Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Abeng & Bir Dalam Kaleng

Berganti nama dari PT. Bir Bintang menjadi Multi Bintang Indonesia, membeli PT Brasseries De l'Indonesie, dalam usaha mencari perluasan usaha dan untuk mempermudah rencana go public. (eb)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUSAHA bir mereguk keuntungan. Tutup buku tahun 1980 produksi merka naik 20%. Dalam sejarah industri bir yang berusia setengah abad di sini, tak pernah kenaikan produksi melonjak setinggi itu. Dua tahun yang lalu kenaik-an diperhitungkan cuma sekitar 4%. Kenaikan itu sebenarnya memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk memperluas usaha. Tapi dengan sikap pemerintah yang hendak membatasi penambahan investasi dalam bir apa yang harus dibuat? Dalam persaingan dua buah perusahaan bir terbesar, PT Delta Djakarta (Anker Bir) dan PT Perusahaan Bir Indonesia (Bir Bintang), yang terakhir berusaha mencari bentuk lain dari perluasan usaha. Awal tahun ini dia membeli PT Brasseries de Indonesie di Medan, sebuah perusahaan Prancis yang memproduksi Coca Cola dan beberapa minuman ringan yang kabarnya bangkrut. "Penggabungan ini disetujui pemerintah," kata Tanri Abeng, 39 tahun, Presiden Direktur Perusahaan Bir Indonesia. Dan penggabungan itu sendiri kelihatannya akan mempermudah rencana perusahaan bir tersebut untuk go public (ke khalayak) bulan Oktober yang akan datang. "Tanpa penggabungan dengan perusahaan minuman ringan di Medan itu boleh dikatakan agak sulit buat Bir Bintang untuk maju ke pasar bursa," kata sebuah sumber yang bergerak di bidang bisnis minuman. Soalnya, bir selama ini selalu disejajarkan dengan alkohol. Kedudukannya sulit di tengah masyarakat yang bagian terbesar beragama Islam. Akhir Juli yang baru lalu, misalnya, seorang pembaca dalam suratnya yang dimuat dalam majalah ini menganjurkan Danareksa agar menolak perusahaan bir yang mau ke khalayak. Sebab "agama menyatakan agar menjauhi minuman keras termasuk bir." Tanri Abeng, pemuda kelahiran Selayar (Sulawesi Selatan) itu tidak tertarik untuk memperdebatkan bir dari sudut bukan bisnis. "Yang penting diketahui masyarakat bahwa yang mau go public bukan Bir Bintang, tetapi perusahaan yang produksinya antara lain bir," katanya. Perusahaan Bir Indonesia sendiri akan berganti nama menjadi PT Multi Bintang Indonesia. "Nama ini menunjukkan kami bukan hanya bir," sambungnya. Menurut rencana yang ada di lacinya, mula-mula perusahaan itu nanti akan memproduksi sekitar 90% minuman beralkohol kadar rendah dan 10% minuman ringan, seperti Coca Cola. Tetapi lama kelamaan perimbangan itu katanya akan menjadi 50%-50%. Toh Tanri Abeng cukup yakin bahwa bisnis bir sendiri akan mantap. Ini dia lihat dari tingkat konsumsi bir yang masih rendah: per kapita, atau tiap mulut, menenggak setengah liter bir setahunnya. Dia menganggap pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan konsumsi itu mendekati tingkat konsumsi sebesar 15 liter (untuk Malaysia) dan 20 liter (untuk Singapura). Tapi bukan cuma perut Indonesia yang diarah untuk diisi bir. Di bawah Tanri Abeng, yang duduk sebagai PresDir sejak akhir 1979, Bir Bintang sekarang memang sedang bersiap untuk membuat langkah besar ke luar. Berbarengan dengan go public Oktober mendatang, perusahaan itu juga akan mengeluarkan produk baru: bir kaleng. "Ini untuk mengatasi kelemahan kita yang sampai sekarang masih belum bisa menggarap ekspor. Padahal konsumen bir di Jepang bisa merasakan nikmatnya bir buatan Indonesia," katanya. Dengan menggunakan kemasan kaleng, minuman itu lebih mudah diekspor dan risiko di perjalanan lebih kecil. Untuk jangka panjang, ekspor ini katanya akan terlaksana. Heineken dari Negeri Belanda, yang memiliki 90% saham Bir Bintang, sudah memberikan jaminan kepada Abeng untuk mengurangi jatah bahan baku ke Singapura. Ini katanya disetujui Heineken, karena saham perusahaan bir Belanda itu di sana hanya 50%. "Sedangkan di Indonesia, kalaupun nanti sudah go public saham mereka masih berada sekitar 75%. Dengan potensi pasar yang cukup kuat," ulasnya. Tetapi ada juga yang meragukan optimisme Abeng itu. Soalnya bir sering terpukul oleh faktor-faktor di luar melianisme pasar. Seperti adanya larangan berjualan bir di lokasi tertentu yang diberlakukan pemerintah daerah. "Waktu ada larangan berjualan bir di lokasi WTS di Kramat Tunggak (Jakarta) kami kehilangan pasar untuk 125.000 botol tiap bulan," kata Syamsu Hidayat, manajer pemasaran Anker Bir. Kerugian yang diderita Bir Bintang agaknya lebih besar lagi, mengingat porsinya di pasar lebih besar pula. Dari produksi nasional yang 700.000 hekto liter/tahun, bagian Bintang 50%. Sisanya dibagi antara Anker dan San Miguel. Tapi untuk menghadapi risiko semacam itulah agaknya Heineken, pemegang saham terbesar dari perusahaan PMA itu, nampaknya sengaja merekrut orang yang berpengalaman luas seperti Tanri Abeng. Abeng, dalam usia 26 tahun, anak 13ugis, sudah diajak Union Carbide di AS begitu dia selesai belajar administrasi dagang di State University of New York di Buffalo. Ia pernah menjadi orang kedua di Union Carbide Indonesia. Selama hampir dua tahun dia mengepalai bagian pemasaran perusahanan produsen baterai cap kucing itu di Singapura. Akhirnya, dia pun dirayu oleh Corn & Ferray, sebuah bisnis yang bergerak dalam "pembajakan" tenaga-tenaga manajer berdasarkan pesanan. Dia meninggalkan Union Carbide untuk kemudian duduk sebagai orang nomor wahid di Bir Bintang: satu kedudukan yang menurut pasaran punya pendapatan sekitar US$ 5.000 atau Rp 3 juta lebih per bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus