Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perceraian Dengan Sheraton

Ikatan perjanjian franchise antara Hotel Indonesia (Jakarta) dan Hotel Ambarukmo (Yogya) milik PT. HII dengan Sheraton putus sejak 10 juni yang lalu, karena pikah PT. HII rugi terus. (eb)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM sampai 5 tahun kawin, PT Hotel Indonesia Internasional sudah bercerai dengan Sheraton. Ikatan perjanjian francise antara Hotel Indonesia (Jakarta) dan Hotel Ambarukmo (Yogyakarta) milik PT HII dengan Sheraton putus sejak 10 Juni yang lalu. Sebenarnya "perkawinan" tersebut bisa berlangsung sampai tahun 1987 sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani bulan Maret 1977. Tetapi pihak PT HII rupanya sudah tak tahan lagi. "Kami rugi terus," keluh Hari Hartono, direktur utama perusahaan milik negara itu. Perjanjian yang ditandatangani pada masa kepemimpinan Letjen (Purn) Suryo itu meliputi hak monopoli Sheraton untuk mengisi kamar hotel. Sedangkan HI dan Ambarukmo berhak menggunakan logo Sheraton. Usaha untuk memancing banyak tamu yang masuk ternyata mengecewakan pihak Indonesia. Untuk tahun 1978 kenaikan penjualan kamar cuma 3%. Sedangkan tahun-tahun berikutnya naik sekitar 3« %. Kenaikan itu rupanya bukan saja kurang berarti, malahan membuat pihak Indonesia rugi. Karena PT HII, sesuai dengan perjanjian harus memberikan persentase 4 sampai 6% untuk tiap kamar yang terjual. Belum lagi dihitung fee yang harus dibayar untuk logo Sheraton. "Akibatnya sejak perjanjian diberlakukan sampai Maret 1981 kerugian kami mencapai Rp 142 juta " kata Hari Hartono yang pernah memimpin akademi perhotelan di Bandung. Pemutusan hubungan kerjasama itu berlangsung dengan alot. Semula disetujui untuk bekerjasama selama 10 tahun, dengan perjanjian bisa diputus pada lima tahun pertama berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Pimpinan PT HII yang baru nampaknya lebih Stnang kalau hubungan itu segera saja diputus. Pada awal 1979 dilakukan renegosiasi. Pihak Indonesia meminta Sheraton untuk menurunkan fee dan meningkatkan produksi tamunya. Dalam perundingan itu pihak PT HII juga menyatakan bahwa kerjasama itu ternyata merugikan pihaknya, karena kenaikan jumlah pengunjung dari hasil reservation (pesanan) Sheraton hanya sekitar 3%. Tetapi pihak Sheraton yang benderanya berkibar di 385 hotel di 34 negara menyatakan seluruh tamu HI dan Ambarukmo adalah hasil produksinya. Pihak HII menolak perhitungan itu dengan alasan MI maupun hotel yang terletak di Yogyakarta itu sudah terkenal sebelum Sheraton masuk ke sana. Sheraton kabarnya menyetujui peninjauan kembali tarif yang dikenakan pada HII. Tapi dengan syarat kedua hotel tadi harus melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan standar hotel Sheraton, sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian. Dalam perundingan, pihak Sheraton cukup kuat. "Ketika menandatangani perjanjian dulu, rupanya pihak Indonesia tidak melihat adanya pasal yang memungkinkan pihak Sheraton menuntut perbaikan terus-menerus untuk memenuhi standar Sheraton," ucap Hartono Sidik, Wakil Direktur bidang operasi dan pemasaran PT HII. Sheraton katanya terus menagih perbaikan hotel yang kalau diikuti akan memakan biaya sebesar US$ 8 juta. Bagian yang harus dan sudah dilayani pihak PT HII adalah perluasan HI bagian selatan sebanyak 50 kamar yang diharapkan rampung akhir tahun ini. Beberapa sumber menyebutkan Sheraton sebenarnya cukup luwes dalam menuntut perbaikan-perbaikan. Pecah-belah masih dibiarkan menggunakan barang yang lain-lain. Perbaikan ruangan berjalan di luar jadwal. Toh, akhirnya alasan merugi yang dikemukakan PT HII diterima Sheraton. Dengan syarat logo Sheraton yamg masih terpasang di HI dan Ambarukmo harus dicopot sejak awal 1982 nanti. Sebelum bekerjasama dengan Sheraton, PT HI yang berdiri sejak 1962 itu pernah beklrjasama dengan International Hotels Corporation sampai 1974. Dari enam hotel di bawah PT HII tinggal Bali Beach yang masih berada di lingkungan IHC. "Sekarang kami coba berdiri sendiri, " kata Hari Hartono. Dia mengharapkan kehilangan sekitar 3 % dari produksi tamu akibat putusnya Hubungan dengan Sheraton tidak terlalu mengganggu. "Pasaran domestik cukup kuat:. Untuk HI dengan kamar 666 buah, tingkat pengisian kamarnya 76% tahun 1981. Dari jumlah itu tamu donestik 41%," katanya. Dari 1650 kamar yang dimiliki enam hotel yang dikuasai PT HII (Mirama, Samudra Beach, Ambarukmo, Bali Beach, Wisata Internasional dan Hotel Indonesia) HI menempati urutan kedua setelah EB yang mencapai 83%. Yang paling rendah Samudra Beach (35%). Untuk menggarap tamu dari luar negeri akan dilakukan kerjasama dengan perusahaan pemasaran hotel di berbagai negara. Juni kemarin sudah ditandatangani persetujuan dengan perusahaan marketing Supereps International dari Inggris. Perusahaan itu akan mempromosikan ke-6 hotel PT HII untuk Eropa dengan bayaran œ500 per bulan. Jumlah itu kedengarannya cukup murah, karena kontrak itu tidak mencakup reservation. Hanya mempromosikan hotel-hotel PT HII untuk Inggris dan sebagian daratan Eropa. Teknik mencari pasaran yang sama juga akan dilakukan dengan perusahaan pemasaran yang bergerak di Amerika, Asia dam Australia. Dengan sistem penjualan seperti itu pimpinan HII sudah memperhitungkan tamunya akan berkuran sekitar 3%, sama dengan jumlah yamg dihasilkan Sheraton tempo hari. Mungkin juga akan lebih dari itu. "Kami akan melihat dulu sampai berapa jauh akibat putusnya hubungan dengan Shelaton itu. Titik toleransi kami 5%. Kalau turun lebih dari situ kami baru akan berpikir untuk mencari jaringan hotel yang lain sebagai partner" ungkap Dirjen Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan, Drs. Gandhi yang sejak 1974 duduk sebagai Presiden Komisaris PT HII. Menurut Gandhi perusahaan pesero pemerintah itu sudah dapat memperbaiki kedudukan keuangannya setelah tererat utang menjelang Konperensi PATA 1974. "Tahun 1980 laporan direksi menyebutkan keuntungan kotor Rp 5,6 milyar. Sedang untuk tahun 1981 semester pertama mencapai Rp 3,7 milyar " katanya. bengan keuntungan itu, katanya, HII mengangsur utangnya pada BBD yang berjumlah Rp 3,8 milyar. Sementara tambahan utang yang dibuatnya pada Marine Midland Bank sebesar US$ 30 juta sudah diambil alih pemerintah dan dijadikan modal serta pemerintAh di perusahaan itu. Semua utang itu dipergunakan untuk perluasan hotel. KArena diperhitungkan banjir tamu akan terjadi setelah Konperensi PATA. Perlitungan ini ternyata meleset.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus