Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perancis, Tanpa B.B.

Prancis akan membuka pameran teknik di PRJ. Tampak nya, Indonesia masih merupakan pasar potensil bagi negara yang pernah menawarkan buyer's credit kepada indoneria itu.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARIS semula menginginkan Stadion Utama Senayan, atau setidaknya Ancol. Maka ketika Usman Ismail, ketua Pekan Raya Jakarta, didatangi oleh beberapa pejabat Perancis pada bulan Oktober 1975, dia bak mendapat durian runtuh. "Kontan mereka bayar 50%", katanya. Berapa itu dalam rupiah? "Rahasia perusahaan", katanya lagi. Pokoknya PRJ mendadak memperoleh dana besar untuk melaksanakan disain suatu enclave, kantong, tempat pameran murni layak diselenggarakan. Untuk membangun enclave itu, sedikitnya 13 paviliun dalam komplex PRJ diruntuhkan, termasuk kepunyaan Amerika Serikat, Jerman Barat dan Astra. Sebagai pengganti, kini berdiri 3 paviliun indah dan besar, dengan lantai kokoh yang mampu menahan berat 15 ton. Di situlah Perancis minggu depan (26 Maret - 3 April) membuka pameran teknik, yang terbesar pernah diadakannya di Asia Tenggara. Pemerintah Perancis menyewa keseluruhan areal 23.000 mÿFD, termasuk 10.000 mÿFD tempat beratap yang dilengkapi AC. Ongkos sewa berbeda menurut tempat, misalnya daerah terbuka untuk pameran al~at-alat besar tentu murah. Tapi, menurut Usman Ismail, rata-rata sewanya ialah $ 45 per mÿFD. Maka ada dugaan orang bahwa Perancis membi~.yar sewa sampai $ 1 juta, hanya untuk pameran sepekan. Jean Aurimond, pejabat pameran, menaksir nilai semua barang yang diangkut dari Perancis sedikitnya $ 10 juta. Biaya persiapan sejak 1975 bukan sedikit, hingga bisa dibayangkan betapa beraninya Perancis membuang uang untuk keperluan promosi dagangnya. Indonesia, sebagai potensi pasar, difikirkan Perancis hanya sejak 5 tahun terakhir ini terutama sesudah Presiden Soeharto berkunjung ke Paris (1972). Menteri Perdagangan Segard pernah datang ke Jakarta (1975) dan mengusulkan supaya dibentuk Kelompok Kerja Perancis-Indonesia. Kelompok ini sudah mengadakan sidangnya yang pertama di Jakarta Nopember lalu. Sementara itu kontrak penjualan Perancis pada Indonesia meningkat, misalnya mencapai 1,3 milyar Franc ($ 260 juta) selama 1975 berdasar kredit saja. Kegairahan Perancis menjual pada Indonesia terbukti lagi dengan buyer's credit yang ditawarkannya. Jenis kredit ini, yang didukung perbankan Perancis, memang lebih disukai di sini, karena memungkinkan Indonesia menentukan barang apa saja yang harus diimpor dari Perancis. Di tahun 1976, menurut Counsellor perniagaan Paul Jacquin dari kedutaan Perancis, ekspor negerinya ke Indonesia 1,2 milyar Franc ($ 240 juta). Sayangnya, ekspor dari Indonesia ke Perancis tidak sampai 450 juta Franc ($ 90 juta) selama periode yang sama. Alias tambah timpang. Kini Perancis akan memarnerkan aneka ragam hasil industrinya. Banyak dipilihnya jenis barang yang kiranya diperlukan untuk pembangunan negara berkembang. Kata seorang pekerja Perancis di tempat pameran, "anda akan bisa melihat banyak yang menarik, meskipun tanpa Brigitte Bardot".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus