Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan akan mewajibkan penggunaan sistem identifikasi kapal (automatic identification system/AIS) secara menyeluruh mulai Kamis pekan depan. Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Basar Antonius, mengatakan masa toleransi sejak penerapan pertama AIS pada Agustus 2019 sudah berakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah memberi waktu semua pemilik kapal untuk melengkapi AIS Kelas B, yang tidak memasang akan dikenai sanksi," ucapnya kepada Tempo, Rabu 12 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sistem AIS dipakai pemerintah untuk menjaga alur pelayaran dan keselamatan kapal domestik, juga mencegah kapal liar asing sembarang masuk. Dengan pemancar gelombang radio tingkat tinggi, sistem itu mampu mengirim informasi identitas dan jalur secara otomatis ke stasiun pemantauan laut milik pemerintah, juga alat portabel yang dipasang di kapal tertentu.
Meski telah disosialisasikan sejak awal tahun lalu, pemberlakuan sistem AIS sempat diprotes pemilik kapal kecil karena menjadi pengeluaran baru. Sistem AIS tipe A untuk kapal berukuran minimal 300 gross tonnage (GT) lebih lancar diterapkan karena sejalan dengan persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) di forum maritin global. Adapun implementasi untuk armada kecil, seperti kapal penumpang dan barang non-SOLAS berukuran minimal 35 GT, serta kapal ikan mininal 60 GT, akhirnya ditunda sampai dianggap siap.
"Sekarang syahbandar lebih ketat mengecek kapal sebelum berlayar, tentunya stakeholder lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mendukung," ucap Antonius.
Masa tenggat pemasangan AIS yang diatur di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 kini direvisi menjadi Permenhub Nomor 58 Tahun 2019. Kapal yang melanggar akan dilarang berangkat hingga bisa memasang AIS. Sertifikat pengukuhan (Certificate of Endorsement/COE) nahkodanya pun terancam dicabut hingga tiga bulan.
Kepala Sub Direktorat Telekomunikasi Pelayaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Dian Nurdiana, mengatakan keperluan navigasi mengurangi risiko kecelakaan. "Untuk keselamatan harusnya tak diukur-ukur biayanya, karena tak begitu mahal."
Menurut dia pemerintah pun sedang memperluas wilayah jangkauan AIS. Kementerian mengelola 110 stasiun radio pantai (SROP) dan 22 stasiun Vessel Traffic Service (VTS). "Tahun ini basis AIS sudah menyebar 40 unit, cover area meluas."
Sekretaris Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA), Budhi Halim, memastikan 847 perusahaan anggotanya sudah memasang AIS. Anggota INSA adalah pemilik kapal niaga berukuran minimal 175 GT. "Tapi kebijakan ini berlebihan untuk kapal ikan yang kecil," ujarnya. "Pengadaan AIS yang tak sampai Rp 10 juta itu tetap mahal untuk pengusaha kecil."
Menurut Budhi, pemerintah bisa mengalokasikan dana bantuan. "Negara butuh kebijakan ini untuk pengawasan kapal asing, ya bantu dong pengadaannya."
Adapun Ketua Umum Indonesia National Ferry Owners Association, Eddy Oetomo, mengatakan operator penyeberangan berupaya mengikuti anjuran. "Wajar kalau ada yang pengadaannya bertahap, tapi kan sudah ada niat mematuhi."
YOHANES PASKALIS PAE DALE