar. Sepanjang pekan selanjutnya, harganya melompat-lompat dari Rp 450 per lembar menjadi Rp 985 per lembar hingga Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham perusahaan tersebut. Akuisisi Muamalat oleh PADI yang saat itu masih berstatus rumor ditengarai mengerek harga saham mereka.
Menurut Head of Corporate and Strategic Planner PADI Harry Danardojo, Bank Muamalat sudah menawari mereka jadi pembeli siaga saham sejak awal Juli. Tapi PADI belum berani mengumumkannya. Lagi pula, setelah mengiyakan tawaran tersebut, PADI harus lebih dulu mencari investor yang siap "menduiti" pembelian saham Muamalat. "Kami ditanya, ’Mau ikut rights issue enggak?’ Kami pikir tidak ada salahnya," kata Harry. PADI kemudian menjajaki sejumlah investor potensial. Ketemulah mereka dengan Setiawan Ichlas.
Mulanya Setiawan dan Ilham Habibie akan masuk membeli saham Muamalat langsung. Belakangan, keduanya bersepakat dengan PADI bahwa pembelian saham melalui perusahaan manajer investasi itu saja. Selain dari dua investor itu, kata Iggi, duit modal buat membeli saham Muamalat akan datang dari PT Asabri (Persero), perusahaan asuransi khusus untuk Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI dan pegawai Kementerian Pertahanan. Harry mengakui Asabri adalah salah satu lembaga yang sedang mereka dekati.
Sepanjang pekan lalu, Ilham tidak menjawab pertanyaan Tempo lewat pesan instan dan panggilan telepon. Surat permohonan wawancara dan daftar pertanyaan yang dikirim ke kantornya, PT Ilthabi Rekatama, Mega Kuningan, Jakarta, tidak berbalas. Repto Handoko, salah satu pegawai Ilthabi yang menerima surat, mengatakan bosnya sedang ke Singapura sampai akhir pekan. Daftar pertanyaan untuk Setiawan dititipkan kepada Harry. Melalui Harry, Setiawan-yang juga tengah berada di Singapura-berjanji bertemu dengan Tempo pekan ini.
Potensi banyaknya investor yang akan mengguyur uang kepada PADI ini membuat khawatir anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo. Mantan bankir ini mengatakan, dalam sebuah bank, harus ada pemegang saham pengendali. "Banyak sekali investornya. Nanti yang menentukan manajemen siapa?" ujar Eddy, Jumat pekan lalu.
Pemegang saham pengendali wajib ada di perbankan karena mereka penanggung jawab akhir bank. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pemegang saham terbesar biasanya akan menjadi saham pengendali sebuah bank. "Atau ada pihak yang mengajukan diri sebagai pemegang saham pengendali walaupun tidak mayoritas," kata Heru lewat pesan WhatsApp, Jumat pekan lalu.
Beberapa hari setelah PADI mengumumkan kesepakatan menjadi pembeli siaga rights issue Muamalat, Harry langsung menghadap pejabat di Otoritas Jasa Keuangan. Ia menemui Deputi Pengawas Perbankan I Budi Armanto dan Kepala Departemen Perbankan Syariah Ahmad Soekro. Dalam pertemuan itu, Harry memaparkan siapa saja calon investor pembeli saham Muamalat lewat perusahaannya. "Obyektif OJK cuma satu, banknya bisa direvitalisasi," kata Harry.
Budi tidak menjawab pertemuannya dengan Harry pada akhir September lalu. Menurut dia, Bank Muamalat belum melapor kepada pengawas OJK soal siapa saja investor di balik rights issue tersebut. Senada dengan Budi, bos dia, Heru Kristiyana, tidak membantah atau mengiyakan kedatangan PADI. Tapi dia mengatakan PADI belum mengajukan diri sebagai investor Muamalat ke OJK secara resmi. "Kalau sudah diajukan, OJK akan menguji kepatutan dan kelayakan calon investor," ujar Heru.
Uji kepatutan dan kelayakan harus memastikan siapa dan bagaimana kemampuan investor, termasuk ultimate shareholder, pemilik saham asli. "Itu urusannya OJK, bukan kami," kata Direktur Keuangan Muamalat Hery Syafril. Baik Muamalat maupun PADI berharap jual-beli saham ini selesai pada 29 Desember. Harapannya, dana segar itu membuat kinerja Muamalat moncer.
Khairul Anam, Putri Adityowati, Praga Utama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo