PT Inkafi Raya masih kecil. Tapi ambisinya besar untuk
mengimbangi PT Adhiguna Shipyard, terutama dalam pembuatan kapal
kecil untuk olahraga, nelayan maupun pelayaran sungai. Sesudah
S bulan bekerja, Inkafi Raya akhir minggu lalu meluncurkan
produksunya yang pertama: suatu bis-sungai. Dengan bangga
direktur Herman Spiro berkata pada Harun Musawa dari TEMPO:
"Mutu kami tak kalah dari buatan impor, dan pasti lebih murah".
Spiro dan 2 orang saudaranya serta beberapa tenaga pekerjanya
adalah jebolan dari Adiguna Shipyard. Pokoknya, segala
pengalaman Adiguna mau ditransfer-nya.
Sekarang Inkafi Raya membuka bengkel kecil di Pulo Gadung,
Jakarta. "Jika semuanya beres", tambah Spiro, akan dibangunnya
pabrik kapal baru di Tangerang. Beres apanya? Inkafi Raya
rupanya sedang memajukan permohonan PMDN, berarti mengharapkan
kredit investasi dari bank. Dia juga menanti pesanan lebih besar
dari pemerintah.
Bis sungai yang baru saja diluncurkannya, berkapasitas 42
penumpang, berharga sekitar Rp 50 juta, adalah pesanan
pemerintah. Sebagai perbandingan, kapal kayu dengan mesin yang
sebesar bis-sungai modern itu, biayanya hanya Rp 3,2 juta. Tentu
saja kapal kayu itu tak begitu tergantung pada impor,
sebagaimana halnya dengan fibreglass.
Sekarang ini Inkafi Raya tetap ada kerja, tidak kuatir akan
menganggur, walaupun konsumennya terbatas. Untuk jenis kapal
fibreglass, satu-satunya saingannya adalah Adiguna Shipyard.
Konsumen utama baginya adalah pemerintah. Kebutuhan instansi
pemerintah, seperti Ditjen Perhubungan Darat dan Bea & Cukai,
akan kapal fibreglass bakal banyak tampaknya. Tapi Bea & Cukai,
demikian pula sektor PMA, di anggap sudah terbiasa memesan kapal
dari luar negeri.
Pembuatan lokal, menurut Spiro, akan bisa bersaing harga,
apalagi "ongkos buruh di sini jauh lebih muran". Bissungai yang
dibuatnya, tentu saja, memakai bahan impor, misalnya untuk
fibreglass dan toik?t. Barang impor termahal (Rp 20 juta) yang
dipakainya ialah 2 mesin disel, masing-masing 300 PK, yang
membuat kapal bisa melaju 800 Km non-stop.
Juni nanti, diadakan pameran kapal internasional di Singapura.
"Agen kita di sana", kata Spiro lagi, sudah memesan 2 kapal
untuk disertakan dalam pameran itu. Pengusaha domestik ini
memang kencang.
Di bidang pembuatan kapal fibreglass, Adiguna Shipyard sudah
jauh berada di depan. Bayangkan, sudah 1000 unit dihasilkannya
sampai awal 1977 ini. Juga pemerintah merupakan konsumennya yang
terbesar. "Untuk pemilu saja", berkata Hadi Yusman, manager
bagian fibreglass di Adiguna Shipyard, pada Zulkiny Lubis dari
T. M 10, "Pemerintah memesan 129 unit".
Fibreglass menjadi perhatian Adiguna Shipyard sejak melihat
sekelompok pemuda, antara lain Ponco Sutowo, anak laki-laki
tertua bekas dirut Pertamina Ibnu Sutowo, berolahraga air
dengan kapal kayu nelayan pada tahun 1969. Berbeda dengan kapal
kayu, kapal fibreglass "tapi, kuat, bagus dan tidak membutuhkan
biaya pemeliharaan besar" ucap Yusman bernada iklan.
Kini Adiguna Shipyard pada hakekatnya sudah mendorong orang
gandrung fibreglass, apalagi sudah macam-macam kapal dibikinnya
dengan bahan ini. Bukan untuk kesenangan Ponco dan kawan-kawan
saja, melainkan juga untuk survei, patroli, angkutan air dan
nelayan. Sebagai pemegang lisensi dari Hines Hunter Australia,
yang punya reputasi internasional, Adiguna Shipyard yakin bisnis
di bidang fibreglass, dengan kata-kala Yusman, "akan cukup
cerah".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini