INI sebenarnya kabar gembira buat A.R. Soehoed yang memimpin
Departemen Perindustrian sejak 1978. Laju perkembangan tekstil
mencapai rekor. Sasaran -- memenuhi kebutuhan sandang dalam
negeri yang pada akhir Pelita I diproyeksikan tercapai pada
Pelita IV (16 meter per kapita per tahun) -- ternyata bisa
dipenuhi pada pertengahan Pelita III ini. Bahkan khusus
pemintalan dan pertenunan kapasitas produksi tercatat 20% di
atas target.
Tapi ternyata tak seorang pun bisa bersorak puas. Soalnya,
produsen, pedagang, pengekspor dan mereka yang bergerak di dunia
tekstil saat ini sedang murung menghadapi problem yang seragam:
sulit memasarkan barang.
Keluhan itu sudah kerap terdengar sejal awal tahun ini. Di Pasar
Tanah tbang, Jakarta, tekstil malah bisa dibeli kiloan saking
sulitnya menjual meteran. Kuola dari beberapa negara anggota
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan penurunan bonus rangsangan
ekspor (sertifikat ekspor) oleh pemerintah, membuat produsen
tambah menjerit. Sebagian besar terpaksa mengurangi ekspor dan
mengalihkannya ke pasaran dalam negeri.
Century Textile Centex), misalnya, tahun ini mengalihkan,
20-30% ekspornya ke pasaran dalam negeri. PMA (Jepang) yang
sudah memasyarakatkan sahamnya--harga nominal Rp 5.000--ke
116.000 anggota masyarakat itu tahun 1980 merosot
keuntungannya.
Perusahaan ini, yang sudah dua kali memberikan dividen untuk
pemegang sahamnya, tahun 1980 hanya untung Rp 409 juta. Merosot
jauh dari Rp 1,9 milyar yang diperoleh mereka tahun 1979.
"Dividen ketiga November nanti, mungkin tak lebih besar dari
yang sudah," kata sumb(r TEMPO di Perserikatan Perdagangan Uang
dan Effek. Itu salah satu contoh yang tampaknya membuat Soehoed
harus ikut prihatin.
Maka, seraya tak lupa menyampaikan penghargaannya pada API,
Menteri Perindustrian menyampaikan hasil pengamatannya atas
masalah yang melunglaikan para pengusaha tekstil tersebut. "Pola
pemasaran yang ada sekarang masih terlalu berorientasi ke dalam
negeri " ujarnya ketika membuka Rapat Kerja Nasional API, yang
berlangsung tiga hari di kantornya, mulai 24 Agustus lalu.
Karena itu, ia menganjurkan para anggota API agar "memperluas
cakrawala, supaya dapat melayani permintaan beragam konsumen di
luar negeri."
Caranya? Soehoed memang tak memperinci secara panjang lebar.
Tapi, dengan mengusulkan "pengembangan ekspor wool dalam bentuk
pakaian jadi" maksudnya bisa ditebak. Yaitu perluasan ekspor
lewat penganekaragaman produk dan pasar.
Soal inilah yang ramai dibicarakan Komisi Perdagangan pada
Rakernas itu. Dan Ir. Safiun, bekas Dirjen Tekstil yang kini
menjadi wakil ASEAN dalam komisi tekstil pada GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade) yang berkantor di Jenewa
memperjelas maksud Menteri Perindustrian itu. Safiun di depan
Rakernas itu mengungkapkan bahwa kurang bervariasinya produk
tekstil dan pasar mengakibatkan para pengusaha segera merasa
terpukul begitu adanya kuota. "Masih banyak jenis tekstil lain
yang tak kena kuota. Demikian juga masih terbuka lebar pasar di
luar negeri. Jangan hanya Eropa dan Amerika. Jepang yang lebih
dekat, bisa kita coba," katanya mengajak.
Tepuk Tangan
Ia mengakui memang salah satu persoalan yang agak pelik antara
lain adalah bagaimana penetrasi itu bisa berhasil dijalankan.
Sering-sering, pengusaha Indonesia, katanya, tak mengetahui apa
yang dimaui konsumen luar negeri.
Banyak unek-unek dan kesulitan pengusaha dalam memasarkan produk
mereka dilontarkan di Rakernas. Akhirnya Rakernas memutuskan
membentuk Asosiasi Pemasaran. Tugasnya mencari pasar di dalam
dan luar negeri bagi para anggota API.
Asosiasi baru ini direncanakan secara struktural tidak berada di
bawah API. Pengurusnya bisa anggota API tetapi lebih diutamakan
tenaga profesional. Asosiasi baru ini nanti akan dinaungi
Departemen Perdagangan, seperti halnya API dinaungi Departemen
Perindustrian.
Menteri Perdagangan Radius Prawiro tampaknya menyambut gembira
gagasan itu. Katanya, ia akan segera memerintahkan stafnya
untuk membentuk tim yang akan bekerjasama dengan API dalam
mewujudkan kehcndak memecahkan masalah mencari pasar itu. "Saya
akan pinjamkan trade-center yang ada di luar negeri, agar bisa
lebih mempromosikan tekstil saudara-saudara," katanya berjanji,
disambut tepuk tangan meriah peserta Rakernas.
Beberapa pengusaha yang dihubungi TEMPO tampaknya penuh harap
pada asosiasi tersebut. "Khusus ekspor, promosi tekstil
Indonesia akan dipergiat oleh tenaga profesional dan informasi
tentang selera konsumen di luar negeri secepatnya akan bisa
sampai kepada pengusaha anggota API di sini," kata Wartomo,
Ketua Komisi Perdagangan API. Sambil senyum, ia mengatakan
optimistis dalam waktu dekat soal pasar segera bisa diatasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini