Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mendorong integrasi antar pelaku jasa sistem pembayaran nasional, khususnya antara perbankan dan fintech. Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng mengungkapkan berdasarkan pengamatan regulator, porsi fintech dalam aktivitas transaksi pembayaran ritel meningkat pesat beberapa tahun terakhir, khususnya pada jenis uang elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bank kita cenderung tertinggal dibandingkan non bank, sampai akhirnya terjadi pandemi Covid-19 yang meningkatkan kesadaran mereka untuk mengembangkan layanan digitalnya dan berkolaborasi memanfaatkan peran fintech,” ujar Sugeng, di Jakarta, Selasa 18 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sugeng mengatakan ke depan bank sentral akan mendorong terwujudnya integrasi bank dan non bank, antara lain melalui konsep open banking maupun pemanfaatan teknologi digital seperti Application Programming Interface (API), serta data dalam bisnis jasa keuangan. Dia berujar saat ini bank sentral tengah menyusun standardisasi dalam pemanfaatan sistem dan teknologi API oleh perbankan dan fintech, sehingga ke depan upaya untuk menghubungkan dan mengintegrasikan layanan keduanya semakin mudah.
“Nanti kalau sudah terhubung misal kita pakai Gojek, Grab, Dana itu tidak perlu melakukan top up lagi, tapi langsung bisa ambil dana dari rekening konsumen di bank mana pun,” ucapnya.
Dengan demikian, Bank Indonesia mengharapkan sistem pembayaran nasional dapat kian cepat, efisien, dan aman. Untuk semakin meningkatkan kenyamanan konsumen perbankan, Sugeng mengatakan lembaganya tengah mematangkan sistem BIFast dalam sistem pembayaran nasional guna menggantikan sistem kliring yang saat ini belum dapat dilakukan secara real time. “Kami targetkan akan diluncurkan di September 2021, dimana nantinya akan menjamin kelancaran transaksi 24 jam selama 7 hari penuh.”
Direktur Teknologi dan Informasi Bank Mandiri, Rico Usthavia Frans mengatakan dalam penyelenggaraan konsep open banking, jaminan keamanan data nasabah menjadi fokus perhatian utama. “Arti open banking secara umum kan menyebarkan informasi finansial nasabah, namun tentunya berdasarkan consent atau kesadaran dari nasabah sendiri, sehingga nasabah harus tahu mau dibawa dan dipakai untuk apa saja datanya,” kata dia.
Data yang diberikan bank ke pihak ketiga dalam hal ini fintech, dapat berupa informasi saldo, historis transaksi, atau akses data finansial lainnya. “Kami harus tahu sejauh mana open banking yang dilakukan bisa mengontrol data-data nasabah yang sudah diberikan.”
Chief Risk and Compliance Officer GoPay, Budi Gandasoebrata mengamini meski kehadiran fintech kian marak, perbankan tetap perlu menjadi aktor utama dalam sistem keuangan digital.
“Karena pada dasarnya bank kan memiliki wewenang, izin, dan diawasi secara menyeluruh oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ucapnya. Dia menambahkan interlink fintech dan perbankan salah satunya telah dimulai dengan peluncuran Quick Response Indonesian Standard (QRIS) oleh bank sentral pada tahun lalu.