Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S. Cahyono, memastikan mekanisme perhitungan upah minimum tahun 2025 tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Hal ini sekaligus memastikan pemerintah mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Ciptaker yang menganulir PP 51 Tahun 2023 tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Wakil Ketua DPR (Sufmi Dasco) menyampaikan DPR menganggap PP 51 tidak bisa lagi digunakan. Itu penyataan resmi,” kata Kahar ketika ditemui setelah menyampaikan orasinya dalam aksi ribuan buruh di halaman kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kamis, 7 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepastian itu, kata Kahar, disampaikan ketika Ketua Umum KSPI, Said Iqbal bertemu langsung dengan Sufmi Dasco pada Rabu, 6 November kemarin. Pertemuan tersebut juga dihadiri Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Ketenagakerjaan Yasierli, serta Ketua Komisi III DPR RI Habiburrahman.
Kesepakatan lain yang dibuat saat itu adalah soal penerapan upah minimum sektoral (UMS). Menurut Kahar, Kemnaker memastikan akan kembali menerapkan upah minimum sektoral setelah sempat dihapus dalam UU Ciptaker. Hal ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024. “Soal upah minimum sektoral diterapkan. Itu sudah menjadi satu kesepakatan,” ucapnya.
Sebagai informasi, upah minimum sektoral merupakan upah minumum terendah yang berlaku berdasarkan sektor usaha tertentu. Setiap sekor usaha dikelompokkan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). upah minimum sektoral tidak boleh lebih rendah dibandingkan upah minimum provinsi (UMP) ataupun upah minimum kabupaten/kota (UMK). "Mengacu ke tahun kemarin, itu upah minimum sektoral itu ada yang 5 persen lebih tinggi, ada yang 10 persen lebih tinggi, atau 15 persen lebih tinggi dari UMK," ujar Kahar.