Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pemerintah Diminta Memberi Insentif kepada Investor Industri Garam Domestik

Wakil Ketua Komisi VII DPR Chusnunia Chalim meminta pemerintah memberikan insentif kepada investor untuk mengembangkan industri garam domestik.

27 Januari 2025 | 17.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja tambak garam Sabu Raijua. Kualitas garam di Sabu Raijua memiliki kualitas nomor 1 (super/premium) dengan kadar NaCl 98,23% setara dengan garam impor. Dok. KKP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR Chusnunia Chalim meminta pemerintah memberikan insentif kepada investor untuk mengembangkan industri garam domestik. Usul ini dilontarkan Chusnunia seiring kebijakan pemerintah menghentikan impor garam industri di luar chlor alkali plant (CAP) pada tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hal ini tidak hanya akan meningkatkan produksi, tetapi juga memperkuat rantai pasok dalam negeri,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini dalam keterangan resminya, dikutip Senin, 27 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chusnunia mengatakan, garam adalah komoditas strategis yang berpotensi besar untuk berkembang. Dengan pengelolaan yang optimal, ia mengatakan industri ini tidak hanya dapat mendukung perekonomian nasional, tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam nasional mencatatkan pencapaian sebesar 2,5 juta ton pada 2023. Angka ini mencapai 147 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar 1,7 juta ton.

Tapi jumlah produksi itu belum memadai untuk memenuhi kebutuhan domestik. Chusnunia mengatakan, kebutuhan garam nasional saat ini mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Kendati produksi garam lokal meningkat pada 2023, suplai saat ini masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pangan dan non-pangan.

Tak hanya bertujuan meningkatkan jumlah produksi, Chusnunia mengatakan, pengembangan industri garam nasional penting untuk memastikan kualitasnya sesuai standar industri. Kualitas prima diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor garam. “Yang selama ini menjadi tantangan besar bagi kita,” ujar Chusnunia.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengaku keberatan dengan kebijakan pemerintah menghentikan impor garam untuk kebutuhan aneka pangan dan farmasi mulai tahun ini. Pasalnya, produksi domestik belum mampu memenuhi kebutuhan industri.

"Kami sangat dukung program pemerintah di bidang pangan. Tapi harus rasional dan objektif kalau produksi dalam negeri tak bisa memenuhi kebutuhan aneka pangan dan farmasi, mau tak mau keluarkan kebijakan impor untuk menjaga kondisi industri," ujar Cucu saat dihubungi Tempo, Sabtu, 11 Januari 2025.

Pemerintah resmi melarang impor garam untuk kebutuhan aneka pangan dan farmasi per 1 Januari 2025. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional. Lewat beleid itu, pemerintah menutup impor garam industri, kecuali untuk kebutuhan CAP.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus